Semua Bab Sang Pendekar: Bab 51 - Bab 60
127 Bab
Lintang Dan Winiresti
Matahari belum sepenuhnya tenggelam, saat itu Lintang sudah memasang tenda kecil yang hanya cukup untuk dijadikan tempat tidurnya dengan sang istri. Berdiri di sebuah lereng dengan menggunakan terpal sederhana yang terbuat dari bahan plastik, tampak sederhana yang terletak di pinggiran bukit dekat dengan jalan setapak yang mengarah ke Kuta Tandingan tanpa ada seorang pun atau ada rumah yang terlihat di lereng bukit itu.Lintang mengeluarkan perbekalan makanan yang ia simpan di sebuah tas yang tergantung di punggung kudanya itu, "Nyimas!" panggil Lintang mengarah kepada istrinya yang sedang bersusah payah menghidupkan api unggun hanya dengan gesekkan sebuah batu khusus."Iya, sebentar!" jawabnya masih terus berusaha menyalakan api."Tinggalkan saja, biarkan aku yang akan menyalakannya nanti. Kau tidak cukup tenaga!" kata Lintang.Namun, Winiresti tak serta-merta mengandalkan suaminya hanya untuk melakukan pekerjaan itu, hingga pada akhirnya api pun menyala
Baca selengkapnya
Tatap Muka Dengan Sahabat Lama
Di alun-alun Kuta Tandingan yang menjadi pusat ibu kota kerajaan Sanggabuana. Siang itu sedang ramai banyak dikunjungi oleh para pendekar dari paguron-paguron dunia persilatan yang ada di wilayah kerajaan tersebut, Randini dan Kuntila sedang mengamati antrian panjang dari para pendekar yang saat itu hendak mendaftar dan berpartisipasi dalam acara syaembara yang diadakan oleh pihak kerajaan."Kau lihat itu!" bisik Kuntila mengarahkan jari telunjuknya ke arah seorang pendekar tampan yang ada di barisan depan antrian itu.Randini langsung mengarahkan dua bola matanya dan mengamati sosok pendekar tampan itu, "Aku mengenali pendekar itu, tapi aku lupa akan namanya," kata Randini berbicara dengan datar. Lalu, berpaling ke arah kerumunan orang yang sedang berada di tempat tersebut."Winiresti," desis Randini raut wajahnya tampak semringah.Randini menoleh ke arah Kuntila, "Kau lihat siapakah wanita yang berdiri di sana!?"Kuntila mengangkat alis tinggi-ti
Baca selengkapnya
Hari Yang Naas Untuk Runada
Kemudian Panglima Aryadana, segera mengatakan mengenai hal yang tadi hendak dibicarakan oleh sang raja di hadapan para petinggi istana kerajaan. "Kuta Tandingan, kadipaten Conan Utara dan Conan Selatan serta kadipaten Alas purba. Akan segera memiliki adipati baru dan hal itu akan di umumkan hari ini," tutur sang panglima dengan jelasnya sedikit berpaling ke arah sang raja. "Akan tetapi, mereka akan dilantik dua hari yang akan datang di alun-alun istana di daulat langsung oleh sang raja," sambung Panglima Aryadana.Setelah itu, ia menyerahkan kepada sang raja untuk segera mengumumkan siapa saja yang hendak didaulat sebagai adipati dan maha patih baru di empat wilayah itu.Prabu Erlangga pun bangkit, ia bersiap untuk segera menunjuk siapa saja yang akan memegang kendali dari keempat wilayah tersebut. Lalu, ia pun berkata, "Baiklah ... hari ini aku akan menunjuk siapa saja yang akan menduduki jabatan sebagai maha patih di Kuta Tandingan dan tiga adipati di ti
Baca selengkapnya
Sayembara
Ketiga pria itu tampak kaget dan merasa bingung. Sejatinya, di hutan tersebut bukanlah tempat yang favorit bagi para kera-kera itu. Sehingga menimbulkan pertanyaan besar dari ketiga orang itu. "Aku tidak pernah menjumpai kera-kera ini sebelumnya, karena tempat ini bukanlah tempat favorit bagi kera-kera," ujar Donggala yang merupakan salah seorang pimpinan dari rampok tersebut. Kedua anak buahnya tampak cemas dengan keadaan seperti itu, kera-kera tersebut terus melangkah mendekati ketiga rampok itu. Seakan-akan, mereka berusaha untuk berinteraksi. Berkatalah seekor kera yang mempunyai bulu lebat dengan warna kuning keemasan dan bertaring panjang itu, "Jika berbicara tentang hutan yang kalian masuki sekarang, ukurannya tidaklah terlalu luas, karena ini merupakan hutan pinus yang sebagian besar tidak terdapat sumber makanan di tempat ini. Akan tetapi aku dan kawan-kawanku kenapa bisa berada di hutan ini? Jawabnya hanya satu, kalian bertiga orang pertama di hari
Baca selengkapnya
Tiga Panglima Baru
Hampir seharian acara sayembara berlangsung dan ada pertandingan terakhir yang tersisa kala itu. Antara Lintang dan seorang pendekar dari Alas Purba yang bernama Wanakarma.Pertandingan yang menentukan siapakah pendekar nomor satu dan akan berhak mendapatkan hadiah dari raja, ternyata dimenangkan oleh Lintang. Sehingga, ia menjadi seorang pendekar terkuat dalam sayembara tersebut dan berhak mendapatkan hadiah berupa 500 keping emas dan akan didaulat langsung menjadi seorang panglima tertinggi di kerajaan Sanggabuana.Wanakarma dan Putung Liung pun berhasil menjadi pendekar terkuat di peringkat kedua dan ketiga dan mereka masing-masing mendapatkan hadiah 200 keping emas dan didaulat menjadi panglima yang akan membantu tugas Panglima Lintang."Setelah ini, kalian segera ke istana dan aku akan membicarakan sesuatu kepada kalian bertiga!" tandas sang raja di sela perbincangannya dengan ketiga pendekar itu."Baik, Gusti Prabu. Kami akan segera ke istana," jawab Lintan
Baca selengkapnya
Wihesa Dan Pramudita
Di tempat yang berbeda tepatnya di kerajaan Kuta Waluya, Prabu Durdona teramat murka kepada para prajurit yang sudah membelot kepada kerajaan Randakala.Hal itu dilakukan oleh Siak yang merupakan prajurit seniornya. Siak dan seribu lebih wadiya balad kerajaan Kuta Waluya sudah resmi menjadi bagian dari para prajurit Randakala. Bahkan, mereka sudah berulang kali melakukan serangan terhadap pertahanan-pertahanan kerajaan Kuta Waluya yang ada di wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan kerajaan Randakala."Harus segera dituntaskan dan mengambil tindakan tegas terhadap kerajaan Randakala!" ujar Prabu Durdona di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Lalu, langkah apa yang hendak kita lakukan, Gusti Prabu?" tanya Senopati Bidukara memandang wajah sang raja.Sang raja pun menjawab pertanyaan Senopati Bidukara, "Di sini ada kau, dan aku percaya kepadamu untuk melakukan misi itu. Mudah-mudahan tidak ada peristiwa apa pun yang akan mengganggu wilayah ke
Baca selengkapnya
Mencari Obat Untuk Ki Sowandaru
Hari itu, Senopati Randu Aji berkesempatan untuk melakukan kunjungan ke wilayah Conan Utara bersama Panglima Lintang dan para prajurit pengawal. Hal tersebut berdasarkan titah sang raja yang meminta langsung kepada Senopati Randu Aji dan juga Panglima Lintang untuk memantau pembangunan tembok raksasa sebagai batas wilayah kerajaan Sanggabuana sekaligus yang akan menjadi benteng pertahanan kerajaan yang ada di kadipaten Conan Utara. Setelah mendapatkan tugas tersebut, Senopati Randu Aji segera pamit kepada istrinya, "Aku akan berangkat sekarang, Nyimas," ucap Senopati Randu Aji yang sudah bersiap hendak berangkat bersama Panglima Lintang. "Hati-hati, Kakang!" jawab Arumbi penuh kelembutan. Senopati Randu Aji tersenyum dan sedikit lebih mendekat ke arah sang istri kedua tangannya melekat di pundak sang istri, "Ada baiknya Nyimas minta ditemani oleh Winiresti!" saran sang Senopati sedikit mengangkat badan lalu mencium kening Arumbi. "Iya, Kakang. Nanti a
Baca selengkapnya
Serangan Mendadak Dari Empat Pria Bertopeng
Panglima Lintang sudah berhasil naik ke atas tebing dan tinggal Senopati Randu Aji yang masih berada di bawah."Gusti Senopati, ayo naik!" teriak Panglima Lintang.Akan tetapi tidak ada sahutan, Panglima Lintang terus memanggil-manggil Senopati Randu Aji."Gusti Senopati!" Panglima Lintang terus berteriak tak hentinya."Prajurit!" panggil sang panglima."Iya, Raden." Kelima prajurit itu segera menghampiri Panglima Lintang.Panglima tampak khawatir. Kemudian, ia segera memerintahkan kelima prajuritnya itu untuk turun ke bawah tebing, "Coba kalian turun, dan pastikan Gusti Senopati dalam keadaan baik-baik saja!" Raut wajah Panglima Lintang mulai diliputi rasa cemas dan penuh kekhawatiran terhadap keadaan senopatinya."Baik, Raden. Kami akan segera turun."Ketika lima prajurit itu sudah bersiap untuk turun. Tiba-tiba terdengar suara tertawaan dari atas pohon yang ada di belakang tempat berdirinya Panglima Lintang dan kelima prajuritny
Baca selengkapnya
Rahasia Kesaktian Ki Kalamujeng
Ketika pelayan itu sedang bercakap sembari mengobati luka Birawa. Tiba tiba terdengar suara dengusan berat, tanpa berpaling Birawa pun berkata, "Jayamena pun sudah terluka parah, orang yang mengenakan topeng tengkorak itu yang merupakan musuh paling ganas dalam melancarkan seranganuya jurus serangan yang ia miliki mempunyai perubahan yang sangat banyak dan sukar ditebak alur serangan sebelumnya!"Pelayan itu berpaling ke arena pertarungan bola matanya terus mengamati gerak-gerik orang bertopeng tengkorak hitam itu, ia pun melihat luka diatas kaki kiri Jayamena tampak muncul aliran darah yang amat deras darah segar mengucur keluar tiada hentinya, jelas luka yang ia derita amat parah sekali."Haruskah aku ikut bertarung melawan keempat pria bertopeng itu?" bertanya sang pelayan mengarahkan pandangannya ke wajah Birawa."Apakah kau cukup punya keberanian untuk membantu kami?" Birawa bertanya penuh keraguan."Aku tidak mempunyai ilmu bela diri tinggi. Akan te
Baca selengkapnya
Riwanda Dan Wirya Gugur Di Medan Perang
Di saat Ki Rona sedang terlibat dalam pembicaraan yang serius dengan Ki Kalamujeng dan ketujuh pengawal pribadi Adipati Anggadita, datanglah sang adipati bersama istirinya menghampiri dengan memberikan salam hormat kepada mertuanya itu.Adipati Anggadita segera duduk berhadap-hadapan dengan Ki Rona dan juga beberapa punggawanya. Tampak kaget Kasturi ketika melihat empat mayat pria bertopeng di pekarangan rumahnya. Bertanyalah ia kepada Ki Kalamujeng, "Siapakah mereka yang sudah terbunuh itu?""Mereka adalah penyusup, Kanjeng Nyimas ," jawab Ki Kalamujeng.Lalu, sang adipati pun, angkat bicara terkait kejadian yang sudah menimpa para punggawanya itu. "Aku rasa mereka adalah komplotan pemberontak dari alas Gandok. Hati-hatilah kalian jangan lengah!""Iya, Raden," jawab Runada.Setelah itu, Adipati Anggadita memerintahkan Bisma dan yang lainnya yang tidak mengalami luka untuk segera menguburkan mayat-mayat tersebut di hutan yang tidak jau
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status