All Chapters of Suami Kedua: Chapter 31 - Chapter 40
40 Chapters
Part 31
Betapa terkejutnya ketika Hanggoro membaca berkas yang bisa dikatakan wasiat tersebut. Isinya jauh berbeda dengan berkas yang sebelumnya pernah di perlihatkan pada Hanggoro. Tidak terhindarkan, memang akhir-akhir ini ada saja yang membuat jantuk Hanggoro merasa tersentak.“Bisa jelaskan padaku apa maksudnya?” tanya Hanggoro.“Sebelumnya saya minta maaf. Saya tidak memberi tahu tentang hal ini karena memang permintaan dari mendiang Kakek Santo langsung ...”Hanggoro semakin dibuat penasaran. Di dalam hatinya Hanggoro terus bertanya dengan apa yang sebenarnya sedang di bahas Pak Pamungkas selaku kuasa hukum dari mendiang Kakek Santo.Masih saling berpandangan serius satu sama lain, mereka menunggu kelanjutan dari perkataan Pak Pamungkas.“Yang tadi Pak Hanggoro lihat dan baca, itu adalah berkas kedua yang menjelaskan tentang perusahaan yang ditinggalkan Kakek Santo. Jika pada berkas pertama mengatakan beliau akan memberikan perusahaan pada suami Nona Anin
Read more
Part 32
Anin terkejut saat tiba-tiba Jonan muncul dari belakang. Anin tak bisa berkata-kata untuk sesaat selain menatap ke arah Nana.“Aku tinggalkan kalian berdua,” kata Nana kemudian sambil mengusap lengan Anin. Nana sempat tersenyum sebelum pergi meninggalkan Anin.Setelah Nana benar-benar sudah pergi, Anin dan Jonan hanya saling lirik dan tersenyum tipis.“Bicara saja di mobilku,” ajak Jonan pada Anin.Anin tak menjawab, tapi juga tidak menolak. Anin mau saja saat Jonan menuntunnya dan membawanya menyeberangi jalan.Jonan membukakan pintu mobil belakang. “Masuk,” pinta Jonan. Lagi-lagi Anin menurut saja.Anin sudah masuk, lantas Jonan memutari mobil dan ikut  masuk. Tidak ada percakapan untuk beberapa saat sampai Jonan sudah merasa nyaman dengan posisi duduknya.“Anin,” panggil Jonan lirih. Anin menoleh. “Ngapain kamu pergi dari rumah?”Anin menunduk sambil melihat kedua tangannya yang saling memilin. Jonan tahu Anin sedang gemetaran.
Read more
Part 33
Kebaikan seseorang sebenarnya tidak bisa diukur, pun dengan hati tulus milik Anin. Bagaimana mereka-mereka pernah berbuat kasar pada Anin, tapi Anin dengan mudahnya memaafkan. Tak mudah menghilangkan rasa sakit, tapi Anin menganggap semua itu sebatas kesalah pahaman saja.Sejak Jonan mengatakan kalau dirinya akan menikahi Anin, Bagas terlihat murung dan sedikit frustrasi. Apalagi Bagas juga sudah tahu bagaimana kelakuan Ela yang sebenarnya. Wanita yang selalu Bagas puja ternyata justru berdusta, sedangkan wanita yang dianggap buruk ternyata dia jauh lebih baik.Meninggalkan kekacauan beberapa hari yang lalu, Bagas hanya bisa meratapi nasibnya saat ini. Hampir setiap hari Bagas bertemu dengan Anin, tapi hanya sebatas berpapasan saja. Ingin rasanya Bagas meraih dan memeluk Anin. Namun, hal itu tak mungkin bisa Bagas lakukan.“Kenapa kamu terlihat cantik, Anin?” gumam Bagas saat sedang memandangi Anin yang sedang membantu Bibi Niah memasak. “Aku baru sadar kalau kamu
Read more
Part 34
Papa dan mama sudah membawa Bagas ke dalam kamar. Sementara Papa berdiri, mama duduk sambil mengompres luka memar di wajah Bagas.“Apa yang kamu pikirkan, Gas? Bisa-bisanya kamu ada niatan melakukan hal kotor sama Anin?” tanya papa penuh sesal.Bagas membisu. Hanya sesekali meringis menahan perih luka di wajahnya yang membiru.“Pantas saja Jonan memukuli kamu. Kamu memang sudah keterlaluan!” bentak papa. “Papa malu sempat membela kamu di depan Anin, waktu itu!”“Ma-maaf, Pa. Aku nggak sengaja,” sesal Bagas.Di samping Bagas, Mama sudah berdiri meletakkan baskom dengan air es di atas nakas. “Jangan melakukan hal itu lagi, Gas,” pinta mama. “Mama sudah cukup merasa bersalah sama Anin, kamu jangan menambahi lagi.”Bagas membuang muka ke arah samping. Kedua tangannya menangkup wajah, kemudian mendongak lagi. “Aku minta maaf, aku nggak bermaksud. Aku hanya ... entahlah, Ma. Aku merasa Anin terlihat sangat cantik.”Mama mendesah berat lalu mengusa
Read more
Part 35
Tidak semudah itu merencanakan pernikahan dengan Anin. Selain karena Anin baru berpisah, mendadak saja Jonan harus disibukkan dengan pekerjaan pabrik. Keesokan paginya, Jonan sudah mendapat panggilan dari karyawannya untuk terbang ke lombok menemui klien.Dua hari kemudian di siang harinya, Jonan harus berangkat dan belum tahu bagaimana cara berpamitan dengan Anin. Jonan takut kalau Anin akan marah. Jonan juga teringat bagaimana perlakuan Bagas terakhir kali pada Anin.“Aku harus bagaimana?” gumam Jonan usai panggilan terputus. “Anin pasti marah sama aku. Aku takutnya dia kecewa, tapi aku nggak mungkin membatalkan semua ini.”Jonan menggenggam kuat ponselnya sambil berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Dan lagi, apa Anin akan aman ditinggal di rumah ini? Jonan jadi merasa khawatir.“Jo, kamu lagi ngapain?” tanya mama saat melihat Jonan tengah mondar-mandir di depan pintu kamar Anin.Jonan yang terkejut hanya bisa mengusap dada. “Kenapa mama ngagetin ak
Read more
Part 36
“Ternyata wanita si perusak!” cemooh Ela begitu Anin keluar dari mobil.“Apa maksud kamu?” balas Anin. “Berbicaralah dengan sopan.”Ela mendecih lalu membuang muka sesaat. “Sudah bersalah, masih berani ngelawan.”“Kamu yang salah!” salak Anin. “Mobilku melaju di jalan yang benar. Kamu yang nggak hati-hati.”“Berani kamu ya!” Ela maju lalu dan hendak mencengkeram baju Anin, tapi dengan cepat Anin menangkis.“Kenapa aku harus takut? Harusnya kamu ngaca, yang perusak itu siapa? Jelas-jelas kamu!”Plak!Satu tamparan mendarat   di pipi Anin. Anin yang merasa kesakitan memejamkan dua matanya untuk sesaat sebelum kembali menatap Ela.“Berani  sekali kamu nampar aku!” Spontan Anin mendorong tubuh Ela hingga terjatuh di atas aspal.“Ela!” teriak seseorang dari seberang jalan. “Kamu nggak pa-pa?” Sampai di hadapan mereka, Bagas membantu Ela berdiri.“ Mas Bagas,” gumam Anin.“Sakit,” rengek Ela. Wanita ini memang sen
Read more
Part 37
Pagi harinya, secara tidak sengaja Anin dan Bagas bersamaan hendak turun ke lantai dasar. Anin yang tidak mau berpikir macam-macam memilih acuh dan lebih dulu turun meninggalkan Bagas yang berjalan di belakangnya.Tanpa sepengetahuan Anin, diam-diam mata Bagas sedang curi-curi pandang dengan lekuk tubuh Anin bagian belakang. Meski Anin memakai piama tertutup, Bagas tidak bisa mengelak kalau tubuh itu terlihat begitu menarik.Hal ini jauh berbeda dari saat Anin mengenakan piama tipis ketika masih tidur bersama. Bagas bahkan tidak ada rasa ketertarikan sedikitpun pada Anin. Ya, semua nampak sudah berbeda.Sesuai kata pepatah, “Apa yang sudah dilepas, terkadang lebih menarik untuk dipandang.”“Hei Anin,” panggil Bagas saat Anin sampai di dapur.Orang yang bagas panggil sepertinya memilih tidak menggubris. Anin pura-pura tidak mendengar.“Anin.” Sekali lagi Bagas memanggil.“Ada perlu apa?” sahut Anin malas. Anin duduk sembari meneguk air putih.
Read more
Part 38
3 bulan berlalu …Seharian meninggalkan pernikahan Jonan dan Anin, Bagas terlihat uring-uringan di dalam kamar. Rasa sakit dikhianati Ela masih membekas, ditambah lagi dengan rasa sakit karena harus melihat pernikahan Jonan dan mantan istrinya.Di bawah sana—di lantai satu—para tamu undangan mulai berangsur-angsur meninggalkan acara. Acara pernikahan tidak digelar dengan mewah seperti pernikahan Anin dan Bagas dulu. Pernikahan Jonan dan Anin justru berlangsung sangat sederhana dengan hanya mengumpulkan para keluarga saja.Meski sederhana, setidaknya Anin menganggap pernikahan ini sebagai pernikahan paling sempurna. Menikah dengan pria yang selalu ada untuknya, menikah dengan pria yang menunggunya sampai benar-benar terlepas dari mantan suaminya.Hanggoro dan Sasmita selaku orang tua mereka, tentu ikut merasakan bahagia. Meskipun sebenarnya mereka sedikit khawatir dengan keadaan Bagas. Bagas sendiri sama sekali tidak muncul mulai dari awal acara hingga semuany
Read more
Part 39
Ini bukan kemauan Jonan jika harus berangkat ke pabrik sepagi ini. Baru semalam Jonan menikmati kehangatan bersama sang istri, pagi harinya Jonan harus pergi meninggalkan Anin. Memang tidak lama, paling hanya beberapa jam saja, akan tetapi rasanya sangat berat.“Kamu nggak pa-pa aku tinggal ke pabrik kan?” Jonan bertanya sambil mengusap wajah Anin yang saat ini masih berbalut selimut.Jonan tahu, di dalam sana—di balik selimut itu—ada seonggok daging putih mulus yang semalam baru saja Jonan nikmati. Huh! Kalau terus mengingat-ingat, yang ada Jonan semakin berat untuk meninggalkan Anin.“Kamu nggak lama-lama kan?” Anin balik bertanya.“Enggak,” sahut Jonan. “Paling cuma dua jam doang, setelah itu semua kembali diurus sama Tirta.”Anin mencebikkan bibir sambil mencengkeram tepian selimut yang menutupi bagian leher. “Ya sudah, hati-hati. Maaf aku malah masih tiduran.”“Iya ...” Jonan mengusap pucuk kepala Anin kemudian memberi satu kecupan di bibir s
Read more
Part 40 (Tamat)
Jonan tak peduli bagaimana dengan keadaan Bagas saat ini. Apapun yang menyangkut Anin, maka Jonan tidak akan tinggal diam. Apalagi menyangkut sesuatu hal yang sangat membahayakan Anin. Setelah penjaga rumah menelpon papa dan mama, Bagas tentunya langsung dilarikan ke rumah sakit.Papa dan mama sempat menyalahkan Jonan saat baru menjumpai bagaimana keadaan Bagas yang sudah babak belur. Mereka menyalahkan Jonan karena dianggap tidak punya perasaan dan terlalu hanyut dalam emosi. Mama bahkan sempat meneriaki Jonan beberapa kali hingga memukulinya sambil menangis.Mama tak henti-hentinya menyalah Jonan sampa mengatakan kalau Jonan sangatlah jahat. Namun, setelah Jonan jelaskan dengan lantang, mereka akhirnya diam tak berani bicara.“Aku nggak akan berbuat begitu sama Bagas, kalau dia nggak keterlaluan,” kata Jonan sambil memeluk Anin.Papa Berdiri tak jauh di samping Jonan sementara mama duduk di kursi besi panjang. Di belakang mereka saat ini mengobrol, ada satu
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status