All Chapters of Hello, My EX: Chapter 21 - Chapter 29
29 Chapters
Kesempatan Terakhir
Arsan dan Rea keluar dari ruang Pak Siswoyo—penanggung jawab BEM—dengan wajah lega bukan main. Keduanya baru selesai laporan tentang seminar kenegaraan kemarin dengan sukses. Tinggal lanjut ke agenda selanjutnya yaitu ulang tahun kampus yang semakin dekat."Rapat sekarang?" tanya Rea sambil melirik Arsan."Satu jam lagi, deh, gue ngambil napas dulu."Rea mengangguk, setuju dengan Arsan. Tidak mudah berhadapan dengan Pak Sis saat sedang laporan agenda. Beliau orang yang perfeksionis dan mau semua rincian jelas di matanya. Kalau bukan orang yang cakap, sudah lewat dibabat beliau.Sesampainya di markas, Arsan langsung mengambil posisi berbaring di sebelah Marham yang asyik main PUBG dengan yang lain. Suara-suara berisik ditambah umpatan-umpatan kasar khas anak gamers yang lagi mabar langsung masuk ke telinga suci Rea. Gadis itu mendengus."Itu mulut kotor semua kayaknya. Segala jenis binatang diab
Read more
Gara-gara Status
"Lo ngerasa aneh nggak, sih?" Ara menyikut sahabatnya yang sedang menikmati semangkuk bakso dengan hikmat."Apaan?""Itu, mantan lo, dari tadi mukanya cerah banget. Nggak biasanya juga dia tebar senyum. Hiii~ merinding gue."Rea melirik Kavi yang tengah mengobrol dengan teman sekelasnya di meja depan. Bola matanya bergulir lagi ke makanannya.Segitu senengnya, padahal udah lewat seminggu yang lalu, batin Rea. Bibirnya berkedut menahan senyum."Oh! Jangan-jangan abis jadian sama adek tingkat yang kemarin. Siapa namanya? Ka ... Kani? Kina?"Uhukk!"A ....""Eh, Re, lo kenapa? Duh!" Ara menyodorkan segelas air putih padanya sambil menepuk-nepuk punggung Rea. "Pelan-pelan minumnya.""Uhukk.. uhukk." Rea memejamkan matanya erat-erat. Wajahnya juga memerah.Rea meraup udara dengan rakus saat be
Read more
Double Date
Rasanya Rea mimpi indah tadi malam, terlihat dari bagaimana wajah ayu itu berseri sepagi ini. Ayahnya sampai tak lepas menatap putri cantiknya itu."Ayah merinding, Re," ungkap Ardi saat Rea duduk di depannya. Mereka sedang sarapan pagi ini."Oh iya? Kayaknya Ayah perlu dirukiah.""Re, kok gitu?" rengek Ardi. Ya, pria dewasa yang maaih suka merengek ya hanya Ardi."Kenapa, Yah? Katanya merinding, ya berarti Ayah lagi dikelilingi mahluk ghaib, harus diusir, kan?""Hih, dasar kanebo kering, kaku kayak plafon rumah.""Hm, ya, ya." Rea cuek-cuek saja. Karena bukan hanya sekali Ardi bertingkah seperti remaja baru puber."Rea mau ke toko buku nanti siang.""Sendiri? Sama siapa?"Rea tak langsung menjawab, seperti sudah tahu respons ayahnya akan seperti apa."Re, Ayah nunggu, lho.""Kavi."
Read more
Home Date
Kampus Suryadharma sedang sibuk mempersiapkan acara donor darah yang rutin diadakan setiap tiga bulan sekali. Bekerja sama dengan PMI setempat, acara ini akan diikuti serentak di seluruh fakultas kampus. Para dosen pun ikut mendonorkan darahnya."Edrea," panggil salah seorang anggota BEM F dari fakultas kedokteran."Yo, Ran, gimana persiapan?""Udah mateng, tinggal briefing aja. Kalian mau buat dokumentasi, kan?""Iya, jadi, siapa yang bakal ngeliput bareng gue?""Karena ini bukan acara khusus orang kampus kita, gue undang anak kampus lain buat ngeliput. Anaknya pernah ke sini, kok. Dia bilang mau sukarela-ah, itu orangnya," tunjuk Rani. Rea berbalik dan membulatkan matanya."Itu?" Rea mencoba meyakinkan.Seorang laki-laki berjalan dengan senyum manisnya menuju tempat Rea dan Rani berdiri. Senyum yang sangat familiar."Halo, Ran, Re, apa kabar?""Baik, lo sendiri gimana, Ga? Maaf, ya, gue agak sibuk jadi belum bisa konta
Read more
Raga dan Hobinya
"Halo," sapa Raga sambil tersenyum manis. Rea ikut tersenyum sambil bersandar di kap depan mobilnya."Feeling unwell?" tanya Rea.Raga menggeleng, "Gue lagi dalam kondisi terbaik sepanjang sejarah."Rea tak mau ambil pusing. Mungkin memang hanya perasaannya saja. "Mau ke mana kita?""Katakan peta, katakan peta," balas Raga sambil menirukan suara Peta dalam kartun kesayangan adiknya, Dora the Explorer.Rea tertawa sejenak, lalu wajahnya dibuat sedatar mungkin, "Serius?""Asem banget muka lo, kayak mangga muda. Kenapa, sih? Kena sindrom akatsuki?" Raga masih mengajaknya bercanda. "Emangnya cewek ngambek cuma karena lagi PMS doang? Jalan, yuk," ajak Rea. Raga tersenyum saat Rea dengan seenaknya langsung masuk ke mobilnya.Raga menahan senyumnya saat sudah masuk mobil, "Nggak sabaran banget mau jalan sama gue. Kita bakal ke tempat di mana lo bisa lihat mahakarya gue yang lain.""Awas kalau nggak sesuai ekspektasi."
Read more
Mendung
"Kavi!" panggil Rea sambil berlari ke arahnya. Cowok itu sedang duduk di depan ruang ICU dengan kepala menunduk."Rea." Kavi berdiri, dan Rea langsung memeluk Kavi erat. Tangisnya pecah membuat hati Kavi berdenyut."A-ayah ... Ayah gimana? Kenapa bisa masuk rumah sakit? Tadi pagi masih sarapan semeja sama gue, Kav.""Sshh! Tenang, tarik napas, lo nggak boleh kacau gini. Om Ardi nggak suka lo nangis." Tangan Kavi mengusap air matanya. Rasa hangat menjalar, Rea tenang seketika.Kavi melirik Raga yang berdiri di belakang mereka. Cowok itu mengangguk pada Kavi."Ga, duduk," ucapnya tanpa vokal. Mereka pasti habis kebut-kebutan di jalanan, dan itu tidak mudah."Gue beli minum dulu. Lo mau nitip apa?""Tolong, susu  coklat buat Rea. Kalau bisa yang dingin. Sama nasi goreng buat lo, Rea, dan Bu Difa, kalau lo nggak lagi buru-buru." Keduanya melirik seorang wanita dewasa yang tampak diam mengamati Rea. Kavi mengangguk."Lo nggak p
Read more
Gelap
"Re," peluk Ara sesampainya Rea di kelas. Teman-temannya yang sudah datang juga ikut memeluk Rea. Tangis gadis itu mulai tak terbendung. Sudah hampir seminggu ayahnya di rawat. Meski pikiran kalut, Rea tetap harus melanjutkan hari-harinya. Dia tidak boleh melalaikan pendidikan. Jika Ardi tahu Rea membolos selama tiga hari kemarin, dia pasti dimarahi."Gimana bokap lo? Ah, gue ... gue boleh nanya itu nggak?"Rea tersenyum tipis, "Bokap sedikit membaik, cuma dia masih betah tidur. Nggak kangen kali sama anaknya. Nggak ada Bokap, uang foya-foya gue harus dialihin buat duit sarapan, deh," candanya. Teman-teman Rea memaksakan senyum."Yang terbaik buat Bokap lo, Ra. Semoga lekas sadar, biar lo nggak galau lagi. Kayaknya lebih enak dijutekin dari pada lihat lo meler gini.""Tai lo."Husshh, language, Re," kata teman-teman Rea kompak.Melihat itu, mau tidak mau Rea tertawa. Yah, nggak buruk juga kuliah saat  kondisi hati dan pikir
Read more
Cincin
Rea pulas dalam pelukan Lara. Gadis itu benar-benar seperti anak kecil yang erat memeluk ibunya. Tangan halus Lara mengelus kepala Rea.Dia tak mungkin lupa pada gadis yang sepanjang waktu selalu dicintai oleh Kavi. Bahkan saat mereka terpisah jarak, di tengah Kavi mati-matian memulihkan mental mereka yang harus kehilangan suami dan anak bungsunya, Kavi tak pernah melupakan Rea.Gadis cantik yang selalu menyebarkan warna baru di dalam keluarganya. Rea yang ceria, Rea yang selalu tersenyum ramah, kini hilang. Warna hidupnya redup seketika. Lara berusaha mencari saklar itu, tapi tidak bisa dia temukan. Rea begitu kehilangan, hatinya gelap, rona wajahnya memudar.Pintu kamar Rea diketuk pelan. Kavi berdiri di depan pintu yang dibiarkan terbuka sejak tadi."Abang, belum tidur?" tanya Lara lembut.Kavi menggeleng, meletakkan segelas air hangat untuk Lara minum. "Rea gimana?""Udah tenang. Ibu nggak dibiarin bergerak, nih."Kavi tersenyum t
Read more
Rumah Raga
Ini aneh, Raga tidak pernah menghubunginya lagi sejak terakhir mereka berpisah di rumah sakit. Terhitung sudah hampir sebulan.Apa Raga marah karena Rea harus pergi ke rumah sakit, dan mengacaukan acara jalan-jalan mereka?Nggak, Raga bukan orang yang kayak gitu, deh. Masa iya, ada orang ngambek setelah tahu anggota keluarga temennya masuk rumah sakit.Apa Raga sakit? Atau sibuk, mengingat Raga juga anggota BEM di kampusnya?"Re, awas!" Sebuah tangan dengan cepat menarik tubuh Rea mundur ke belakang."Hah?" Jantung Rea berdegub kencang. Dirinya berada di pinggir jalan raya dengan motor dan mobil laku lalang dengan kecepatan yang tidak pelan.
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status