All Chapters of Marriage Express: Chapter 41 - Chapter 50
75 Chapters
41. Satu Kali Sentuhan
“Sebenarnya lo cinta apa nggak sih, sama Kak Liam?”Indira mendongak, menghentikan aktifitasnya mencoret kertas yang seharusnya ia gunakan untuk mencari jawaban dari beberapa latihan matematika. Perempuan itu menatap memicing Naomi yang duduk di hadapannya. Mereka sudah selesai dengan persiapan ujian selama di sekolah. Tapi Indira memaksa perempuan itu untuk pulang ke rumahnya dan makan bersama. Lebih tepatnya makan malam dan perempuan itu pun bisa mandi di rumah Indira.Beberapa pakaian Naomi memang ditinggal di rumahnya.Sudah lama mereka tidak berada di satu kamar yang sama layaknya teman dekat pada umumnya. Jadi, Indira menggunakan hari yang sudah terlewati, diisi dengan kebersamaannya bersama Naomi.“Lo nggak salah tanya hal begituan ke gue?” tanyanya memastikan.Angin sore sedikit memainkan helaian rambut keduanya yang duduk di kursi taman belakang.Naomi mengernyit. “Perasaan, gue udah tanya benar-benar.&
Read more
42. Debaran yang Sama
Sentuhan itu lepas perlahan, membiarkan untuk sesaat jemari tangan kanan Bianca masih menempel di pipi kanan Liam, membawa manik keduanya bersitatap cukup dekat.Debaran dalam jantung Liam kian tidak keruan bersama maniknya yang nyaris tidak berkedip menatap perempuan di hadapannya. Senyum Bianca terulas, mengusap lembut; membelai dengan sangat halus, pipi Liam.“Kamu pernah ngerasain kalau ada sorot mata aku yang merindukan kebersamaan di antara kita, nggak?”Ia tersenyum getir, ganti membawa punggung jemari tangan mengusap pipi Liam, membawanya kian turun membelai rahang itu. “Pertama kali kita bertemu setelah melewati beberapa tahun, aku sangat ingin memeluk kamu, sangat erat. Setelah itu, membiarkan satu kecupan sebagai hal terbaik untuk menyadarkan sesuatu di dalam diriku.”“Meyakinkan jika sampai sekarang aku belum bisa melupakan kamu, Liam.”Tubuh Liam membeku, mengunci pandangannya dengan perempuan yang b
Read more
43. Cinta Pertama
“Maaf ya, Nom, kalau kamu kesal sama permintaan mendadak Dira yang paksa kamu makan malam di sini sebelum pulang. Jadi, makin malam kamu sampai rumah.”Indira mencebik kesal, menatap Mamanya yang duduk di seberang dan memandang lurus Naomi yang mengambil duduk di samping Indira.Wanita itu seolah mengatakan jika Naomi sangat terpaksa menerima permintaan dari teman dekatnya. Padahal, mereka baru kali pertama bisa menghabiskan waktu dengan baik setelah Indira menikah. Ini sindiran yang membuatnya hampir kehilangan selera makan.Apalagi ia jarang tinggal di rumahnya sendiri. Apa Mamanya tidak merindukan suasana di saat Indira ada di rumah dan membawa Naomi ke mari?Naomi tertawa kecil, memandang Indira sekilas dan menatap wanita yang duduk di hadapannya, tetap setia menemani suaminya yang memimpin makan malam hari ini.“Nggak apa-apa, Tante. Naomi juga udah lama nggak mampir ke sini dan juga menghabiskan waktu sedikit lama di luar ur
Read more
44. Respons Tidak Terduga
“Aku nggak mau terlalu cepat masuk unit. Malam ini, kita bisa santai sebentar di area rooftop.”Liam terkesiap saat jemari tangan kirinya bertautan dengan jemari tangan Bianca. Perempuan itu tersenyum manis, lalu dengan semangat mengajak pria itu melangkah sedikit terburu ke area rooftop di lantai atas dari restoran.Keduanya meninggalkan rekan mereka masing-masing. Itu adalah permintaan Bianca yang sangat mendadak. Liam mengikuti dari belakang, melihat rambut itu sedikit terombang ambing, serta kedua sudut bibir itu tersungging manis saat Bianca sekilas kembali menoleh ke arahnya.Embusan angin malam sudah menyambut keduanya ketika Bianca membuka pintu kaca, disusul Liam dari belakangnya yang kini membawa keduanya berada di tengah-tengah rooftop. “Cuacanya dari tadi siang cerah. Malam ini juga bintangnya banyak, kan?”Bianca melepaskan tautannya, mendekati Liam sejenak untuk meminta balasan pendapatnya.Pria itu mendongak d
Read more
45. Morning Kiss
Tiga kali melakukan panggilan telepon. Selama tiga kali itu pula membuat Indira menggerutu, mendapatkan balasan dari operator, bukan pria di seberang sana yang ingin ia dengar suaranya.“Ke mana sih, si Om-om mesum itu? Belagu banget, nggak di angkat telepon dari gue. Sok sibuk di pagi hari!” ketusnya menatap sebal layar ponselnya yang sudah berhenti memanggil Liam, tidak diangkat sama sekali oleh pria di seberang sana.“DIRA .... KAMU MAU SEKOLAH ATAU TIDUR TERUS KAYAK KEBO?!”Indira terlonjak kaget.Hampir saja ia menjatuhkan ponselnya, mendengar teriakan menggelegar dari Mama tercintanya yang sepertinya sudah menunggu di lantai bawah. Sarapan pagi sudah terhidang dan perempuan satu-satunya yang menjadi anak di rumah ini sedang dinantikan kehadirannya.Indira mengusap bagian jantungnya. Perempuan itu merasakan debarannya semakin kuat dan mengembuskan napas lelah. Kemudian, pandangannya menatap tajam layar ponsel yang menam
Read more
46. Luka Hati
Liam tersenyum kecil saat ingatannya menarik kembali kejadian semalam dan pagi tadi. Pria itu bisa merasakan atmosfer yang dulu, kini datang perlahan. Liam sadar atas perlakuan baliknya pada Bianca dan mereka sama-sama merasakan debaran yang terus bertalu dalam detak jantung.Siang ini, ia berada di luar hotel dan baru saja menyelesaikan rapat bersama kliennya. “Pak, kita kembali ke hotel sekarang?”Ia mendongak dan mendapati asistennya datang menemui dirinya yang masih duduk di salah satu meja restoran bintang lima yang menjadi tempat rapat ia dan beberapa klien. Tangannya melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. “Satu jam lagi kita ada kunjungan ke rumah dinas walikota. Jadi, sebaiknya kita tidak perlu kembali ke hotel dan biarkan saya di sini sampai tiga puluh menit kedepan. Kamu bisa berkeliling di sekitar sini saja,” jelasnya membuat pria itu mengangguk.“Baik, Pak. Saya akan kembali lima menit lebih cepat,” jelasnya
Read more
47. Bersikap Egois
‘Jangan memberikan Indira perhatian lebih atau membuatnya nyaman, kalau kamu nggak berakhir selamanya dengan dia.’Sebuah pintu unit itu terbuka dan senyum semringah dari perempuan berbalut kaus longgar berlengan panjang dipadukan hot pants, benar-benar mensugesti pria yang kini sudah berganti pakaian untuk ikut menarik kedua sudut bibirnya.“Kamu mandi dulu, ya?” tebak Bianca mendapati Liam datang sudah dengan penampilan yang lebih santai.Sweater hitam itu sangat kontras dengan kulit putih Liam. Dipadukan celana jeans panjangnya semakin tampan memadukan setelan pria dengan tubuh atletisnya.Liam mengangkat sebelah alisnya, meskipun senyumnya ditahan dari bibir tipis kemerahannya. “Aku nggak memiliki keberanian lebih setelah seharian berada di luar hotel dengan kemeja yang pastinya sudah nggak layak untuk didekati orang lain lagi.”Hal itu membuat Bianca tertawa kecil. Liam tidak pernah berubah. Ia pasti tidak a
Read more
48. Terulang Kembali
“Jadi, kita beneran nggak bisa pulang bareng, ya?”Liam mengangguk, membiarkan ketika lengan kiri Bianca menyusup dari balik lengan kanannya untuk menautkan jemari tangan keduanya. Ia tersenyum kecil melihat hal itu, membawa perasaannya kian menghangat.Entahlah. Sesuatu di dalam dirinya sangat menginginkan hal sekecil ini bisa terjadi. Liam tidak bisa mengendalikan perasaannya sendiri di saat pertemuan mereka yang berlanjut, membawanya sadar akan kenyamanan dulu masih pernah tersimpan rapi di dalam hatinya.Bianca mengembuskan napas berat, bersandar di lengan atas Liam, memandang layar teve yang beberapa menit lalu menemani keduanya setelah makan malam bersama, tidak membuatnya baik-baik saja.“Tiga hari kedepan aku harus sabar menunggu kamu sampai kembali pulang dan bisa ada di perusahaan yang sama lagi,” cetusnya dengan sedikit kesal.Liam melirik perempuan di sampingnya, lalu melepaskan rangkulan Bianca untuk mengganti p
Read more
49. Kolam Renang
“Kalau yang ini, gimana cara hitung cepatnya?”Naomi menatap nanar Indira yang duduk di sampingnya, sibuk bertanya semangat pada teman-temannya yang lain di dalam meja perpustakaan. Kelimanya tampak belajar bersama saat jam istirahat, mempelajari lagi bahan yang akan ada di ujian minggu depan.Dua hari lalu, Naomi pun sudah mengemasi pakaiannya, sempat menaruh di rumah Indira dan melakukan aktifitasnya bersama teman baiknya. Ia bisa melihat, di antara tatapan intens dan penuh tanya menunjuk rumus dan beberapa penjabaran temannya yang lebih pintar dan baik hati dalam memberikan penjelasan, Indira sedang terluka.Ia menutupi hal itu dengan yang lebih realistis. Indira berusaha untuk menstabilkan emosi dan mengedepankan kesiapannya untuk menghadapi ujian sekolah dalam minggu ini yang masih berlangsung.“Gini, ya? Kalau lo biasanya sulit di bagian mana, Syah?”Aisyah. Perempuan berhijab itu tampak nyaman berbicara dengan Indira,
Read more
50. Pilihan Terakhir
“Ya ampun, Bianca. Udah lama ya, Tante nggak ketemu sama kamu. Sekarang makin cantik aja.”Indira menatap datar perempuan semampai yang menyambut bahagia kedatangan Mamanya, saling berpelukan; melepas rindu layaknya keluarga dekat pada umumnya. Perasaan Indira masih sakit tatkala mengingat apa yang sudah dilakukan Bianca dan Liam di Bali. Tapi saat tahu Mamanya memaksa untuk bertemu dengan Bianca setelah mendapatkan nomor ponsel dari Ayah Bianca melalui Papa Indira, ia terpaksa menemani Mamanya bertemu di restoran.Minggu siangnya sangat buruk sekali.“Tante juga makin cantik,” puji Bianca setelah mereka mengurai pelukan.Mama Indira tampak tersipu dan mengusap pelan lengan atas Keponakan dari suaminya. “Bisa aja kamu, Bi.”Ketiganya mengambil duduk bersama.“Oh, iya. Kamu udah ketemu duluan sama Dira, kan?” tanyanya segera menarik tangan Indira yang masih diam saja di belakangnya.Senyu
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status