Semua Bab LORO: Bab 31 - Bab 40
94 Bab
30. Tetaplah menjadi egois
"Bagaimana mungkin kasus ditutup, Pak Anto? Semua bukti, hasil visum, kesaksian saya. Apa itu--apa semua itu tak berarti apapun?" ucap wanita yang menahan diri. Sekalipun, emosi marah tampak jelas di wajah. Begitupun sorot mata Lency yang masih tidak ingin percaya dengan apa yang barusan ia dengar."Tak bisakah bapak melakukan sesuatu? Ini ... ini terlalu aneh, tidak wajar, tak manusiawi," ucap Lency membuat pak Anto menarik dalam nafasnya, lalu menyentuh pundak gadis yang semangatnya jadi hilang. Semangat yang menguap begitu cepat."Apa kamu mengenal wanita yang kamu laporkan itu, Nak?" tanya pak Anto membuat Lency mengangguk tapi, beberapa detik kemudian menggeleng lemah."Saya tidak mengenalnya, Pak Anto. Tapi, gadis kecil yang dilukainya itu, cucunya sendiri. Walau apa yang membuat gadis kecil itu dirawat di rumah sakit di sebabkan karena benturan di kepala," ucap Lency merasa bersalah.Rasa yang sama sekali tak berkurang meski hari sudah berganti, da
Baca selengkapnya
31. Bom waktu yang pasti meledak
Ping!Maya menatapi ponsel Bagas, yang masih pulas tertidur. Ia mengernyitkan dahinya dalam. Heran dengan bunyi pesan yang ia baca."Siapa yang mati?" tanya Maya dengan suara pelan tak ingin Bagas mendengar.Tangan lentik terawatnya yang bergerak cepat langsung menelpon si pengirim pesan. Namun, tak ada jawaban. Hanya nada sambung yang membuat Wajah Maya makin berkerut dan jadi kesal sendiri."Angkat, Zi. Tch!" ucap wanita yang mendecakkan lidahnya setelah beberapa kali mengulangi kegiatan yang sama tapi nihil, adik Bagas sungguh mendiamkan panggilannya."Siapa yang mati?" geram Maya pelan, menatapi tubuh lelaki yang tampak begitu lelap dalam tidurnya. Lelaki yang pulang begitu hari sudah subuh tanpa mengatakan apapun dan langsung merebahkan tubuh. Bahkan tanpa mencium bibirnya ataupun Carmen, seperti hal yang selalu Bagas lakukan setiap kali ia datang di jam berapa pun."Mami...! aku tak bisa menemukan pita pink-ku!" teriak carmen membuat M
Baca selengkapnya
32.Lautan kebohongan
"I am cuter,"  ucap Joe membuat Miranda tertawa saat Seth terbatuk mendengar deklarasi sang adik yang begitu percaya diri."You know what, Little Bear? your the cutest in the whole universe," yakin Seth setelah batuknya reda yang disetujui Miranda dengan anggukan."Universe? what is that? Is it yummy?" tanya Joe membuat Seth tertawa makin keras."Well [dunia bisa terasa sangat enak terkadang] ekhem! something wrong with my throat," ucap Seth berdehem saat mendapti tatapan mengancam Miranda.Anak sulungnya ini terkadang bisa sangat mesum tak perduli pada siapa yang diajaknya bicara."So its food? Can I buy it?" tanya Joe yang dijawab Seth dengan menggerakkan telunjuknya."No?""Yes, Little Bear. Universe mean everything in the world. [Bumi, bintang, bulan, langit, meteorite, planet, matahari dan semua yang ada di dalamnya]""So, I can't buy it, than?""Kamu tak perlu membelinya, Little Bear.""Why?""Ka
Baca selengkapnya
33. Bak kumbang terjerat
'Kenapa dua bocil ini tak pernah bisa akur, sih?' batin Eva menarik dalam nafasnya.Guru muda yang jeweran mautnya sudah terkenal ini, menatapi dua bocah kecil yang juga memandanginya. keduanya sesekali memberi tatapan tak ramah pada satu sama lain. Sedangkan bule kecil yang pipinya merah menatapi ketiganya, berharap ia akan segera mengerti ucapan orang-orang yang ada di sekitar dirinya."Baiklah, karena tidak ada yang membuli dan dibuli, kalian berdua lebih baik baikan terus main bareng. Ok?""Tidak mau!" jawab Rei dan Carmen hampir bersamaan, membuat guru muda itu tersenyum dan menyentuh kepala keduanya."Setidaknya kalian sepakat untuk sesuatu sekarang. Jadi, Miss mau kembali duduk dan kamu Rei jangan terlalu nakal pada seorang lady," ucap miss Eva menyentuh kuping Rei pelan, membuat Carmen tersenyum."Rasain," ucap gadis kecil berpita pink yang lalu duduk di kursinya, sementara Rei yang sama sekali tak merasa sakit hanya memanyunkan bibir
Baca selengkapnya
33-34. kesimpulan salah, bak kumbang terjerat
33-34.Mata awas milik miss Eva yang memainkan jarinya diatas meja, tampak kalah dengan suara bocah-bocah lucu, imut juga menggemaskan yang asik bermain sambil mengocehkan apapun yang mereka mau.Cerita yang terdengar begitu antusias dari mulut-mulut basah berpipi tembem itu mengalahkan berita termenarik yang Pernah di wartakan.Cerita dari ocehan mulut-mulut yang masih belajar bagaimana mengenali angka dan huruf dibarengi bermain dan tidur siang jika sudah waktunya, Snack time yang akan begitu disambut gembira bocah-bocah pecinta manis yang akan lebih memilih apa yang mereka lihat daripada rasa.Ocehan yang terkadang terlalu remeh tapi begitu penting bagi si pencerita. Anak-anak berumur 3 tahun yang akan membuat guru galak mereka yang cerewet ini pusing dan tersenyum di saat yang sama.Cerita yang berawal setelah merek pulang kemarin, sarapan apa yang mereka makan pagi ini, kartun yang mereka tonton pagi tadi, mimpi apa malam tadi, dongeng apa yan
Baca selengkapnya
35. Airmata tanpa rasa
"Setiap orang bisa lepas kontrol saat emosi, Maya. Dan jikapun mereka memukuliku aku akan terima itu," ucap Bagas sungguh-sungguh. Membuat wanita yang wajahnya begitu dekat dengan wajah Bagas itu, memalingkan wajahnya sendiri.Maya tau ada hal yang tak bisa ia kendalikan dengan caranya, kalau Bagas sudah menatapnya seperti ini, tak tergoyahkan. Dan Maya sungguh tahu itu!"Ta ... tapi aku tak ingin kamu terluka, Mas," ucap Maya yang wajah murungnya tak mau ia perlihatkan sampai tangan Bagas menyentuh dagunya. Memaksa wanita itu, memperlihatkan wajah tangisnya pada Bagas. Lelaki yang sudah dimabuk asmara.Bagas seperti kumbang yang tak sadar betapa ia sudah dimabukkan oleh bunga yang tampilan dan wanginya sempurna, tapi entah bagaimana bagian dalamnya.Cinta Bagas pada Maya sungguh sudah membuatnya buta. Sebuta cinta Arum yang juga menyerahkan hatinya pada pria yang tampak begitu terpedaya ini.Terpedaya pada bunga yang dalamnya tak secantik yang May
Baca selengkapnya
36. Menangis darah
"(Om Sani, lama banget itu berapa lama? Sejam apa seharian?)"Sekali lagi Arimbi bertanya, membuat Sani mengalihkan pandangannya dari Arum, "kalau menurut Arimbi lama sekali itu berapa lama?" tanya Sani membuat Arimbi terdiam.Gadis kecil yang tubuh dan pipinya dipenuhi luka membiru itu terlihat berpikir keras lalu mengangkat tangan kecilnya pada Sani.Arimbi menunjukkan empat jarinya pada Sani yang ia tatap, lalu menekuk kelingking kecilnya sendiri yang terus kembali karena jempol Arimbi tak bisa menahan kelingking kecilnya itu.Sampai akhirnya Sani membantu gadis kecil yang terlihat begitu sibuk, ia membantu menahan kelingking Arimbi agar tak terus berdiri bersama tiga jarinya yang lain."Tiga?" tanya Sani membuat Arimbi mengangguk, "tiga hari?" tanya Sani membuat gadis kecil itu menggeleng."(3 jam, Om Sani,)" jawab Arimbi lalu terkikik geli, "(tiga hari itu lamaaaa sekali, Om, kalo bangun nanti bisa-bisa kepala mama pusing,)" ucap bibir
Baca selengkapnya
37. Hukum manusia.
"Neng arimbi, mau apa? Mau makan? Minum? apa mau pipis?" tanya bi Lisa membuat gadis kecil di depannya berpikir sambil menatapi sang mama. "(Bibi, aku mau minum teh,)" ucap Arimbi lupa suaranya tak terdengar lalu menatap sang bibi yang hanya diam menunggu nona kecilnya memberi jawaban. "Neng Arim mau apa?" ulang bi Lisa membuat Arimbi memiringkan kepala berbalut perbannya, heran. Karena ia sudah mengatakan yang ia mau. "(ah!)" dan seperti ingat sesuatu. Gadis kecil yang sadar suaranya tak terdengar karena percaya tenggorokannya sakit itu menatap menatap wanita yang menunggu dengan senyum meski mata bi Lisa sembab. Jika gadis kecil ini adalah gadis sama yang tadi pagi pergi ke sekolah dengan semangat meski sedih tak bisa ikut Arum yang naik mobil wiu-wiu. Arimbi pasti sudah bertanya banyak hal pada Lisa, bertanya kenapa wajahnya berbeda dan akan terus bertanya lalu bercerita apa saja yang ia lakukan di sekolah, dapat snack apa saja kemarin, apa saja ya
Baca selengkapnya
38. Sentuhan semu.
"Untuk apa manusia menciptakan hukum kalau tak bisa digunakan dan pilih kasih?" ucap Lency membuat wanita di sampingnya diam menatapi Arimbi."Padahal mereka si pencipta hukum itu mengatakan dengan mulut mereka sendiri semua sama di mata hukum. Haah, betapa munafiknya," geram Lency kembali menarik nafasnya dalam-dalam, mengepalkan tangannya kuat, lalu tersenyum meski matanya menunjukan kemarahan dan kecewa."Kurasa kamu benar, Bi Lisa. Mungkin memang hanya Tuhan yang adil dan tak memilih siapa dirimu, dari mana asalmu, siapa orang tua yang melahirkanmu, apa margamu, sebanyak apa harta yang kau miliki, siapa penguasa yang kau kenal. Karena semua sama di mata Tuhan, setidaknya itu yang kupercaya."Lency yang memandangi Arimbi, menggigit bibirnya keras sampai terasa sakit, lalu memandang langit-langit ruang rawat inap Arum yang jadi terasa menyesakkan."Hanya saja, aku muak pada hukum manusia yang katanya untuk manusia. Tapi, nyatanya- hukum manusia tak berl
Baca selengkapnya
39. A fool man!
"Kamu, takkan pergi kemana pun, Bagas. Kecuali menemaniku dan carmen," ucap Maya menarik begitu dalam nafasnya beberapa kali, ia mengatur emosinya yang tak ingin ia tunjukan lalu tersenyum saat rasanya kembali tenang.Wanita yang menyibak kasar selimut yang ia pakai itu turun dari ranjang berantakan dan masuk ke kamar mandi, menyusul Bagas yang terkejut ada tangan yang memeluknya dari belakang dengan gerakan manja yang membuat Bagas terdiam di bawah aliran dingin air shower."Seharusnya kamu membangunkanku, Mas, dan kita bisa mandi bersama," ucap Maya begitu manja dengan tangan menyusuri dada pria yang membalikkan tubuh."Apa yang tadi belum cukup?" tanya Bagas yang kepalanya ditarik Maya lalu mengecup bibirnya begitu lapar."Kamu tak pernah membuatku cukup, Bagas satrio aji," ucap Maya menunjukkan senyum menantang, "tapi, kita bisa lanjutkan ini nanti atau kita akan terlambat menjemput Carmen.""May-""Please, Mas Bagas. Anak kita merinduka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status