Semua Bab PANGERAN DARI DUNIA SEBERANG: Bab 111 - Bab 120
121 Bab
PEMBALASAN RAJAB
Angin sepoi malam mengcekam, sudah dua jam Rajab dan Gala mengintai rumah Deiw Patih, namun rumah bercat putih itu belum juga mengeluarkan sosok wanita tua berparas nyaris nenek sihir di sebuah buku dongeng. Gala sudah merasa lelah, dia ingin secepatnya membalaskan sakit  Shera pada anak siluman itu. Rahman yang sedari tadi memandang lekat masih tetap kukuh menunggu Dewi Patih keluar  dari rumahnya. "Pak, sebaiknya kita masuk saja," jaka Gala. "Tidak, Nak. Bisa saja mereka sedang menagancang-ancang juga di dalam sana, dukun seperti dia memiliki segudang aksi kelicikan yang bis mengecoh kita," sahut Rajan. Gala menurut lagi, mantan Panglima kerajaan seperti Rajab  memang sudah mengetahui teknik-teknik pertempuran yang demikian, sehingga dia tahu kapan bahaya mengintai dan kapan bisa melengahkan musuh. Dewi Patih keluar dari rumahnya, dia membawa dupa yang masih menyebutkan as
Baca selengkapnya
KEBIJAKAN ARLESA
Siang hari, Maysa dan Arlesa di panggil ke ruangan kerajaan. Disana seluruh keluarga kerajaan telah berkumpul menunggu mereka. Di kursi ketahtaannya ya, Raja Garsan sudah di dampingi oleh ketiga Bunda Ratu Wandara yang duduk manis di kursi masing-masing. Dalam hati Arlesa sudah menebak tentang apa yang akan Ayahnya katakan nanti, suatu keputusan yang harus ia jawab sevara mutlak tak boleh ia untungkan ataupun ia uluran waktunya. "Karena kalian sudah berkumpul, mari dengarkan apa keputusan Ayahmu ini," kata Raja Garden memulai berbicara pada keempat putranya juga para menantunya. Semua anak dan menantu itu mengangguk sembari menundukkan wajah penuh hormat. "Masa Ayah sekarang ini ingin beristirahat, ingin menikmati masa tua tanpa ada lagi urusan kerajaan yang menyita waktu dan hidup ayah, jadi sudah saatnya ayah memutuskan untuk menobatkan salah satu di antara kalian sebagai Raja Wandara selanjutnya," papar Raja Garsan. Arlesa menghela nafas, hatinya berkecamuk saat itu juga,
Baca selengkapnya
SAKITNYA DALISAH
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat.  "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval.  "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah.  Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun.  "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal
Baca selengkapnya
SETAHUN KEMUDIAN
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf.  "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara.  "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa.  "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira.  Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu.  "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa.  Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Baca selengkapnya
TEKA-TEKI
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval. Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval. "Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval. Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu. "Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu. 
Baca selengkapnya
JIN PRIA YANG TIDAK ASING
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera   itu  membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera. "Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna. Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok. Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt
Baca selengkapnya
KALIMAT YANG PENUH MAKNA
 Luna membenamkan kedua mata. Sentuhan Sean memabukkan dirinya, lupa daratan bahwa ada Ray yang menyaksikan mereka tanpa berkedip. Anak bayi yang bertingkah lucu itu sesekali menjerit kegirangan saat ibunya mengeluarkan desahan karena kecupan Sean yang menyerang di leher.  "Mari kita ulang kembali kenikmatan itu," lirih Sean dengan kalimat yang penuh arti.  Luna tak mendengar jelas apa yang di katakan Sean, hanya hembusan nafas yang hangat tersembul mesra di belakang telinganya. Mungkin karena gairah yang telah memuncak sehingga barisan kata Sean tak terbaca lagi olehnya. Sean membaringkan tubuh Luna di kasur lagi, menciumi punggung Luna dari arah belakang. Desahan kecil sudah mulai rutin  menghiasi mulut mantan istri Hadi itu. Tangan kannanya menyusup di selipan pelindung dua benda kenyal milik Luna, meremas juga memilin-milin puting coklatnya.  "Hamm.. Ahh.." Desah Luna.  Sean perlahan melepas baju Luna,
Baca selengkapnya
PIKIRAN SEAN DAN LUNA
 Luna masih memikirkan semua kalimat Sean yang penuh makna. Dia membocorkan Ray sembari membandingkan wajah pria yang tampan itu. "Ah, kenapa kamu jadi ide dia sih, Lun.." Luna menggerutu seorang diri. Bayangan Sean tiga hari belakangan ini berkelebat di pikirannya. Seolah hati dan pikirannya menanti Sean namun kegengsian buat dia harus menolak semua keinginan itu. Dari luar ada suara Cia mengetuka memanggilnya. Luna beranjak membuka pintu kamarnya.
Baca selengkapnya
USAHA SEAN
Usai upacara adat, Sean segera bubar dari tatanan keluarga kerajaan. Man Ras melirik ke Raja Rahadian, mimik ayah Sean itu terlihat menyimpan ketidaksukaan pada sikap anaknya. "Maaf pangeran, jangan pergi dulu," ucap Man Ras pada Sean. "Apalagi, Man Ras?"  "Ada banyak yang Pangeran harus kerjakan, jangan pergi." "Saya belum jadi Raja, jadi biarkan saya menikmati kebebasan dulu, lagi pula saya memiliki urusan yang sangat penting, ini menyangkut Raja Arlesa," kata Sean yang terpaksa berbohong. Dengan membawa nama Arlesa, dia tahu nyali ayah dan Man Ras akan ciut mencegatnya. Tanpa membuang waktu lama, Sean menaiki kuda putihnya. Memacu dengan cepat menuju gerbang dimensi yang tak jauh dari kebun kopi milik kerajaan. "Tunggu aku, Luna. Aku harus jujur, tapi apakah kau akan menerima kejujuran itu?" Sean tak henti bertanya-tanya dalam hat
Baca selengkapnya
RENCANA CIA
 Sean menuju ke kota dengan mengunakan taksi, ia seolah-olah menjadi manusia pada umumnya. Di dalam taksi, dia mempersiapkan kata-kata ketika menemui Luna. Terbersit di pikirannya agar lebih baik jujur pada Luna tentang siapa dirinya sebenarnya. "Apakah dia akan takut? mungkinkah dia mau menerimaku setelah dia tahu aku ayah  Ray?" Sean bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Laju taksinya kian cepat, berharap semau akan baik-baik saja setelah bertemu dengan Luna. Namun tiba-tiba, ada seseorang berjubah hitam menghadang taksi itu. Rem di injak mendadak oleh supirnya, Sean yang berada di jok belakang ikut pula terpental ke depan. "Ya ampun! siapa sih, orang itu?" gerutu supir taksi. Pria berjubah hitam itu begitu pelan melewati mereka, sedetikpun tak melirik ke arah mobil, langkahnya bagai zombie yang sedang berjalan. Sean yang curiga berinisiatif untuk turun dari taksi, tapi ia cegah oleh supir itu. "Jangan, Bang. Bis
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status