All Chapters of Marriage Express: Chapter 51 - Chapter 60
75 Chapters
51. Perih dalam Hati
Indira membuka pintu unit apartemen dengan wajah kusut. Padahal, ia belum bertemu hari di mana ujian nasional akan ditemui dan dijalaninya. Masih ujian berstandar sekolah yang ternyata membuatnya ingin pingsan.Pulang dari sekolah kepalanya berdenyut-denyut. Mungkin, semalam kurang cukup tidur dan ia baru pulang menjelang magrib dikarenakan menyelesaikan belajar kelompok lagi. Murid tahun terakhir sepertinya memang sangat ribet.Jika ingin dapat nilai terbaik atau standar, harus tetap belajar. Kecuali malu seumur hidup dengan nilai yang tercetak dan menjadi kenang-kenangan hingga tua.“Gue udah maksimal dan sebenarnya ngerasa ada isinya sih, nih, otak. Tapi gitu ... Banyak materi yang harus kembali diulang lagi lebih banyak.”Ia tersenyum kecil, merasa tetap bangga dengan dirinya yang perlahan sadar untuk masa depan. “Nggak boleh balik males lagi, Dir! Lo harus semangat!”Indira menyemangati dirinya sendiri.“Ng
Read more
52. Kejujuran Liam
“Indira. Kita harus bicara sebentar.”Perempuan itu sudah dihadang oleh Liam saat akan keluar kamar, memutuskan untuk berangkat sekolah lebih pagi.Ia tidak berniat sarapan setelah mengambil beberapa camilan sejak semalam, beserta minuman. Baru pagi ini ia keluar kamar dengan setelan rapi. Seragam putih abu-abu dan juga ransel.Tinggal mengambil sepatu dan memesan taksi di area lobi.“Gue mau berangkat sekolah,” ucapnya dingin tanpa menatap pria bertubuh tinggi itu.“Kamu nggak usah terburu-buru. Aku bakal anterin kamu ke sekolah tepat waktu.”Liam masih ingin bernegosiasi dengan perempuan itu. Ia mengembuskan napas berat ketika Indira ikut diam, membuang pandangan dan tidak sedikitpun berontak atau menatapnya untuk mengatakan ketidaksukaannya.“Maafkan aku, Indira,” lirihnya menatap perempuan itu dengan rasa bersalah.“Aku nggak bisa mengendalikan hasratku sendiri.”
Read more
53. Tentang Akhir Hubungan
‘Seenggaknya lo peduli sama suami lo, Dira! Kak Liam udah berusaha untuk peduli, membiarkan memaksa untuk menurunkan egonya juga agar bisa melihat lo sayang sama diri lo sendiri.’‘Rasanya agak aneh kalau dia begadang selama di rooftop terlalu lama. Dia memang memberikan kesempatan untuk lo biar nggak makin marah apalagi menahan diri sampai lo harus kelaparan sampai pagi.’‘Gantian aja. Anggap aja ini timbal balik untuk apa yang sudah dia siapkan kemarin sore. Lo boleh benci dia, tapi jangan sampai rasa simpati lo hilang dan tertutupi rasa egois.’Indira menatap gedung perusahaan yang sejak awal hanya didatanginya beberapa kali. Di tangannya sudah ada bungkusan berisi bubur ayam lengkap dengan kuahnya yang terpisah. Ia juga sudah membeli beberapa obat yang paling sering dipakai, seperti paracetamol dan vitamin untuk sementara waktu.Berbicara dengan Naomi, membuat perempuan itu memaksa Indira untuk sedikit peduli pada L
Read more
54. Meredam Ego
“Terima kasih, Kak.”“Aku merasa lebih baik setelah berbagi cerita sama Kakak,” sambung Indira tersenyum kecil menatap Serra; Kakak Iparnya.Perempuan yang menjadi istri Xavier itu menemani suaminya datang ke unit apartemen Liam dan Indira. Mereka datang malam hari, berusaha menjadi teman baik; pendengar yang bisa memberikan beberapa tanggapan yang bersifat netral.Xavier pun memilih membawa Liam ke area rooftop. Membiarkan istrinya menemani Indira di unit dan mereka sudah menghabiskan waktu hampir satu jam untuk melegakan isi hati masing-masing.Serra meraih kedua tangan Indira dan mengenggamnya hangat. Perempuan dewasa itu membalas senyum Indira dan berucap, “Kamu perempuan yang kuat, Indira. Meskipun harus mengubah pola pikir kamu untuk lebih dewasa dari usia kamu, tapi apa pun itu semua akan menjadi pembelajaran untuk kamu kedepannya.”“Semua yang kamu katakan dan tentang rasa sedih kamu, Kakak bisa mer
Read more
55. Dalang dari Foto Mesra
Liam mengunjungi ruang gym yang menjadi salah satu fasilitas di gedung apartemen ini. Ia juga menjadikan hal ini sebagai alasan untuk membiarkan Indira menikmati sarapan paginya yang sudah ia sediakan sebelum pergi ke area ruang gym.Tidak lupa, Liam menyelipkan kertas yang berisi catatan kecil ditulis tangannya dengan rapi. Termasuk ia menaruh sepuluh lembar uang seratus ribuan untuk uang jajan dan transportasi Indira, setelah sebelumnya ia kembali mengirim uang; mengisi saldo Indira.“Selamat pagi, Pak Liam.”“Selamat pagi, Pak.”Liam membalas jabat tangan dari seorang yang dikenalinya, tinggal di unit ini juga.Mereka terlibat percakapan kecil, sebelum akhirnya Liam memutuskan untuk mendekati area treadmill, meninggalkan lelaki berusia empat puluh tahun yang tinggal bersama istri dan anaknya di unit.Lelaki itu beralih memilih area tempat beban yang lebih berat karena sudah datang duluan. Sedangkan Liam, baru ingin
Read more
56. Berpikir Waras
“Ada undangan dari temannya Papi. Kebetulan anaknya mau tunangan dan aku mau kamu yang datang, gantiin aku sama Serra.”Liam mengerjap, menatap undangan yang disodorkan Xavier di hadapannya. Ia menatap sang Kakak yang masih berdiri di depan meja kerja Liam.Pria itu pikir, Xavier datang untuk membicarakan seputar pekerjaan atau mengobrol dengannya. Tapi undangan pertunangan itu sudah membuatnya bingung. “Aku?” tanyanya mengulang.Xavier mengangguk sekali lagi dan menumpukan kedua telapak tangan di atas meja. “Kamu harus datang bersama Indira kalau nggak mau kesepian selama di sana.”“Aku takut dia nggak mau ikut sama aku,” lirihnya sudah berucap lebih dulu di bandingkan bertanya langsung pada Indira.“Dia juga belum maafin kesalahanku. Sebenarnya aku udah cukup sadar buat dia sedih. Jadi, aku merasa nggak berhak minta bantuan sama dia,” tambahnya yang membuat sorot manik mata Xavier memici
Read more
57. Maaf yang Diterima
Liam menatap Indira yang memegang pinggiran meja dapur seraya memegang perutnya. Rintihan itu membuat Liam khawatir. Ia segera mendekati perempuan itu yang masih berdiri kaku.“Indira? Kenapa sama perut kamu?”Indira mengabaikan kedua tangan Liam yang sudah mengenggam bahunya. Ia menggeleng pelan dengan ringisan kecil. “Ng-ngak apa-apa. Agak sedikit sakit aja dan kayaknya gue lagi datang bulan.”“Duduk dulu, Ra.”“Sebentar, aku ambilkan air hangat,” sambungnya.Ia membantu Indira menarik kursi dan mempersilkan perempuan itu untuk duduk. Dengan cepat ia menuangkan minum dan menambah suhu dari air dispenser.“Terima kasih,” lirih Indira merasa sakit perutnya kian bertambah.Liam melirik jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam.“Ini hari pertama kamu?”Indira mengangguk pelan. “Gue mau bersih-bersih sebentar,” cetusnya segera beranja
Read more
58. Tamu Tak Diundang
“Akhirnya ... Bisa kesampaian main ke tempatnya Tante Dira ya, Nak?”Seorang perempuan berusia tiga puluh lima tahun itu berwajah semringah, menggoyangkan tubuh bayi berusia sekitar tujuh bulan dan menggerakkan tangannya pada dua orang yang masih dalam suasana suami istri baru dengan rentang usia cukup jauh.“Udah lama ya, Nak, kita mau main dari Bandung ke sini sama Papa juga,” sambungnya mengecup sayang pipi anak lelakinya yang tertawa pada Indira.Perempuan itu tampak mengajak main Zidan—anak Tania dan Ervin—yang dalam gendongan Tania, lalu tertawa, merasa jika Indira sangat lucu di matanya.“Hm, terima kasih—““Panggil kami Kakak aja, Liam. Usia kita juga nggak beda jauh. Biar enak ngobrolnya,” sahut Ervin merasa jika pria yang selisih sekitar lima tahun di bawahnya tampak bingung setelah perkenalan.Sebab, di hadapan Liam sore hari ini adalah keluarga Indira dari pihak Ma
Read more
59. Rona Merah di Wajah
“Cie ... Mau kencan, ya? Ih, susah banget mau bilang mengulang masa lalu tanpa harus diganggu. Tenang aja, Dira. Tante sama Om tau, kok. Kamu pasti mau pulang sampai larut malam atau bisa jadi check in.”“Kamu risih kan, ada Tante di sini?”Indira melongo sempurna mendengarkan ucapan Tania. Sedangkan Ervin menyampaikan lewat sorot matanya pada Liam mengenai ucapan istrinya yang memang sudah sejak dulu ‘blak-blakan’ pada Indira.Liam mengulum senyum melihat istrinya yang berdiri dengan tatapan nyaris tidak berkedip. Mereka sudah bersiap pergi keluar dan pamit, tapi ucapan Tania yang sengaja terkesan jahil, harus membuat Indira menahan emosi di ubun-ubun.“Siapa yang kencan?” tanyanya tidak terima.“Aku sama Liam cuma mau keluar sebentar, terus bawa makanan untuk Zidan,” sahutnya menyeret sedikit anak kecil yang masih tidur di kamarnya itu.Tania yang tadi beristirahat di ruang tengah
Read more
60. Belum Berakhir
“Kak Bianca minta lo datang ke unitnya.”Liam berhenti untuk mengulurkan botol mineral dingin pada Indira. Ia baru saja mendekati kembali Indira saat ia tidak ingin ikut ke dalam supermarket hanya untuk melegakan dahaga dan juga es krim yang diminta pada Liam untuk dibeli.Jadi, ia menunggu di kursi tunggu depan supermarket, lalu memegang paper bag dan sempat memainkan ponsel Liam.“Nih, ponsel lo,” lanjutnya mengambil alih satu botol mineral, mengganti dengan membantu pria itu mengenggam ponselnya di tangan kiri.“Sorry. Kebetulan gue nggak sengaja baca di layar depannya. Tapi nggak gue buka pesan dari dia.”Pernyataan itu membuat Liam menyadari perubahan wajah dan suasana hati Indira. Ia mengembuskan napas pelan, merasa jika hubungan yang beberapa jam lalu cukup mencairkan suasana yang kaku, kini kembali sedikit tegang.Indira membiarkan Liam duduk di sampingnya dan ikut melegakan tenggorokan yang kering
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status