All Chapters of Psycho : Chapter 31 - Chapter 40
52 Chapters
Part 31
“Jangan bergerak terus.” Rachel bicara dengan nada memohonnya ketika Marcus terus saja bergerak di ranjang, bukannya tidur. Marcus benci mendengar ucapan Rachel, karena ia juga ingin tidur, tapi tidak bisa karena ada sesuatu yang benar-benar menganggu pikirannya, hanya saja terlalu sulit di katakan. Ia ingin tahu apakah Rachel berniat kembali pada mantannya? “Benar, aku lupa mengatakan tentang kelas ibu hamil ....” “Aku sudah ada mencari tempat baru. Kau tidak harus bertemu dengan si berengsek itu.” Marcus menyela kalimat Rachel tanpa menatap ke arahnya karena ia berbaring membelakangi wanita itu. “Kau pasti menghabiskan banyak uang untuk itu.” “Itu untuk anakku, bukan untukmu, jadi jangan dipikirkan.” Dengan cepat Marcus menyahuti ucapan Rachel, hingga membuat wanita itu tidak berkata apa-apa lagi. Yang Rachel masih pelajari adalah terus mencoba mengabaikan apapun yang Marcus lakukan, sebab bertanya pun tidak akan mendapat jawaban. Ad
Read more
Part 32
“Maafkan aku. Tolong lepaskan aku. Itu hanya masa lalu, kesalahan di masa muda.” Hwa Rin memohon agar William mengampuninya. “Hanya? Kau bicara seakan perbuatanmu bukan kesalahan besar. Kau bahkan tidak punya rasa penyesalan. Kau memang orang yang pantas mati!” setelah bicara, William menyulut wajah Hwa Rin dengan rokok yang menyala. Hwa Rin jelas saja berteriak kesakitan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena kedua tangannya diikat. Hwa Rin tidak pernah menyangka kalau kesalahan yang ia lakukan di masa lalu akan mendapat karma seperti ini. Tidak, ini terlalu berat, tidak sebanding dengan yang ia lakukan, pikir Hwa Rin. “Lihat.” Wiliam mengeluarkan cermin kecil dan di hadapkan pada wajah Hwa Rin. “Wajahmu cantikmu sudah menjadi menakutkan. Astaga, itu bahkan sangat menakutkan. Kasihan sekali.” Ini adalah ucapan William, lengkap dengan senyum iblisnya. “Ampuni aku. Aku akan meminta maaf pada Marcus. Aku mohon lepaskan aku.” Hwa Rin kembali mem
Read more
Part 33
Pura-pura baik. Itulah yang selama ini William lakukan ketika dirinya bertemu dengan Rachel. Saat mendengar Marcus mengatakan telah menemukan wanita untuk mengandung calon anaknya, ia sangat bahagia karena itu berarti Marcus hampir mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi semua kebahagiaannya seketika hancur ketika mengetahui bahwa wanita itu adalah Rachel. Tapi, tidak ada yang bisa William lakukan, selain bersikap seakan menerima semua pilihan Marcus. Awalnya, William berpikir hubungan Marcus dan Rachel tidak akan lebih dari yang direncakan bahkan sebenarnya ia senang melihat kekasaran pria itu pada wanita lemah seperti Rachel. Namun, seiring berjalannya waktu, ia merasa kalau Marcus memiliki perasaan khusus pada Rachel. Saat mabuk, Marcus akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak bisa dia katakan atau lakukan saat sadar. Ia tahu tentang hal itu. Dan suatu hari, ia melihat Marcus mencium Rachel tepat di depan matanya bahkan mengatakan hanya ingin bersama wan
Read more
Part 34
Rachel yang sedang memotong buah untuk Ji Ho dibuat bingung oleh Marcus yang pulang dengan raut wajah sangat sedih. Entah terjadi apa padanya, ini benar-benar tidak terlihat seperti Marcus yang biasanya. Dia terlihat sangat menyedihkan. “Ayah baik-baik saja?” Ji Ho bertanya pada Marcus. “Ya, ayah baik-baik saja.” Marcus baru saja berbohong, lalu masuk ke kamarnya. “Ji Ho, makanlah buahnya. Kakak akan bicara dulu dengan ayahmu," ucap Rachel sembari meletakan potongan buah apel di hadapan Ji Ho. Setelah anak itu mengangguk barulah ia pergi ke kamar Marcus. Sebelum masuk, Rachel mengetuk pintu terlebih dulu, agar Marcus tidak kaget melihatnya secara tiba-tiba. Saat ada di dalam kamar ini, Rachel tidak mendapat tatapan tajam dari Marcus karena masuk tanpa di suruh, dan ia justru melihat Marcus duduk di pinggir ranjang dengan kepala yang tertunduk. “Kau kenapa? Semuanya tidak baik-baik saja, kan?” tanya Rachel, walau sangat kecil kemungkinan Marcus
Read more
Part 35
Seo Yi, wanita paruh baya ini mendatangi penjara tempat Alex di tahan. Tentu saja ia datang untuk melihat keadaan anaknya. Seo Yi takut jika reaksi Alex akan sama seperti Marcus, tapi ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertemu dengan anaknya. Bagaimanapun reaksi Alex nanti, ia tahu itu pantas untuknya. Dan Alex yang dibawa keluar dari sel terkejut melihat kehadiran Seo Yi, ibunya. Setelah sekian lama menghilang begitu saja, kini ibunya kembali datang menemuinya. Bahagia, ya, tentu saja Alex bahagia, itu terlihat dari senyumannya saat ini. “Ibu,” ucap Alex pelan, tapi masih bisa didengar oleh Seo Yi. “Maaf, ibu baru datang di saat seperti ini. Ibu tahu kau bersalah, tapi hati ibu sangat sakit melihat kau dipenjarakan oleh kakakmu sendiri.” Seo Yi menangis di hadapan Alex dan dibatasi oleh dinding kaca. Alex kembali tersenyum, meski hatinya sakit setelah hidupnya hancur karena dipenjarakan oleh Marcus, kakaknya sendiri. Seperti kata ibunya, ia meman
Read more
Part 36
Pagi harinya, Marcus sudah siap dengan pakaian rapinya dan sekarang dia terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya, karena mulai hari ini ia akan menjadi pemimpin perusahaan yang dulu dipegang oleh ayahnya. Langkah kaki Marcus terhenti sejenak saat melihat Rachel yang sedang menatapnya dengan sebuah senyuman yang terlihat sangat manis. Wanita itu, Rachel, ternyata sangat mengenalnya. Ia baru menyadarinya setelah kemarin malam melihat fakta bahwa Rachel adalah satu-satunya orang yang tahu tentang sesuatu yang paling ia benci. Karena hal itu, maka Rachel harus tetap di sana, bukan? Pertanyaan itu berkeliaran di kepala Marcus. Jawabannya adalah ya, Rachel memang harus tetap di sana agar ia bisa merasa bahwa keberadaannya diinginkan dan agar ia melihat sosok dari orang yang sangat memahaminya. Namun, sanggupkah ia mengalahkan rasa takut tidak berdasarnya tentang luka? “Kau terlihat luar biasa.” Rachel memberikan pujian untuk Marcus. “Aku memang luar biasa.” Dan di
Read more
Part 37
Dan Marcus saat ini tengah berada di pinggir Sungai Han. Pria ini duduk seorang diri dengan raut wajah yang terlihat seperti orang termenung. Marcus tidak ingin anak perempuan, bukan berarti membenci anaknya. Tidak seperti itu, Marcus hanya takut suatu saat akan menyakiti anaknya karena ia sendiri masih benci pada wanita. Ia tidak ingin suatu saat nanti anaknya melakukan kesalahan dan ia tidak dapat mengendalikan emosi karena pada kenyataannya emosinya mudah tersulut karena wanita.   Beberapa saat setelahnya, ponsel yang ada di saku celana Marcus bergetar dan itu karena telepon dari William. Tanpa berpikir panjang ia langsung menjawab telepon dari William, seseorang yang sangat ia percaya karena sudah lama bekerja dengannya.     “Kau sudah mengantar Rachel pulang?” Marcus yang lebih dulu bersuara ketika sudah terhubung dengan William     “Saya tidak menemukan keberadaan Rachel.”     Sebagai orang yang
Read more
Part 38
Marcus akhirnya tiba di Busan dan saat ini sudah berada di depan rumah orang tua Rachel. Pria ini langsung menekan bel, kemudian tidak lama pintu terbuka. Yang membuka pintu adalah Aaron, ayah Rachel yang saat ini menatap Marcus dengan tatapan sangat tajam.    “Aku sudah tahu semuanya. Aku akan mengembalikan uangmu, walau tidak sekaligus, tapi akan kupastikan semua uangmu kembali.” Aaron lebih dulu bicara, tepat ketika Marcus ingin mengatakan sesuatu.    “Rachel ada di sini, kan?” tanya Marcus.    “Hubunganku dan Rachel memang tidak begitu baik, tapi Rachel tetap anakku dan aku marah pada siapa pun yang merusak hidup anakku. Kau tidak menginginkan anak perempuan yang Rachel kandung, tidak apa-apa, aku akan merawatnya. Pergilah, jangan ganggu Rachel lagi.” Aaron bicara dengan ketus dan ingin menutup pintu, tapi dengan cepat ditahan oleh Marcus.    “Bukan begitu maksudku. Aku hanya ....”    “Perg
Read more
Part 39
“Apa kau sedang mabuk sekarang? Setiap mabuk kau selalu mengatakan sesuatu yang tidak kumengerti.” Rachel membalas ucapan Marcus.    “Aku 100 persen dalam keadaan sadar. Aku minta maaf karena meninggalkanmu begitu saja saat di rumah sakit. Aku terlalu terkejut saat itu dan aku juga takut akan menyakiti anak kita suatu hari nanti. Sekarang, aku datang bukan untuk mengajakmu menyingkirkan anak kita. Percayalah padaku, aku mohon.” Marcus mencoba meyakinkan Rachel dengan segala upayanya.    “Lalu, apa alasanmu datang kemari? Kau bahkan sampai mengaku sebagai rumahku. Aku sungguh tidak mengerti kenapa aku harus hidup seperti ini. Kenapa aku harus mengandung anakmu? Kenapa aku harus tinggal denganmu? Kenapa aku harus bergantung padamu? Dan kenapa kau memberi pengecualian padaku? Aku mencoba untuk memahamimu dan segala traumamu karena kau selalu diam. Tapi sekarang, aku lelah. Kau selalu melakukan segala hal sesukamu, termasuk meninggalkanku begitu saja
Read more
Part 40
“Kau ingin menikahi Rachel?” Aaron berucap beberapa saat setelah Marcus menyampaikan maksud baiknya. “Ya, aku ingin meminta restu untuk menikahi Rachel. Aku akan menjaganya dengan baik.” Seumur hidupnya, tidak pernah sekalipun Marcus berpikir akan berkata seperti ini. Tapi keinginannya untuk memiliki dan menjaga Rachel membuat Marcus akan melawan segala rasa takutnya. Dibanding trauma, rasa takut kehilangan Rachel jauh lebih menakutkan untuknya. Aaron menghela napas dan tersenyum pada Marcus. Semalam, rasa marah mendominasi dirinya saat melihat Marcus, setelah tahu apa yang sudah pria itu lakukan pada hidup Rachel. Hari ini, Aaron merasa lebih baik saat melihat Marcus sebagai pria yang bertanggungjawab. “Aku merestui kalian karena Rachel terlihat sangat mencintaimu. Aku harap, kau benar-benar akan menjaganya dengan baik,” ucap Aaron. “Terima kasih. Aku akan menjaga Rachel dan anak kami dengan baik.” Ini adalah janji Marcus pada ayah Rachel. “A
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status