Semua Bab JIWA-JIWA YANG MALANG: Bab 11 - Bab 20
25 Bab
Chapter 10
Si Amin menegakkan tubuhnya tangkas, menembus angin kencang yang berlawanan kian berubah menjadi lesus, terdengar mengaum kadang juga mendesir lalu melewati kedua orang itu. Jarinya menunjuk kearah langit tenda yang hampir tersipuh oleh beberapa titik semburat merah jingga berarak-arak kala menjelang senja. Kepul kabut menyelimuti lereng perbukitan dari balik ilalang ujung puncak yang gemilang ditengah-tengah redupnya cahaya matahari. Tiada mampu seorang Kelvin mengelak setiap suruhan orang itu, baginya dirinya adalah seorang majikan yang berwibawa, setiap kali Kelvin mengemis kelaparan, maka hanya dia juga yang selalu membantunya.Ku ulangi sekali lagi, awan yang berserak di atas cakrawala itu perlahan terbakar oleh semburat merah jingga dan menghilang begitu saja. Ah lagipula siapa yang peduli jika pekerjaannya masih juga belum selesai. "Ayo!" kata si Amin hendak mengajaknya pulang. Maka Kelvin mengangguk pelan, kakinya mengekor dibelakang si Amin berjalan. Biarlah padi-padi
Baca selengkapnya
Chapter 11
Untuk seluruh waktu, sedemikian rupa ia sudah menemuinya dengan segala keraguan dan pergi, tidak ada yang bisa ia lakukan disini. Hanya cahaya minyak lampu yang mengiringi setiap erangan kepergiannya, biarkan gadis itu sendirian, tatkala Kelvin berusaha menerka mengenai kemungkinan yang tidak pernah selamanya benar, bisa saja dia tengah merindukan keindahan tanah kelahirannya sendiri dirumah.Maka lingsir sang fajar, memahami kesendirian Kelvin dengan dekapan kehangatannya kala menengadah keatas puncak perbukitan sana. Seperti biasa ia terbangun di atas hamparan yang dipenuhi oleh sabana, mencuci mukanya dengan air timba dari bawah sumur, begitu pula dengan si Amin yang mengajaknya kembali beranjak ke sawah. Namun kali ini Kelvin tampak tidak berselera untuk bekerja. Ia hanya ingin menikmati kesendiriannya sambil menyapa setiap orang yang lalu lalang, cukup dengan melihat senyumannya, mendengar bisikan mereka, sudah membuat hatinya kembali senang. Ditambah bukankah orang-orang
Baca selengkapnya
Chapter 12
Diwaktu berkala hanya kata ibu yang gadis itu pinta, lagipula tidak ada kekayaan paling indah selain ibu, bahkan Kelvin pun ingin memiliki kekayaan itu menggayuti hati kecilnya dan berusaha mengingat kapan hari asing itu menimpanya di masa lalu. Sudi atau terbuang kiranya orang-orang berkata ia anak yang tidak diinginkan serta rela ditelantarkan oleh kemanusiaan, lantas mengapa ia masih saja sampai terlahir, tuan?Barangkali dalam relung hati, Kelv tidak pernah iri dengan kekayaan itu, tidak terpikir juga ingin memilikinya. Lebih baik ia berpikir hari ini akan makan apa?, mengerjakan apa? Dari pada mengingat hal yang dibuatnya menjadi gelisah. Tentunya ia berhasil melupakan semua itu, didorong oleh rasa lapar lalu mulai memikirkan kelezatan dengan segala kecenderungan dari sebuah makanan hingga ia lupa akan apa dan mengapa yang bersangkutan dengan masalah hari ini.Meski tetap saja tak surut Kelv lupakan, mengenai kesuraman bayang-bayang hitam yang penuh kenestapaan itu
Baca selengkapnya
Chapter 13
"Esok aku harus pergi bersama si Amin, yang pasti mungkin kami akan mencari peruntungan dengan cara berdagang disana.""Kenapa?" tanya Adelia membesarkan hati. Lantaran tak rela jika salah satu sahabatnya harus pergi dengan waktu yang cukup lama, bukan takut lantaran tidak ada lagi kawan, tapi ada juga, melainkan setidaknya jika ada lelaki itu ia tidak pernah merasa kesepian meskipun setiap hari, setiap malam tak lekas harus membicarakan hujan, mendung kadang juga kemarau, yang membuatnya bosan dan berpikir apa tidak ada pembahasan lain. "Tolong berikan aku alasan yang jelas!" ancamnya sembari tangan mengepal kesal."Untuk kau aku, dan kota kita!" balas Kelvin, berusaha memicingkan telinganya rapat-rapat. Lantaran diwaktu berkala seperti ini ia paling malas untuk berdebat meski harus mempermasalahkan hal hal yang kecil sekalipun. "Jika kau bertanya mengenai alasannya lagi, maka aku akan langsung menjawab untuk kau aku, dan kota kita!""Sudah cukup, lebih baik sekar
Baca selengkapnya
Chapter 14
Banyak persoalan yang sejujurnya menjadikan perasaannya bertanya-tanya, dan seakan membawanya terbang ingin lebih mengenal lagi akan ke-ingin tahuannya mengenai seperti apa kata ibu itu di mata Adelia. Apakah dengan cara mengetahuinya ia bisa tahu siapa sebenarnya lelaki itu, dan kenapa wajahnya bisa begitu sama?***Sementara disisi lain orang-orang banyak yang membenah kan barang dagangannya, seraya tutup lantaran hendak ingin pulang sebelum terlambat datangnya hari gelap. Maka hening lah suasana malam ini, sayang hanya ada kau dan tonggak lampu yang merayakan perayaan ditengah-tengah keheningan paripurna.Malam ini, Sattarul imam duduk menemani kesendirian Kelvin sambil meletakkan dua buah susu kaleng di atas tataan kursi taman tempat dimana mereka sibuk menghitung uang iuran. Lalu beralih menatap lamat-lamat sebuah hotel bintang lima yang terhalang tonggak besar namun lebih condong menyerupai menara dan berkata."Aku mendengar hujan menangis di telinga ku
Baca selengkapnya
Chapter 15
Dalam ketepatan waktu, Kelv kembali untuk kesekian kalinya lagi berkunjung pada rumah kesunyian. Orang-orang berhak merusak rumah itu kala siang lantaran tuan sang pemiliknya tengah pergi, dan yang pasti tuan itu tidak terlalu peduli. Peduli setan hari ini ia akan makan apa? tidur dimana. Lantaran satu hal yang menjadi tekad keyakinannya bahwa sang pengatur takdir tidak akan pernah meninggalkan hambanya meski dalam keadaan terhina.Begitulah harap pada sorot matanya, tak ingin diberi lantaran bocah lelaki itu sendiri yang memilih untuk menyangkal pemberian orang lain sambil menatap kosong pada Kelvin, sedangkan mulutnya terus berkata "aku bukanlah seorang pengemis tuan!"Dan kini tubuhnya telah diterpa oleh kehangatan sang Surya, selintas tampak gersang terik dan panas. Namun apalah kekayaan yang ia punya saat Kelv bertemu dengannya namun perkataannya tetap saja menyangkal. Lalu dengan malas Kelvin membalas ucapannya dengan pasrah. "Kalau begitu akan aku tinggalkan makan
Baca selengkapnya
Chapter 16
Dengan perlahan dan lembut, bagai sebuah mimpi yang tiada mampu menafsirkannya, setelah Nazma menangkap sebuah nama seraya langsung ia renungkan saat kegelapan kaki langit melingkupi kedua bola matanya yang memancarkan kerlip cahaya kebenaran-kebenaran lama yang memesona meski tersamarkan.Sekilas Kelv menghela napas panjangnya setelah kata-kata haru itu telah usai dari dalam telinganya, berusaha menghentikan siksaan dalam dada seperti sebuah gigitan yang merindukan kasih sayang. Adakalanya ia juga merasa bahwa hidupmu dan hidupku tak jauh berbeda selayaknya mahkluk rapuh yang berdosa, terjebak dalam jeruji nestapa, dan yang paling kita harapkan adalah sebuah kebebasan dimana burung burung bisa senantiasa mengepakkan sayapnya terbang hingga ke angkasa, menikmati keindahan awan, dan langit tinggi tanpa batas yang membentangkan keagungan dari harapan-harapan belaian rahmat dari Tuhannya. Sekali lagi kita sama Nazma, aku juga makhluk yang berdosa. Suara derit engsel yang kau sere
Baca selengkapnya
Chapter 17
Kelvin sudah begitu asyik dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa membuatnya menghasilkan puluhan uang, membuatnya menjadi orang yang amat diuntungkan. Namun tanpa sadar, keindahan itu berubah ketika jiwanya yang terpejam dalam kelamnya malam. Ia bisa mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu tumbuh dalam kebisuan yang nyaman. Kemudian mengenang kehangatan sang mentari pagi hari yang menyapa pucuk-pucuk ilalang nan bergoyang mengiringi sebuah kebebasan. Maka tampak pula olehnya meski terhalang oleh ribuan rimba-rimba liar itu sebuah petakan rumah-rumah yang begitu tenang, dan setiap taman dan jalan tempat pertemuan yang sering kali Kelv lukis kan dalam sebuah mimpi-mimpi yang mengerikan. Mengerikan lantaran disana pula terdapat seorang gadis yang amat ia kasihi tengah menungguinya pulang dalam kemenangan. Maka ingatkah dahulu kau bilang janji, dahulu kau bilang itu pasti, namun dalam kenyataan pahit gadis itu tetap setia menunggui mu kembali.Kebetulan waktunya untuk Kelv bekerja
Baca selengkapnya
Chapter 18
Sudah hampir setengah jam, tuan Hendrik atau yang lebih dikenal sebagai pewaris tuan wali kota itu duduk diatas kursi kerjanya. Mendatangani lembaran surat surat penting. Namun agaknya tuan Hendrik tampak begitu jemu dengan pekerjaannya, atau bisa jadi sedang dalam keadaan kurang sehat.Lantas dia mulai membunyikan lonceng sebagai isyarat akan sebuah permohonan kepada pak Rustam, salah seorang yang bekerja sebagai asisten pribadinya. Langsung saja dengan cekatan pak Rustam bertanya secara sopan, "Apa ada yang bisa saya bantu kembali, tuan?""Ambil kunci mobil! Kita akan pergi menemui anak itu lagi.""Baik, tuan." Lagi-lagi pak Rustam hanya bisa mengiyakan tanpa tiada mampu mengatakan sepatah kata apapun lagi. Maka dengan sekali kejapan mata saja, mobil sang pewaris tuan wali kota kini telah berada di depannya."Mari tuan!" Pak Rustam membuka pintu mobil, seraya mulai mempersilahkan tuannya masuk terlebih dahulu. Sejujurnya ini kali pertamanya pak Rustam m
Baca selengkapnya
Chapter 19
“Kelvin si preman yang telah berhasil menguasai terminal. Jadi seperti itu orang-orang memanggilnya.”“Benar tuan.” Faisal menimpali ucapan sang pewaris tuan walikota. Sontak saja dengan geram, tuan Hendrik tampak mulai bergumam, “Kakak ternyata pangkat mu sangat menyedihkan...”Sudah saatnya pulang. Tapi entah mengapa ada perasaan cemas menyelimuti hati tuan Hendrik. Bagaimana tidak! Jauh dia menerawang pada segala terkaan bahwa kakaknya sebentar lagi akan pulang setelah mengetahui kebenaran. Sayang permasalahannya bukanlah terdapat pada tuan Hendrik (adiknya) sendiri, melainkan kepada kesalahan kedua orang tuanya juga atas segala tindakan yang menyangkut kecerobohannya.Andaikata semua orang tahu, bila Kelv bukanlah anak yang tidak diinginkan, melainkan putra sah dari seorang walikota, mungkin saja segala kehormatan akan senantiasa tercurah kepadanya. Sayang dia terbuang lantaran sebuah kesalahan yang membuatnya dianggap seb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status