Lahat ng Kabanata ng CEO Nakal Kekasihku: Kabanata 251 - Kabanata 260
296 Kabanata
Merasa Tertuduh
Perkataan Siska sudah merupakan petunjuk. Dari mana wanita itu tahu kalau gudang kuncinya rusak, padahal seharusnya yang tahu hanya petugas keamanan yang sering membuka tutup gudang kertas itu. “Perkataanmu baru saja menunjukkan, bahwa memang ada kesengajaan. Jujur saja, ada motif apa kamu mencelakai Rani?”   ***Meyyis*** “Maksudnya? Saya tahu karena beberapa kali memang sudah terjadi. Maksudnya pintu itu mengunci sendiri,” terang Siska. “Oh, ya? Jadi kamu menyuruh Rani agar terkunci, begitu?” cecar Keano. “Baiklah, kamu bisa pergi. Nanti polisi yang akan mengintrogasi lebih lanjut.” Keano  menyuruh Siska untuk kembali ke ruangannya. Wanita itu kalang kabut setengah berteriak memberi tahu bahwa dirinya tidak bersalah. Akan tetapi Keano tidak menggubris malah menyuruh satpam untuk membawanya keluar karena dia menolak untuk
Magbasa pa
Pencerahan
“Kamu dulu yang mulai,” balas Lala sambil melotot. “Sudahlah, La. Jangan terpancing,” cegah Ani. “Kamu membela dia? Dia sudah, ah ….” Lala tidak melanjutkan kalimatnya, memilih pergi. ***Meyyis*** “Kenapa dengan dia?” tutur Wanita berbaju merah. “Entahlah” bisik yang lain. Lala dan Ani pergi dari dapur itu dengan dongkol. Lala bahkan menghentak-hentakan kaki karena kesal bukan kepalang. Wanita berambut pendek itu sampai di lobi belakang tempat beberapa karyawan kadang beristirahat. “La, kamu sudah gila. Sikap yang kamu tunjukan tadi bisa membunuh kita. Mereka akan curiga,” tutur Ani. “Kamu tidak lihat mereka menuduh kita mencurigakan?” pekik Lala. “Mereka bukan menuduh, tapi kamu yang ngerasa tertuduh
Magbasa pa
CCTV
“Ternyata kalian juga terlibat, tapi ….” Hafiza tidak tega melihat mereka berdua sebenarnya hanya seorang korban kambing hitang. Hafiza punya cara supaya otak dari keburukan itu dapat tertangkap. Wanita itu tersenyum, memandang kedua punggung perempuan tersebut sudah pergi dengan mengendap-ngendap karena takut ketahuan. ***Meyyis*** Hafiza memilih turun dulu untuk mengambil barang milik Keano yang ada di mobil. Wanita itu dengan sigap menenteng sebuah peper bag untuk diserahkan kepada sang suami. Setelah sampai di ruangan lelaki yang sudah halal baginya itu, pamit untuk urusan sebentar. “Kemana? Sebentar lagi kita pulang,” ujar Keano. “Sebentar doang,” tutur Hafiza sedikit berlari meninggalkan sang suami. Wanita itu menuju ke ruangan tempat Ani dan Lala bekerja. Langkahnya terhenti ketika Lala dan Ani sudah di ambang lift. “Tunggu!
Magbasa pa
Panik
“Aku sudah melihat CCTV. Itu makanya, tidak takut. Karena hari itu kita tidak terlihat sama sekali dalam CCTV itu. Tapi hari itu Rani terakhir kali terdeteksi ketemu dengan Bu Siska. Bisa jadi, sudah dapat tersangkanya, kita aman.” Ani memberikan analisanya. “Bagaimana kalau Bu Siska tidak mau menanggung sendiri, dia menyeret kita?” Analisa Lala membuat Ani sedikit khawatir. Perkataanya memang benar, akan sulit baginya jika Siska buka suara. ***Meyyis*** Siska sangat marah ketika Keano menuduhnya. Wanita berbaju seksi itu memilih langsung balik ke rumah meskipun pekerjaannya belum total selesai. Perempuan berlipstik merah itu menyetir dengan kecepatan tinggi. Dirinya membanting tas bermerek miliknya ketika sampai di dalam rumah. Semua barang yang tidak bersalah jadi sasaran empuk kemarahannya. “Nona,” pekik sang pelayan ketakutan. “Mingga
Magbasa pa
Siska Mabuk
 “Jangan berisik!” pekik lelaki tetangganya Lala tersebut membuat Ani nyengir ketakutan. Lelaki itu masuk ke rumah kembali. Lala baru membuka pintu ketika sadar di luar berisik. “Ada apa lagi?” tanya Lala. Ani masuk ke dalam rumah Lala dengan sedikit terlihat muram. ***Meyyis*** “Ani? Ada apa?” tanya Lala. Wanita yang masih mengenakan jaket itu menyuruh sahabatnya tersebut untuk masuk ke rumahnya. Ani melewati tubuh Lala, langsung duduk di kursi ruang tamu. Dia menarik napas dalam dan mengembuskannya. “Eh, bapak-bapak samping galak, ya?” tanya Ani. “Kenapa? Semua orang pasti akan jadi galak kalau sakit. Dia sedang sakit, istrinya pergi. Kamu sih, nggak sabaran,” tutur Lala. “Habisnya aku panik, kamu nggak nongol-nongol dipanggil,” ala
Magbasa pa
Gelisah
Rani dan Lala merasa lega setelah Siska tertidur pulas. Keduanya luruh ke sofa untuk sedikit melemaskan otot yang tegang beberapa waktu lalu. Kedua wanita itu memposisikan Siska agar dapat tidur nyanyak di sofa panjang itu. “Dasar, mau sengsara ngajak-ngajak,” kelauh Ani. “Eh, tapi kira-kira apa bakal dipercaya? Kalau malah mereka menyangka kita memfitnah bagaimana?” Lala masih merasa gusar. Wanita itu merebahkan kepalanya di sandaran sofa dan memposisikan kepalanya menghadap ke langit-langit. “Jangan parno, kita pergi dari sini. Biar nenek sihir itu sendirian,” titah Ani. Mereka bangkit berjingkat untuk pergi dari tempat itu. “Kalian brengsek!” Keduanya berjingkat karena kaget. Wajah mereka berbalik menoleh pelan-pelan ke arah Sisika. Ternyata wanita itu hanya mengigau. Keduanya tunggang langgang saling dorong ketika Siska kembali tidur. 
Magbasa pa
Introgasi
“Aku sepertinya menyesal tidak mengenal istri bos lebih awal, bahkan cenderung memusuhinya dahulu.” Ani memandang lurus ke arah dedaunan yang bergoyang karena terpaan angin. Hatinya yang gelisah sedikit teredam karena suasana alam yang mengitarinya. Janji alam yang selalu memberikan kesejukan, malam ini tunai terbayar. Bintang-bintang juga masih tersenyum, tapi tidak cukup membelai jiwanya yang tidak ramah terhadap raganya malam ini. ***Meyyis*** Esok hari, polisi datang untuk melakukan investigasi. Semua staf yang berhubungan dengan Rani pada hari itu dipanggil untuk dimintai keterangan. Hari itu, kantor perusahaan penuh dengan ketegangan. Tidak luput Keano sendiri dan Hafiza juga diintrogasi. Akan tetapi hanya sebentar dan membuktikan mereka tidak bersalah. Selain kedua bos tersebut, setelahnya para karyawan. Mula-mula, karyawan yang satu divisi. Mereka satu per satu masuk ke dalam ruang investigasi yang su
Magbasa pa
Berkunjung
“Karyawan satu divisi sama saya. Namanya Lala.” Polisi tersebut menepuk pundak  Ani. “Kerja bagus. Kamu tidak akan di sini sendirian. Siska dan Lala akan ikut bersamamu. Bripka Sinta, sekarang panggil dua orang yang disebutkan dia.” Wanita berseragam itu menghormat dengan pasti melangkah keluar dari rungan itu. ***Meyyis*** Setelah diketahui, maka Keano hadir ke tempat investigasi untuk memperhatikan karyawannya sekaligus mengetahui yang dilakukan karyawannya tersebut. Lelaki itu datang bagai raja dikawal dengan beberapa bodyguard dan juga istrinya. “Bagaimana, Pak?” tanya Keano setelah bertemu dengan para polisi tersebut. “Untuk sementara, motifnya adalah iri dan dendam. Akan tetapi, slah satu tersangka S menyebutkan anggota keluarga dari Pak Gilang?” Keano mengerutkan kening. “Siapa yang disebut?&rd
Magbasa pa
Berkunjung ke Rumah Orang Tua
“Istriku jangan sampai tahu, Ke. Dia akan merasa rendah diri kalau tahu bahwa Nyonya Vita terlibat.” Keano mengagguk bersedia merahasiakannya. “Apa yang aku tidak boleh tahu?” Rani dari tempatnya berteriak. Gilang menoleh gelagapan mendengar pertanyaan sang istri. ***Meyyis*** “Tidak ada, Sayang. Sore ini kita pulang, ya?” Gilang mencoba mengalihkan perhatian sang istri. “Baiklah, aku sudah tidak kerasan di sini.” Rani tersenyum mendengar suaminya menginginkan kepulangannya. Mereka akhirnya duduk bersama di ranjang pasien. Sedangkan Keano dan Hafiza pamit pulang. “Ke, apakah harus dirahasiakan dari Rani? Aku khawatir kalau ia tahu dari orang lain malah akan bahaya,” tutur Hafizah. “Gilang menghendaki demikian. Kita harus menghormatinya.” Keano memainkan setir bundarnya menembus kemacetan.
Magbasa pa
Tidak Bisa Menahan (21+)
“Tidak, papa tidak mau tahu. Gladis juga mewarisi mamanya. Saat masih menjadi putri papa, penurut. Tapi saat tahu papa bukan papa kandung, dia menjauh. Papa tidak memaksa.” Damian menjelaskan. ***Meyyis*** Malam ini Keano sengaja mengajak istrinya untuk menginap di rumah sang mama. Hafiza menurut saja. Baginya, di mana pun berada saat bersama dengan suamianya merupakan hal yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Keano duduk di ranjang sembari menunggu istri tercintanya selesai mandi. Tadinya, ingin mandi bersdama tapi Hafiza menolak. Katanya, jika suaminya ikut mandi dengannya, akan berbahaya. Sejatinya mandi hanya setengah jam, bisa jadi dua jam. Hafiza keluar dengan handuk yang melilit di tubuhnya. Wanita itu tersenyum manis membuat jantung Keano berdebar-debar menginginkannya. Lelaki itu bangkit, setelahnya menyudutkan sang istri pada dinding dekat luar kamar mandi. &
Magbasa pa
PREV
1
...
2425262728
...
30
DMCA.com Protection Status