All Chapters of Ada apa dengan tunanganku?: Chapter 11 - Chapter 20
52 Chapters
Bab 10. Tersenyum
Today I smile.When I’m with you as if nothing happened, as if I’m doing fine._I Smile_“Semalam kamu dari mana, Kak?” Tanya Ayah padaku. Aku duduk tepat di kursi yang berhadapan dengan Ryan. Aku terkekeh melihat laki-laki itu masih menatapku kesal karena kemarin malam. Uhh.. Jika saja ini bukan di meja makan, aku pasti tengah mengejek laki-laki muda itu. “Malam mingguan.” Jawabku santai. “Sama siapa?!” Aku terkejut ketika mendengar mereka semua kompak bertanya dengan pertanyaan yang sama padaku. Aku mengerjap pelan ketika mereka semu
Read more
Bab 11. Harusnya kamu
If it’s not you, I’m not._Gotta be You_Aku memperhatikan wajah serius Alvin ketika laki-laki itu memperhatikan kedua cincin dengan model yang berbeda di tangannya. Dengan alis yang tebal dan mata tajam yang mempesona serta rahang tegas yang semakin menambah sempurna wajahnya. Aku jatuh berkali-kali karenanya. Diam-diam aku tersenyum ketika dia memilih sepasang cincin yang telah kupilih sebelumnya. Kukira Alvin akan mengabaikan cincin pilihanku karena dirinya memiliki cincin pilihan sendiri, tetapi ternyata Alvin memilihnya, dia menyukai pilihanku. Alvin menoleh ke arahku yang duduk di sebelahnya. “Suka yang model itu, kan?” Tanyanya. Aku mengangguk penuh semang
Read more
Bab 12. Aku butuh kamu
Why I do still love you when you’re the reason for this pain?Why can’t I just say goodbye when all you do is make me cry?_I Need You_Seminggu sudah terlewati sejak terakhir kali aku bertemu Alvin ketika kami memutuskan untuk memesan cincin untuk pernikahan kami nanti. Tak terasa waktu pernikahan kami semakin dekat. Semua hal yang menyangkut pernikahan telah mulai dipersiapkan oleh kedua orang tuaku dan Alvin. Ibu dan Mama sangat antusias dengan pernikahan ini karena pernikahan ini adalah pernikahan pertama untuk keluargaku dan keluarganya. Sebenarnya Alvin memiliki seorang saudara laki-laki yang usianya terpaut 2 tahun lebih muda dibandingkan dirinya bernama Althaf. Laki-laki yang tak kalah tampan dari Alvin itu memiliki karakter yang sangat ja
Read more
Bab 13. Reuni
Lampu yang redup serta suara yang bising menjadi pemandangan pertama yang kujumpai ketika masuk ke dalam sebuah klub. Kedua mataku berkeliling mencari seseorang yang telah mengajakku datang ke tempat ini, tempat yang belum pernah kudatangi sepanjang hidupku.   Lambaian tangan seseorang yang tengah duduk di sofa di sudut ruangan  membuatku melangkah mendekat kearahnya. Matanya menyapu menilai penampilanku yang berdiri di depannya lalu terkekeh seolah kemeja dengan celana jeans yang kukenakan adalah hal yang salah. Aku mendelik kesal, namun tak urung tetap duduk di sampingnya.   “Kemeja? Come on! Ini club, Mbak. Salah kostum, ya?” Ledeknya. Matanya masih menatapku geli dengan senyum yang cenderung meremehkan.  
Read more
Bab 14. Apes
Sinar mentari mulai menyorot saat aku telah menyelesaikan putaran kedua lariku. Aku berhenti tepat dibawah pohon dimana kami berjanji akan bertemu. Aku menyeka keringat yang mengalir sembari mengedarkan pandangan mencari keberadaan mereka. Aku berdecak. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 8 pagi dan ini sudah terlambat satu jam dari waktu yang dijanjikan namun tak ada satu pun dari mereka yang menampakkan dirinya. Ponsel sengaja tidak kubawa demi menghindari Alvin yang kemungkinan besar meneleponku di hari minggu ini dan aku menyesali keputusanku itu. Andai saja aku membawanya, aku mungkin bisa menghubungi salah satu dari mereka demi memastikan pertemuan kami ini. Aku memutuskan untuk duduk dan meluruskan kedua kakiku yang cukup terasa pegal setelah berlari. Seorang anak kecil menghampiriku dan menawarkan sebuah air mineral yang
Read more
Bab 15. Dia tahu?
Aku melirik ponselku yang berdering di atas ranjang, menghela nafas ketika melihat namanya masih setia meneleponku sejak beberapa jam yang lalu. Setelah selesai lari pagi yang berujung pada mereka yang menceramahiku soal pernikahan, aku langsung pulang ke rumah dan membersihkan diri. Sebelumnya aku memang sempat mengecek ponselku terlebih dahulu, dan benar saja, Alvin terus menghubungiku sejak pukul 7 pagi. Dia juga mengirimiku pesan yang kebanyakan berisi menanyakan keberadaanku dan menyuruhku untuk mengangkat telepon darinya. Aku memutuskan untuk membiarkan ponsel itu terus berdering. Masih ada waktu 2 jam sebelum waktu makan siang, mungkin membaca buku adalah pilihan terbaik sembari menunggu waktu berlalu. Aku pun keluar dari kamar dan memasuki ruang perpustakaan kecil ya
Read more
Bab 16. Makan siang bersama
Aku memperhatikan Alvin yang tengah berdiri memesan makanan untuk menu makan siang kami berdua di sebuah restauran yang pernah kami kunjungi beberapa kali. Walau hanya dengan jaket hitam serta celana jeansnya, ternyata penampilan Alvin masih cukup menarik bagi kaum hawa sepertiku. Aku memperhatikan sekeliling sembari menilai. Hampir ada 8 wanita yang terus melihat kearahnya, sementara 3 orang lainnya tidak peduli. Aku mendengus, tentu saja mereka bertiga tidak peduli, aku baru menyadari jika ketiganya adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang sudah memiliki anak beserta suami yang duduk di sampingnya. Untung saja aku memilih duduk ketika Alvin memutuskan untuk memesan makanan. Tidak terbayang jika aku harus berdiri di samping laki-laki yang nyaris sempurna –sebagai manusia biasa- dengan beberapa mata yang menatap Alvin penuh puja. B
Read more
Bab 17. Waktu
Waktu berjalan cepat ketika aku tak menyadari. Namun begitu lambat saat kau pergi seolah tak'kan kembali. _Waktu_     Di sinilah aku berada. Sebuah butik dengan beberapa gaun serta kebaya khusus untuk pernikahan terpajang di sebuah manekin yang diletakan di depan kaca toko. Namun ada beberapa gaun biasa lainnya yang juga mereka jual.   Sudah hampir dua minggu aku tidak melihat tunanganku. Meskipun begitu, Alvin selalu meneleponku ketika hari menjelang malam. Seharusnya fitting baju pengantin ini kulakukan bersama Alvin. Namun karena laki-laki itu tengah keluar kota, Mama meminta Ibuku untuk menemaniku pergi ke butik bersamanya.   Aku melihat jam di tanganku untuk yang ke sekian kalinya dan kembali menghembuskan nafas. Sudah tiga puluh menit berlalu sejak aku tiba di butik ini, namun kedua orang tua itu belum juga muncul.   Beberapa pegawai toko memperhatikan gerak-gerikku
Read more
Bab 18. Hangout
Ketika sebuah rencana hadir, bukan tak ingin berbagi, hanya berusaha menyimpannya sebentar. Mungkin ini hanya bualan tanpa realisasi di depan. _Hangout_ Aku menatap geli ke arah seorang wanita yang tengah memekik kesal ke arahku. Aku menggeleng dengan senyum kecil mendengar penuturannya tadi. Hanya satu kalimat yang terlintas di kepalaku, tidak masuk akal.   “Lo harus percaya, Ra!” Kesalnya. Matanya mendelik sebal kearahku.   Aku mengelap bibirku yang terkena noda saus menggunakan tisu kemudian menyesap minumanku dengan perlahan. Melihat wajahnya yang merengut kesal membuatku tersenyum kembali. “Iya, iya, gue percaya kok.” Ucapku sembari mengangguk kecil.  
Read more
Bab 19. Seminar
Aku menatap papan hijau penunjuk jalan yang akan di lewati dengan malas. Aku mencoba bergerak mencari posisi ternyaman yang bisa kudapatkan. Perjalanan masih cukup panjang hingga akhirnya aku dan dia bisa sampai di tempat tujuan kami. Tidak, salah, hanya tempat tujuannya. Aku melirik dia yang terfokus pada jalan lurus tanpa hambatan di depannya. Lalu memilih melihat keluar jendela setelahnya. Hanya ada mobil-mobil yang melaju saling membalap yang bisa kutemukan. Aku berdehem. “Lo kok nggak bilang dari kemarin sih?” Tanyaku agak jengkel. Dia tersenyum dan melirikku sekilas sebelum fokusnya kembali pada jalanan. “Gue takut lo nolak jadi sengaja jemput tanpa bilang dulu.” Sebuah kekehan kecil mengakhiri kalimatnya. 
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status