Semua Bab Cruel Boy: Bab 21 - Bab 30
65 Bab
20. Sekolah
Di ruang makan, Refan sedang memaksa Rafan karena makannya sedikit. Sedangkan Rafan selalu menolak, sejak awal memang tidak lapar  atau tepatnya sih malas makan. Lambat laun, perasaan jengkel menghampirinya, karena Refan masih bersikeras menyuruhnya makan.“Kakak.”“Apa?” Tanpa ada niat untuk menoleh ke arah Refan.“Makan.”“Kau saja, aku tidak lapar.” Rafan mulai memainkan sendok di genggamannya.“Kakak, baru sedikit loh.”“Biarin! Lebih baik kau diam dan makan saja sendiri!” Rafan semakin jengkel, dan terus memainkan sendok.Refan hanya menghela napas pasrah, dan lanjut makan. Sesekali menoleh ke arah Rafan, sedari tadi asik memainkan sendok tanpa melirik ke arah makanan sedikit pun.Risa datang, dan mengernyit heran ke arah Rafan. "Ayo makan, kenapa diam saja. Malah memainkan send—”Sendok yang Rafan pegang patah. Sukses membuat R
Baca selengkapnya
21. Pertemuan
Refan kini sedang singgah sebentar ke kelas Vero dan Sean—untuk mencari keberadaan Rafan. Namun, tetap saja tidak melihat keberadaannya. “Kakak ke mana lagi?” Jujur masih takut, kalau Rafan kabur dan melakukan kebiasaannya lagi.“Mungkin, mencari tempat tenang,” celetuk Kevan.“Bener juga.” Refan mencoba berpikiran positif, yakin kalau rafan tidak kabur. “Sudahlah ayo ke kelas,” ajak Refan, sedangkan Kevan langsung mengikutinya.****Rafan tidak jadi ke halaman belakang, memilih duduk di atap sekolah. Seketika badmood setelah diganggu empat siswa, yang menurutnya kurang kerjaan. Terbukti, sekarang sedang asik duduk terpejam—membiarkan embusan angin menerpa wajahnya yang tidak tertutup oleh penutup kepala dari jaket yang dipakainya.“Pengganggu!" gerutu Rafan lagi, matanya mulai melirik ke bawah, banyak sekali siswa yang masih berkeliaran.Tidak ada ni
Baca selengkapnya
22. Pertanyaan
Di parkiran, Rafan terlihat baru saja keluar dari mobil sambil berjalan lambat menuju gedung pertemuan. Namun, langkah kakinya terhenti—bisa dibilang sengaja. Karena malas sekali bagi Rafan, untuk masuk dan bergabung dengan mereka.“Kenapa juga, harus bergabung dengan mereka?” gerutu Rafan, mulai melirik ke atas—tepatnya ke ruangan pertemuan yang berada di lantai empat. Lalu tatapan Rafan tertuju pada Refan yang bersama ketiga temannya, lalu beralih ke arah empat orang remaja yang ingin mendekat ke arah Refan.Rafan hanya menatap sebentar, mulai melirik sekitarnya. “Bagus sudah sepi.” Langsung naik ke atas pohon dan melakukan parkour menuju gedung lain lain yang berseberangan dengan gedung pertemuan. Setelahnya, Rafan duduk di gedung tersebut. Kembali menatap Refan yang didekati empat remaja lain.****Refan masih terdiam, memilih berdiri di balkon ruangan dan sesekali menghela napas pelan. Lalu menoleh
Baca selengkapnya
23. Masalah
Pagi hari yang cerah, seperti biasa semua orang melakukan aktivitas. Terlihat si kembar, berangkat bersama. Hanya berdua, tanpa ketiga teman Refan. Rafan dengan malasnya berjalan menuju sekolah, sedangkan Refan yang berjalan di sebelah Rafan hanya diam, meskipun agak aneh melihat Rafan badmood lagi.Warga kota yang berlalu lalang, menatap aneh Rafan. Pertama kalinya, melihat mantan buronan polisi dengan raut wajah badmood. Biasanya selalu menatap dingin dan mengerikan, kali ini badmood.Wajar bukan mereka heran?Rafan sendiri, mengabaikan tatapan aneh mereka terhadapnya.“Kakak kenapa?” Refan mulai aneh sendiri melihat Rafan badmood lagi.“Malaslah, kenapa sekolah sih!”“Sekarang bukan hari libur, ‘kan? Jadi, harus sekolah.”Rafan berdecak kesal, bahkan semakin badmood dan benar-benar malas sekolah.“Biasakan,” celetuk Refan.
Baca selengkapnya
24. Serangan
Sekelompok orang masih mengintai sekolah milik Arvian, mereka sempat bingung semua siswa sudah tidak berkeliaran lagi. Pengumuman hanya sedikit terdengar oleh mereka, karena perlahan suara pengumuman itu mengecil dan hilang. Sehingga mereka tidak tahu pengumuman apa yang disampaikan kepada semua siswa.“Sepertinya Arvian sudah mengetahui kedatangan kita, dia sudah mengumumkan sesuatu. Yang membuat semua anak didiknya tidak berkeliaran di sekitar sekolah, agar tidak bisa diserang oleh kita.” Seorang yang disewa oleh Varsa, sambil mengamati keadaan sekolah yang mendadak sepi.“Cepat juga, langsung mengamankan semua anak didiknya.” Mulai memikirkan rencana lain, agar Arvian tidak bisa berkutik. “Kita masuk, sebagian dari kalian berjaga disetiap sudut pintu keluar sekolah, jangan sampai ada yang berhasil keluar,” perintah Varsa, yang bersikeras untuk menyerang sekolah milik Arvian.Varsa, berteman dekat dengan Arvian. Namun, berak
Baca selengkapnya
25. Ancaman
Varsa masih meringis kesakitan karena tangannya diremuk oleh Rafan. Arvian, langsung mendekati Varsa. “Tenangkan dirimu, selesaikan baik-baik. Akan kujelaskan semuanya padamu,” pinta Arvian.“Tapi dibukti itu kau!” Varsa, masih keras kepala.“Sudah kubilang itu rekayasa Tuan Arzi, dialah yang melakukannya karena iri padamu! Lalu menjadikanku kambing hitam olehnya, karena saat itu aku mendengar rencana liciknya!” bantah Arvian.“Tuan Arzi?” Tidak percaya, kalau orang yang selama ini dekat dengannya, selain Arvian. Melakukan hal licik kepadanya. Varsa mulai tenang, orang sewaan juga ikut berhenti—karena Varsa sudah tidak berkutik.****Arvian mulai menjelaskan dan memperlihatkan bukti sebenarnya yang sudah berhasil didapatkannya. Namun selalu terhambat, saat ingin memperlihatkannya pada Varsa. Di sisi lain, Rafan masih terdiam, mulai berjalan keluar dari aula. Namun langkahnya ter
Baca selengkapnya
26. Panti Asuhan
Sudah seminggu setelah sekolah diliburkan, akhirnya sekolah milik Arvian kembali beraktivitas seperti biasa. Di kelas, terlihat Refan terdiam. karena Rafan belum kembali, bahkan tidak ada kabar sama sekali.“Refan!” panggil Kevan kesal, karena Refan diam terus.“Apa?” Refan menatap datar Kevan.“Tenanglah, kakakmu itu pergi untuk menenangkan diri.”“Tau kok, aku hanya takut kakak tidak pulang lagi dan tidak kembali seperti dulu.”Ketiga teman Refan terdiam dan bingung untuk menjawab ucapan Refan.****Dua minggu kemudian, saat ini di kediaman Alexander sedang ramai. Polisi datang untuk membicarakan soal Rafan dan rekan kerja juga untuk rapat. Kebetulan rapat sudah selesai, mereka beristirahat dan berbicara sesuatu.“Anak sulungmu belum kembali?” tanya Kean Adinata.“Belum, bahkan tidak ada kabar sama sekali.” Rivo menghela napas gusa
Baca selengkapnya
27. Bersama
Tengah malam, Rafan duduk terdiam di balkon kamarnya. Masih memikirkan perkataan ibu panti, yang menyuruhnya untuk mengubah prinsip. “Berubah ya? Baiklah.” Rafan merebahkan diri, karena rasa kantuk mendatanginya. Setelah, mengalami insomnia lagi.Keesokan harinya, seperti biasa bersiap pergi sekolah setelah dua minggu menghilang tidak ada kabar. Kali ini agak terlihat berbeda, biasanya Rafan malas-malasan sekarang tidak lagi.Cepat juga berubahnya.Refan agak terkejut, terus menatap Rafan sudah tidak malas lagi saat berangkat sekolah.Rafan mengabaikan tatapan Refan, lalu bangkit dan keluar dari rumah. Mereka hanya sarapan berdua, karena orang tuanya pergi dalam waktu tiga hari karena urusan.“Kakak tungguin!” teriak Refan kesal, sambil mengejar Rafan—karena ditinggal terus.Rafan kembali mengabaikan, lalu melirik ke arah Refan yang berjalan di sebelahnya sambil cemberut.“Apa?&rdq
Baca selengkapnya
28. Aneh
Setelah pulang dari hutan, terlihat Rafan duduk diam dengan raut wajah yang mendadak datar—bahkan terkesan dingin sekali. Sesekali menghela napas gusar, seakan mencoba untuk menenangkan diri, tetap saja agak sulit.Rafan mengumpat kesal, langsung melemparkan dirinya ke tempat tidur. Lalu mengusap wajahnya dengan kasar, sepertinya ada sesuatu yang terjadi?Rafan mulai menarik napas, dan membuangnya perlahan. Sepertinya sudah agak tenang, terbukti matanya sudah terpejam dan tertidur pulas.Pagi harinya, seperti biasa si kembar sudah siap berangkat ke sekolah. Mereka terlihat sedang sarapan, tapi ada hal aneh. Lebih tepatnya, tingkah Refan yang terus menatap aneh ke arah Rafan. Sepertinya, merasa janggal dengan sesuatu?Sedangkan Rafan, terdiam—melamunkan sesuatu dan itu yang membuat Refan janggal. Sepertinya, efek semalam terus memikirkan sesuatu hal yang membuatnya hampir emosi lagi. Meskipun, berhasil menenangkan dirinya.“Kakak!&
Baca selengkapnya
29. Bertemu lagi
Refan bosan di rumah, akibat Rafan pergi. Lalu memutuskan untuk  bertemu ketiga temannya yang kebetulan berada di Time Zone. Hari Sabtu dan sekolah libur, selalu dimanfaatkan ketiga teman Refan untuk mencari hiburan. Refan biasanya malas ikut, sekarang bergabung dengan mereka yang kebetulan sedang bermain basket.“Tumben tiba-tiba ingin ikut ke Time Zone,” celetuk Kevan, kembali melakukan shoot ke arah ring.“Bosan saja.” Refan membalas singkat, terus mengamati ketiga temannya.“Masih memikirkan apa yang disembunyikan Rafan ya?” sahut SeanRefan mengangguk pelan.“Tenanglah, tidak lama lagi pasti kau akan tau apa yang disembunyikan Rafan,” celetuk Vero.“Iya,” balas Refan, dengan nada malasnya.“Waktu itu tidak ada yang aneh kan?” sahut Sean lagi.“Tidak, bahkan waktu itu kakak mengajakku ke hutan.”“Masa sih?!”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status