All Chapters of Sang Pendekar: Chapter 31 - Chapter 40
127 Chapters
Serangan mendadak dari para prajurit kerajaan Kuta Waluya
Tiga hari berikutnya, Prabu Erlangga dan Senopati Randu Aji sedang dalam perjalanan hendak melakukan kunjungan ke barak para prajurit yang dipimpin oleh Anggadita."Ki, Aki!" teriak seorang warga berlari ke arah Ki Rona yang saat itu sedang berada di beranda kediamannya."Ada apa, Junta?" tanya Ki Rona memandang wajah Junta yang merupakan seorang pemuda yang kesehariannya bekerja di barak sebagai juru masak."Sore ini, Prabu Erlangga akan tiba di desa ini, menurut keterangan dari para prajurit yang ada di barak rombongan sang Prabu sudah berada di perjalanan," kata Junta menjawab pertanyaan dari Ki Rona. "Baiklah, aku akan segera ke sana dan segera beritahu penduduk untuk menyambut kedatangan sang Raja!""Baiklah, Ki," pungkas Junta langsung bangkit dan berlalu dari hadapan Ki Rona yang merupakan orang nomor satu di desa tersebut.Beberapa saat kemudian, rombongan dari istana sudah tiba di barak tersebut. Kehadiran sang Raja sangat disambut hangat
Read more
Kuta Gandok
Setelah mengalami kekalahan, para prajurit dari kerajaan Kuta Waluya langsung kembali ke istana. Mereka melaporkan hal tersebut kepada sang Raja yakni Prabu Durdona sebagai penguasa tertinggi di kerajaan Kuta Waluya. Prabu Durdona tampak murka dengan berita buruk itu."Kalian sangat gegabah dan tidak dapat memprediksi kekuatan musuh sebelum melakukan penyerangan," ujar Prabu Durdona berbicara di hadapan Panglima Gonadarma dan para prajuritnya."Maafkan hamba, Gusti Prabu," ucap Gonadarma tertunduk di hadapan sang Raja.“Bukan pekerjaan yang sulit. Jika saat itu, kalian benar-benar punya trik dan kepintaran dalam membumi hanguskan barak tersebut," kata Prabu Durdona. "Kalau sikap kalian tetap ceroboh seperti ini, maka tidak akan ada di antara kalian yang akan mampu membangun kerajaan ini dengan baik dan kita akan kehilangan banyak wilayah kekuasaan," sambung Prabu Durdona."Kami mengakui itu semua kesalahan kami, Gusti Prabu." Tertunduk Gonadarma dan tidak b
Read more
Perseturuan dua kerajaan Kuta
Kadipaten Kuta Gandok, sudah mulai berbenah diri. Para prajurit dan rakyat sangat antusias dalam membangun Kadipaten baru itu, berbagai sarana penting untuk pemerintahan kota sudah dibangun, ditopang oleh pasilitas lengkap sarana umum untuk rakyat, pasar dan tempat peribadatan pun sudah lengkap. Kuta Gandok digadang-gadang sebagai kota kedua terbesar yang ada di wilayah kerajaan Sanggabuana. Hal itu menjadi kecemburuan sosial bagi para penguasa kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya."Harusnya aku mempunyai satu orang petinggi lagi," ucap Adipati Anggadita lirih. "Untuk membantuku dalam menjalankan roda pemerintahan kadipaten ini," tambahnya di sela perbincangannya dengan Aryadana dan Ki Rona."Aku rasa Ki Rona adalah orang yang tepat untuk menjadi wakilmu, Raden!" saran Aryadana sedikit menoleh ke arah Ki Rona.“Ah, Raden bisa saja,” Ki Rona tertawa kecil, ia tampak tersipu dengan perkataan dari Aryadana."Nah ... kira-kira Aki bersedia tidak?" tan
Read more
Agresi perang di depan mata
Ki Bayu Seta ternyata menaruh perhatian lebih kepada cerita itu. Maka ia pun bertanya, “Jadi, sang Prabu sekarang sudah merencanakan siasat dalam peperangan nanti?"Prabu Erlangga menjawab lirih pertanyaan dari sang penasihat istana, bersikap ramah dan tidak mengurangi rasa hormatnya terhadap sang Guru, “Ya, aku sudah menyiapkannya dari jauh-jauh hari, dan itu masih akan aku pertimbangkan lagi bersama para panglima perang.”Senopati Randu Aji pun mulai angkat bicara di hadapan sang Raja dan ia sedikit memberanikan diri untuk bertanya, “Dari mana kita akan mengawali penyerangan itu, Gusti Prabu?”“Di daerah Conan sebelah Utara, karena menurutku di Utara adalah tempat yang tepat untuk melakukan istirahat dan mengatur siasat sebelum melakukan penyerangan!" tegas sang Raja penuh pertimbangan.“Conan Utara?” tanya Senopati Randu Aji mengerutkan kening.Ia belum mengetahui tentang daerah tersebut, bahkan belum pernah
Read more
Tiga hari menjelang perang
Senopati Randu Aji berkata, “Tidak ada bedanya kau dengan sebuah sumpit, aku memakai panah. Sedang yang aku kejar berlari kencang sekali, yang kau kejar tidak.”“Kau rasa menyumpit kelinci atau burung lebih mudah dari memanah seekor rusa yang punya kecepatan dalam berlari?""Aku rasa seperti itu, sesuai dugaanku." Tertawa lagi sang Senopati.Perbincangan mereka pun terhenti kala mendengar jejak langkah di balik semak belukar yang ada di sebelah kanan posisi mereka."Sepertinya, itu jejak langkah seekor rusa atau babi hutan." Rangkuti memalingkan pandangannya ke arah semak belukar itu dan langsung mengarahkan busur panah ke tempat tersebut."Hati-hati ... jangan sampai meleset lagi!" Senopati Randu Aji mengingatkan."Tenang saja ... aku pasti bisa menancapkan dengan sempurna anak panahku ini!" ucap Rangkuti berkeyakinan tinggi.“Sebaiknya kau turun. Kau tidak akan bisa memanah sambil naik kuda!" saran Senopati Randu Aji.
Read more
Perjalanan menuju Alas Conan
Para prajurit berkuda berjalan memacu kuda mereka perlahan untuk menuju alas Conan Utara. Mereka berada di barisan depan mengawal sang raja yang berada di kereta kencana bersama sang senopati lengkap dengan busur panah melekat di punggung masing-masing prajurit itu.Di barisan kedua, tampak para prajurit pedang berjajar rapi mengikuti para prajurit panah disusul oleh ratusan meriam yang ditarik dengan menggunakan ratusan gerobak kuda dan sapi berukuran besar-besar.Di sepanjang perjalan, sang raja tidak melihat Anggadita sehingga menimbulkan rasa penasaran baginya, bertanyalah ia kepada sang senopati, "Aku tidak melihat keberadaan Adipati Anggadita, apakah ia tidak ikut dalam rombongan ini?"Sejenak sang senopati bangkit dari duduknya, sorot mata tajamnya mengamati barisan para prajurit berkuda yang ada di depan kereta kencana itu, tersenyumlah Senopati Randu Aji dan duduk kembali seraya berkata kepada sang raja, "Adipati Anggadita ada di barisan depan bersama Gondang
Read more
Dua perang besar akan segera terjadi
Setibanya di tempat tujuan, kuda-kuda itu pun berhenti. Kemudian, Adipati Anggadita pun turun dari kuda dan langsung menghampiri sang raja, "Mereka akan segera memasang tenda dan membuat perkemahan di area ini, Gusti Prabu," Adipati Anggadita memandangi wajah sang raja."Sebelum membangun perkemahan tolong panggilkan para prajurit Kundar yang sudah ikut dengan kita!" titah Prabu Erlangga."Baik, Gusti Prabu." Anggadita langsung melaksanakan tugas tersebut dan memanggil ke tujuh belas prajurit kerajaan Kundar itu.Mereka pun langsung melangkah menghadap sang raja, "Ada apa, Gusti Prabu?' tanya Domala dengan hati yang berdebar-debar. Khawatir akan adanya kemarahan dari sang raja kepada mereka.Domala merupakan seorang pimpinan belasan prajurit Kundar yang sudah bergabung dengan prajurit kerajaan Sanggabuana.“Domala!” seru sang raja menatap tajam ke arah Domala yang tertunduk di hadapannya.Domala mengangkat wajah dan berkata meskipun ia belum tahu
Read more
Perang besar pun terjadi
Ada segerombolan para pemuda di alas tersebut, tampak jelas mereka berpenampilan biasa dan sudah diduga kuat mereka itu merupakan pengungsi yang sedang mencari perlindunganAryadana berdiri dengan gagahnya menghadang orang-orang tersebut, sembari mengamati wajah-wajah mereka yang tampak kelelahan. Berkatalah Aryadana, “Hai! ... kalian ini siapa?” seru Aryadana mengarah kepada sekelompok orang-orang yang sedang berjalan menuju ke arah perkemahan.Sekilas terpancar kegembiraan di mata orang-orang tersebut, ketika mendapat sapaan dari Aryadana."Kami rakyat yang tertindas ... kami hendak mencari perlindungan," jawab salah satu di antara orang tersebut, berkata dengan lantangnya. "Kami kelaparan, kami butuh perlindungan!" sambungnya sedikit berteriak.Menolehlah Adipati Anggadita ke arah Aryadana, "Apakah kau mengenali mereka?"Tersenyum Aryadana seakan-akan ia mengetahui siapa mereka sebenarnya. Namun kemudian ia berusaha menghapus kesan itu dan berkata, “Aku tidak menge
Read more
Runtuhnya Kekuasaan Raja Sombong
Prabu Rawinta masih terlihat kuat dan terus berusaha untuk bangkit meskipun sebagian wajah dan tubuhnya sudah tampak hangus dan terkelupas."Aku akan abadi, dan aku tidak akan mati," ucap Prabu Rawinta.Meskipun sudah dalam keadaan lemah, ia masih tetap bersikap sombong dan takabur. Seakan-akan, ia tidak menerima kekalahan tersebut."Dewata yang akan menghentikan nafasmu wahai sang Prabu!" seri Senopati Randu Aji, sedikit merasa jengkel "Jangan banyak bicara kau anak muda!" gertak Prabu Rawinta sembari memuntahkan darah segar dalam mulutnya.Sejatinya, ia sudah tak akan lama lagi bertahan hidup. Mengingat kondisinya saat itu sudah dalam keadaan terluka parah. Namun, Prabu Rawinta masih tetap bertahan hidup. Mungkin karena dipengaruhi oleh ilmu kesaktian yang dimilikinya."Jangan jumawa kau Prabu!" kata Prabu Erlangga membungkukkan badan meraih kerikil kecil di atas tanah tempat ia berpijak. "Aku rasa kerikil ini akan mengantarmu ke Ner
Read more
Tugas Dari Sang Raja
Para prajurit itu pun langsung berbaris dengan rapi dan teratur. Mereka siap mendengar pengumuman yang akan diutarakan oleh sang raja sebelum kembali ke istana. Kemudian, berdirilah sang raja di hadapan ribuan para prajuritnya.Berkatalah sang raja, “Kalian sedang menjalankan tugas. Jika selama kalian bertugas kalian bertemu kembali dengan para penjahat dan akan terjadi sesuatu pada diri kalian, aku harap kalian bersiap mengabdikan diri untuk berjuang dalam memerangi keangkaramurkaan dan jangan lari hanya untuk menyandang gelar pengecut!"Serentak bergemuruh, para prajurit itu menyahuti ucapan sang raja. "Siap, Gusti Prabu ....""Untuk kalian, tidak akan kembali seutuhnya ke istana. Karena, aku akan menugaskan sebagian di antara kalian untuk tetap di sini!" kata Prabu Erlangga. "Empat ribu di antara kalian akan tetap berada di sini, untuk membangun Conan Utara menjadi sebuah kadipaten baru dalam memperkokoh kekuatan dan ekonomi kerajaan Sanggabuana! Apa kalian s
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status