Semua Bab Marriage Express: Bab 31 - Bab 40
75 Bab
31. Bahagia Bersama yang Lain
“Sebenarnya malam itu aku yang menelepon kamu.”Liam menghentikan gerakannya yang akan mengambil potongan kentang dalam tusukan garpunya. Ia mendongak, mendapati Bianca tersenyum kecil padanya. “Maaf, aku tadinya mau bicara sama kamu mengenai pekerjaan yang sudah aku dapatkan di sini.”Penjelasan perempuan cantik itu membuat Liam menipiskan senyumnya dan mengangguk. Ia terlalu sulit hanya untuk menatap lekat dalam manik hitam itu. Parasnya masih sama; cantik. Kulit putih dan rambut panjang itu tidak ada yang berubah. Ia tetaplah Bianca yang dulu Liam kenal.“Tadinya aku cukup bingung karena nomor yang aku punya hanya untuk orang terdekat.”Bianca meringis pelan dan berucap lirih, “Kak Xavier yang memberikan nomor ponsel kamu untuk aku.”“Dia?”“Hmm.”Bianca menyibak sedikit helaian rambutnya yang sengaja ia urai.Setelah permintaan maaf yang menjadi awal hu
Baca selengkapnya
32. Kamu ... Cemburu?
Baru kali ini, Indira refleks menyunggingkan senyum manis mendapati Fortuner putih itu sudah berjejer rapi di dekat luar gerbang sekolahnya. Dari pos satpam itu, Indira sudah bisa melihat ada mobil Liam terparkir mengikuti pola lurus seperti kendaraan lain. Pria itu sempat mengirim pesan dan meminta Indira menunggunya setelah pulang sekolah karena akan dijemput.“Maaf kalau lama. Kebetulan gurunya kasih sedikit arahan, termasuk untuk ujian nanti sebagai latihan di rumah.”“Iya, nggak apa-apa. Aku juga baru sampai lima menit yang lalu,” balas Liam tersenyum manis, membiarkan Indira memasang sabuk pengamannya terlebih dulu.Perempuan itu menoleh, menatap Liam yang memainkan sebentar ponselnya. “Aku beneran kaget waktu tau ternyata kamu mengeluarkan Gio dan temannya dari sekolah ini.”Liam menaruh kembali ponselnya di saku jas, belum menjalankan mobilnya sama sekali dan memilih menjawab pertanyaan Indira. “Aku nggak
Baca selengkapnya
33. Jangan Ikut Kilat
Indira mencoret tidak jelas buku catatannya. Ia tidak bisa berkonsentrasi penuh atau mempercantik slide satu dalam power point yang akan dipresentasikannya dua hari lagi. Niat Indira mengerjakan tugasnya lebih cepat, tapi bayangan saat mobil itu untuk kali pertama setelah pernikahannya bersama Liam, sudah dipakai perempuan lain.Ada rasa panas dan amarah yang tidak bisa dikikisnya. Tangan Indira mengepal, melampiaskan pulpen di tangannya untuk remuk. Tapi ia tidak memiliki tenaga lebih untuk melakukannya, memilih untuk melemparnya kesal di atas meja belajar.“Apa dia nggak bisa menghargai istrinya sedikit, ha? Kalau nggak ada cinta di antara gue sama dia, seenggaknya jangan buat panas perasaan bininya,” ucapnya berdecak pelan, menatap sengit layar laptop yang belum menampilkan progres apa pun.Indira tidak  bisa tenang dan mengerjakan tugas dengan santai. Bukannya santai, ia justru ingin kembali memaki pria yang tampak sibuk di luar kamar.
Baca selengkapnya
34. Tips dan Trik
“Selamat pagi, Liam.”“Hai, Bianca ... Selamat pagi,” balas Liam tersenyum manis berjalan mendekati meja kerja Bianca tepat di luar ruangan Xavier.“Kakakku ada di dalam?” tanyanya berucap kembali dan dibalas gelengan perempuan yang kini berdiri di hadapannya.Sesaat Liam mengakui jika hanya blus berpadu dengan celana panjang saja sudah cukup membuat tubuh ramping Bianca semakin menampilkan pesonanya. Ya, cukup sederhana dan pakaian casual pun sepertinya masih melekat di tubuh Bianca hingga kita.Style-nya tidak berubah jauh.“Pak Xavier ada rapat jam sepuluh di salah satu perusahaan rekan bisnisnya dan pergi bersama asisten pribadinya,” jelas Bianca sudah hafal jadwal kerja Xavier hari ini.Pria itu mengangguk dan menyodorkan berkas pada Bianca. “Aku titip untuk Xavier, ya? Aku takut lupa kalau harus dibawa lagi ke ruangan. Hari ini kerjaanku cukup banyak,” ungkapnya membuat Bianca
Baca selengkapnya
35. Istri dan Mantan Kekasih
“Nggak tau kenapa, tapi hari ini gue mau mengucapkan rasa bahagia karena bisa pulang cepat. Untung aja hari ini guru ada rapat dadakan. Gue jadi bisa ketemu Liam dan bawa bekal makan siang ini,” ucapnya tersenyum manis seraya mengangkat kantung berisi makanan cepat saji yang ia beli tidak jauh dari sekolah.Indira menarik napas dan mengembuskannya perlahan sebelum melangkah masuk ke dalam lobi perusahaan milik Keluarga Ogawa.Setidaknya ia bisa memakai jaket untuk menutupi seragam putihnya, sedangkan untuk bawahannya? Sudahlah. Itu menjadi risiko Indira ketika banyak dari pegawai perusahaan mulai meliriknya aneh.“Bodo amat, deh. Kenal juga enggak. Udah, lewatin aja,” gumamnya meyakinkan dirinya karena merasa pintu lift cukup jauh.Mungkin, sepanjang langkahnya, banyak dari mereka tidak segan untuk menatap Indira. Tidak ada dari mereka yang tahu mengenai status Indira di keluarga ini. Meskipun cukup bagus, tapi tetap saja mereka se
Baca selengkapnya
36. Kesempatan Besar
Beberapa waktu lalu, Indira berharap jika unitnya cukup bebas dari Liam. Ia tidak ingin digoda oleh pria itu atau sekadar menjahilinya sampai perempuan itu ingin memekik dan memberikan tatapan tajamnya.Tapi hari ini berbeda setelah fakta itu membuatnya nyaris tidak bisa diam dan cukup tenang.Indira gelisah, mengingat jika perempuan itu sangat dikenalnya. Perempuan yang membuat perasaannya sedikit aneh saat mengetahui Liam sudah kembali dekat dengan mantan kekasihnya.“Liam pulang jam berapa sih?”Ia duduk di kursi meja belajar dan melirik jam di layar ponsel. Napasnya terembus gusar, melihat baru jam lima sore. “Apa gue telepon aja, ya? Gimana kalau dia sibuk?”Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, merasa bingung dan mencoba menerka-nerka apakah Liam masih berkutat dengan pekerjaannya. “Coba dulu aja deh,” putusnya.Entah kenapa bayangan Bianca—Kakak Sepupu—Indira kian membuat perasaannya t
Baca selengkapnya
37. Suasana Hati yang Memburuk
Liam menutup pintu unit apartemennya dan satu per satu membuka sepatu, lalu menaruh tas kerja.Suara langkah kaki itu membuat Liam mengalihkan pandangan, menegakkan kepalanya dan mendapati Indira mendekatinya dengan piama tidur. “Kamu belum tidur?”Pria itu bisa melihat sorot kantuk yang sepertinya ditahan Indira.Perempuan itu menggeleng dan menjawab, “Nggak biasa tidur kalau nggak ada kamu,” balasnya dan membuat Liam sedikit menerbitkan senyumnya.“Jadi, kamu lembur sendirian?”Indira tidak ingin mengatakan lebih lugas, terlalu membesarkan rasa gengsinya daripada harus bertanya pada inti.Telinganya masih bisa mendengar suara yang sangat dikenalnya saat menelepon Liam. Perasaan lain itu masih terpantik di dalam hatinya, membuat perempuan itu tidak bisa melakukan aktifitasnya dengan baik-baik saja.Ia bahkan tidak bisa tidur hanya untuk bertanya, lalu memastikan jika semuanya masih terkendali aman.
Baca selengkapnya
38. Kenangan Kita
“Serra? Xavier ada di rumah?”“Ada. Dia lagi di taman belakang, masih sibuk sama pekerjaannya.”“Oke. Aku ke sana dulu,” tutup Liam pada Kakak Iparnya yang terlihat ingin menaiki anak tangga, membawa beberapa mainan mobil, tampak membereskan milik anak lelakinya.Pria itu bergegas menuju taman yang tidak terlalu luas itu. Ia mendapati Xavier sedang duduk dengan beberapa berkas di meja, laptop yang masih menyala dan beberapa kali pria itu berdecak kesal.“Kamu kayaknya sibuk banget dari kemarin.”Xavier mendongak, baru menyadari kehadiran Adiknya yang mengambil duduk di samping pria itu. “Belum di minum tehnya?”Mata Xavier memicing dan mendengkus pelan, lalu mendorong cangkir itu ke hadapan Liam. “Ambil aja. Belum aku minum dan baru di bawa Serra,” balasnya membuat Liam tertawa kecil dan berucap terima kasih, lalu mengambil alih teh tersebut.“Pakaianmu rapi
Baca selengkapnya
39. Mau di Bibir, Ya?
“Seharusnya Kakak nggak usah jemput aku. Mana udah sore dan kayaknya ... Kakak baru pulang kerja, kan?”Indira menatap bersalah pria keturunan Jepang di sampingnya.Xavier.Pria bertubuh atletis itu masih membalut tubuhnya dengan setelan jas formal. Bahkan, Indira masih melihat dasi itu terpasang rapi di sana. Ia tidak enak hati saat tahu yang menjemputnya adalah Xavier ditemani sopirnya. Terlebih, pria itu dengan senang hati mengantar Naomi pulang ke kompleks perumahannya.Saat bersama Naomi, Indira tidak banyak bicara pada Xavier. Apalagi dengan sikap datar dan kaku pria itu, ia memang enggan bertanya lebih sementara waktu.Tapi lama-lama ia cukup tahu diri dan meminta maaf karena merepotkan pria itu menjemputnya, membuat ia harus berucap lebih dulu.“Aku baru selesai bertemu klien dan restorannya nggak jauh dari sekolah kamu. Jadi, aku rasa sekalian anterin kamu pulang nggak masalah.”Perempuan itu tersenyum
Baca selengkapnya
40. Aku Bibit Unggulan
Indira diam di depan pintu kamar. Ia memerhatikan Liam yang kembali memeriksa isi kopernya. Pria itu tampak memastikan jika besok ia tidak lupa untuk membawa satu barang pun yang penting.Perempuan itu menatap Liam dengan perasaan sedih, menyadari jika ia pun akan meninggalkan apartemen ini selama satu minggu kedepan.Sebenarnya, Indira sudah terbiasa dengan kehadiran Liam, lalu tidur berdua. Biasanya ia terbiasa tidur sendiri, melakukan apa pun di kamar sendiri. Bahkan, salto pun tidak akan ada yang melihat.Ia benar-benar tidak berstatus jomlo lagi. Jadi, sudah pasti jika ia biasanya bersama Liam, harus bersabar dan menunggu pria itu kembali untuk menciptakan suasana yang sudah mereka rasakan bersama lagi.Liam yang berniat mengambil Macbook di atas meja belajar Indira terkesiap, mendapati perempuan itu masih diam terpaku di sana. “Hati-hati berdiri di sana, apalagi melamun. Kalau kesurupan, pulihkan sendiri, ya?”Perempuan itu menger
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status