All Chapters of The Essence of Love: Chapter 11 - Chapter 20
24 Chapters
Kamu Cantik
  "Kau berat sekali," keluh Xavier menyadarkan Anan dari posisinya yang sungguh memalukan.   Anan terlonjak beberapa langkah ke belakang, "Maafkan aku, Tuan. Aku tidak bermaksud kurang ajar," ujar Anan takut sekaligus malu. Bahkan bila saja lampu ruangan itu terang benderang pastilah dapat melihat wajah Anan yang kini telah merona dengan semburat merah muda yang menggoda.   Xavier tidak menghiraukan permohonan maaf Anan. "Jam berapa sekarang?" tanya Xavier datar, seperti tidak terjadi apapun sebelumnya.   "Sudah pukul lima lebih empat puluh dua menit, Tuan."   Tanpa basa-basi lagi, Xavier langsung beranjak dari tempat tidurnya, meninggalkan Anan yang masih diam mematung di sisi tempat tidur tersebut.   "Turunlah, dan siapkan sarapanku," perintah Xavier dengan suara bariton yang mampu membuat kembali menarik kesadarannya, untuk melaksanakan tugas selanjutnya.   Anan dengan tergesa mengangguk, dan pergi
Read more
Oops
  "Aku melihat Bella semakin memperlihatkan kebodohannya akhir-akhir ini," ujar Xavier mengundang senyum miris Derryl. "Mengapa dia tidak berpikir lebih cerdik, padahal sudah mengenalku sejak taman kanak-kanak."   "Mungkin Nona Bella sudah kehabisan akal," balas Derryl.   Xavier mengedikkan bahunya, "Sepertinya kita tidak dapat berbicara masalah ini di kantor ... batalkan saja pertemuan kita dengan Greatfull, bila bukan Tommy yang menghampiriku," tegas Xavier memberikan keputusan.   Derryl mengangguk, "Baik, Tuan."   "Bisakah kita makan siang di rumah, dan melanjutkan pekerjaanku dari dalam kamar saja" tanya Xavier memelas.   "Maaf Tuan, sepertinya itu tidak mungkin, sebab pukul empat sore nanti, Anda harus bertemu dengan klien kita dari Spectra Hotel and Resort," terang Derryl dengan wajah penuh penyesalan.   Xavier memijat pangkal hidungnya. "Apa tidak bisa dipercepat saja
Read more
Boleh Cemburu gak Sih?
  Rachel, datang dengan tergesa setelah mendapat panggilan dari Derryl. "Siapa yang sakit?" tanya Isabella tidak kalah panik, napasnya tersengal seperti orang yang baru saja usai mengikuti lomba lari marathon.   "Nona Anan," jawab Derryl datar.   "Anan? Siapa?" langkah Rachel terhenti, sesaat memandang Derryl dengan tatapan serius.   "Pelayan pribadi tuan muda yanga baru."   "Bi Ratna?"   "Pensiun, dan Anan adalah keponakannya," terang Derryl.   Rachel mengangguk dan kembali melangkahkan kaki menuju kamar Xavier.   Tanpa mengetuk pintu, Rache yang merupakan kakak kandung Daniel sahabat sekaligus dokter pribadi Xavier, tanpa sungkan masuk ke dalam kamar tuan muda tersebut, tanpa mengetuk pintu.   Bola mata Rachel membulat dengan tangan kanan menutup mulutnya yang tanpa sengaja bersuara melihat adegan yang sungguh di luar dugaannya. Ya, Rachel melihat Xavier dan Ananditha yang
Read more
Catatan Hutang
  Dokter Hartono telah selesai memeriksa Anan dan berpamitan. Anan juga telah meminum obat pereda nyeri yang di resepkan untuknya.   "Lihatlah, karena kecerobohanmu ... kau sungguh banyak merugikanku," omel Xavier.   Anan tertegun, ada rasa takut sekaligus terharu dengan apa yang Xavier lakukan padanya hari ini.   "Baru saja aku menyuruhmu memasak, belum lagi menyuruhmu yang lain ... kau sudah cidera."   "Ma-maafkan aku, Tuan." lirih Anan meminta maaf. Rasanya sungguh tidak nyaman, baru beberapa hari saja dirinya bekerja, sudah begitu banyak drama yang Anan ciptakan untuk membuat Xavier kesal.   "Tuan ...." panggil Anan ragu.    Xavier kembali menatap Anan, "Hmm ... apa?"    "Apa tidak sebaiknya aku kembali ke kampung saja, karena selalu membuat Tuan dalam kesulitan, sepertinya aku selalu saja membuat Tuan berada dalam kesusahan," terang Anan dengan wajah tertunduk. &nbs
Read more
Bukan Tandinganmu!
  "Tentu saja karena kau kekenyangan ... kau makan begitu banyak," sanggah Bella memotong ucapan Xavier yang terdengar sinis dan mencurigainya.   "Anggap saja seperti itu," balas Xavier dingin.   "Vier, aku bertemu dengan Rachel di kafe tempat aku membeli kopi untukmu tadi ... dia bilang, ada seorang wanita yang tidur di kamarmu?" tanya Rachel penuh selidik.   "Akh ... kalian para wanita memang senang sekali bergosip."   Bella tersenyum miris, "Apakah pelayan itu?"   "Bukan urusanmu!" pungkas Xavier sembari beranjak dari kursinya. "Apakah Nona Bella yang cantik jelita ini masih ada urusan lain denganku?" tanya Xavier penuh penekanan.   "Kau mau kemana?"   "Aku pemilik perusahaan besar, jelas saja aku memiliki banyak urusan," balas Xavier angkuh, tanpa memperdulikan wajah kesal Bella yang merasa di abaikan.   "Baiklah, aku akan pergi ...." lirih Bella putus asa meninggalkan ru
Read more
Pelayan Pribadi
  "Kau yang harusnya keluar dari rumahku Bella! Ananditha bukan tandinganmu." Suara bariton Xavier terdengar begitu dingin bagi siapapun yang mendengarnya.   Xavier yang tiba-tiba berdiri tegak menjulang di depan pintu kamarnya itu, datang tanpa aba-aba, membuat Bella dan seluruh penghuni kabar terlihat begitu teekejut dengan kehadiran tuan muda Rhys tersebut.   Langkah Xavier terlihat begitu tenang, mendekat ke arah Bella, sebelum akhrinya tubuh athletis nan sempurna itu ikut bersimpuh disamping Anan. Membersihkan buliran keringat dingin yang membasahi dahi Anan dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku celananya.   Sebuah adegan yang membuat Bella semakin murka hingga degub jantungnya bahkan bisa di dengar siapapun yang berdiri dekat dengannya kini. Namun saat ini, nyali Bella tidaklah sebesar keangkuhannya dihadapan Anan beberapa waktu yang lalu.  "Sakit?" suara Xavier yang semula mengerikan, kini terdengar begit
Read more
Tetaplah Di Sini
  Binar mata Anan menyorot dalam atas ucapan yang baru saja Xavier sampaikan, "Apa tuan muda ini sedang menyindirku?" batin Anan penuh prasangka.   Anan menggeleng kencang, rasa tak enak hati itu sungguh membuatnya gugup, canggung.   "Ti-dak, terima kasih Tuan," balas Anan atas pertanyaan Xavier sesaat lalu.   "Apa masih terasa begitu sakit?" kembali Xavier mengutarakan ke khawatirannya.   Sekali lagi Anan menggeleng, tanpa suara dan kembali memalingkan pandangannya.   "Jangan menjawabku selalu dengan gelengan kepala, urat-urat lehermu bisa saja lelah atau bahkan putus," sinis Xavier seraya beranjak dari tepi ranjang tempat Anan berbaring.   Anan kembali memandang majikannya tersebut, dirinya yang terlalu perasa, semakin merasa tak nyaman dengan ucapan-ucapan Xavier.   "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sana, panggil aku jika kau memerlukan bantua
Read more
Jangan Terlalu Dekat
  Seperti yang Xavier katakan tadi malam, Nyonya Ellena akan tiba di rumah hari ini. Dan tepat saja, pagi ini ... ya pagi! Matahari belum terlalu tinggi dan terik ketika wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik itu, datang dengan derap langkahnya yang berbunyi indah bak melodi pada tuts piano yang dihasilkan dari tumburan antara steleto dan lantai marmer rumah mewah ini, membuat semua penghuni rumah yang hanya terdiri dari para pelayan memberi salam ramah kepadanya.   Jam besar di sudut rumah kembali berdentang sebanyak sepuluh kali dengan gema yang begitu padu. Anan berdiri di depan kamar Xavier, sebelum beeangkat ke kantornya pagi ini, pria diktator itu telah berpesan kepadanya dan juga Bi Surti agar Ananditha tidak turun ke lantai satu. Penyambutan Anan kepada sang ibu hanya boleh dilakukan dari lantai dua, tepat di depan pintu kamar Xavier yang berhadapan lurus dengan pintu masuk di lantai dasar rumahnya, sehinhga meski dari sana, Anan tetap
Read more
Dinner
  Pada akhirnya hari ini Xavier tidak kembali ke kantornya setelah sedikit ketegangan yang terjadi anatara sirinya dan sang ibu. Xavier memutuskan untuk mengerjakan tugasnya dari kamarnya ditemani Anan sepanjang hari.   "Tuan, malam ini Anda ingin makan apa?" suara Anan, lembut bertanya.   "Menurutmu, makanan apa yang layak untuk aku makan?" Xavier kembali memberi pertanyaan, bukan malah menjawab.   "Haiss ... manalah aku tahu, kalau aku tahu ... justru aku tidak akan bertanya? Apa kubuatkan saja sup batu, agar sesegera mungkin kau berubah menjadi batu," runtuk Anan dalam hati.   "Jangan berusaha memberiku makanan yang aneh-aneh Ananditha," tegur Xavier.   Anan kembali di buat tertegun, pasalnya bukan sekali dua kali Xavier bisa tahu isi pikirannya. "Apa dia benar memiliki indera keenam?"  "Buatkan aku kopi, dan beef toast seperti tadi siang," perintah Xavier, lagi.   "Tapi ..
Read more
Sidak Ellena
   Pagi menyongsong, menggantikan pekat malam berhias bulan dan bintang yang tidak akan pernah Anan lupakan, dengan cahaya matahari yang samar mulai mengintip dari balik jendela bertirai hitam tersebut.   Anan mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya benar-benar sadar dari mimpi indahnya  yang singgah dalam tidur lelapnya tadi malam.   Aroma mint segar bercampur dengan hangatnya hembusan napas seseorang yang sangat Anan kenal, menjadi alarm pertama yang membuat Anan segera tersadar dari kantuknya.   Seketika Anan memalingkan wajahnya yang kini menghangat, dan pasti bersemu merah menahan kegugupan. Hingga detik selanjutnya sepasang netra berwarna gelap itu bersirobok dengan netranya. Bersua dalam tatapan yang entah mengapa membuat keduanya merasa begitu mendamba satu sama lain.   Perlahan Xavier menyentuh bibir merah delima milik Anan, tanpa aba-aba dan membiarkan Anan sadar dari kekagumannya pada sosok pria tampan y
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status