Semua Bab I'm Hold You: Bab 31 - Bab 40
97 Bab
DIA?!
"Non ... Non Vina, buka pintunya, Non!"Vina yang sudah meraih jar krim wajahnya sontak menoleh ke arah pintu. Itu suara Yeti, baby sitter Ametta. Kenapa? Ada masalah apa sampai dia menggedor pintu kamar Vina dengan begitu panik? Vina melupakan niatnya untuk memoleskan krim wajah itu dan segera bangkit menuju pintu. Naluri keibuannya tergerak. Dia curiga ada sesuatu hal buruk terjadi pada Anetta. Pintu terbuka, nampak Yeti begitu panik dan pucat, membuat jantung Vina berdegup dua kali lebih cepat. "Kenapa? Ada apa, kok panik begini?" tanya Vina yang perasaannya mulai tidak enak. "Neta, Non! Di-dia--.""Neta kenapa?" potong Vina begitu panik, jantungnya serasa hendak lepas. "Neta mimisan lagi." jawab Yeti dengan napas terengah.Mata Vina terbelalak, lagi? "Tadi dia mimisan?" Vina segera melangkah keluar dari kamarnya, melangkah dengan sedikit cepat menuju anak tangga. "Tadi siang sampai
Baca selengkapnya
Benarkah?
"Dok, cepetan!"Bima tersentak, ia segera sadar dari keterkejutan yang tadi menyergap nya. Dengan tanpa mengurangi wibawanya, Bima melangkah mendekati bed itu. Nampak beberapa perawat dan koas tengah mengerubuti gadis kecil yang masih mengeluarkan darah dari hidung. "Ini kenapa?" Bima sekuat tenaga membuat suaranya tetap jelas, tidak peduli bahwa sebenarnya Bima tengah awut-awutan saat ini. Wanita dengan kaos berlumuran darah itu .... "Dok, tolong anak saya!"Anak? Kembali jantung Bima seperti dihantam batu begitu keras. Mata Bima terbelalak menatap wanita yang beberapa tahun ini menganggu pikiran Bima. Selalu hadir dalam mimpi Bima bahkan ketika Bima menggauli Melinda. Gadis tanpa nama itu ... gadis yang pertama kali Bima sentuh, gadis memberikan tubuh dan selaput tipis itu untuk Bima pertama kali ... gadis itu kini tampak lebih dewasa dan cantik!Matanya ... matanya cokelat gelap, begitu cantik d
Baca selengkapnya
Sampel
"Nah, itu dokternya, Vin! Ganteng, kan?" nampak mata Ani berbinar. Entah jodoh atau bagaimana, dia sendiri tidak menyangka bisa bertemu kembali dengan dokter itu lagi. Vina hanya tersenyum, tidak menjawab membuat Ani menjawil lengan Vina dengan gemas. Dari wajahnya dia tahu kalau anak perempuannya ini berpendapat yang sama perihal penilaian Ani terhadap dokter ganteng yang mengadzani Anetta ketika lahir dulu."Siapa namanya?" tanya Ani sambil memburu langkah Vina mendekati bed Anetta. "Apanya?" Vina membalikkan badan, menatap sang mama dengan alis berkerut. "Nama dokter ganteng tadilah, Vin!" gerutu Ani kesal, ia menatap Vina dengan mata melotot. Vina sontak mengangkat bahu, "Mana Vina tahu, Ma. Tadi dia nggak nyebut nama." jawabnya lalu berdiri di samping Anetta yang masih terisak di atas bed. "Ah gimana sih?" Ani masih menggerutu, membuat Vina menghela napas panjang dan menoleh ke arah pesawat yang masih sibuk
Baca selengkapnya
Curhat
"Hah? Lagi, Sus?" Vina yang lega Anetta sudah tenang dan tidak menangis setelah proses pengambilan darah, kembali terkejut ketika perawat yang tadi membawa sampel darah Anetta kembali dan mengatakan kalau ia perlu mengambil darah Anetta lagi. "Dokter perlu lebih banyak untuk proses cek lab-nya, Bu. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, ya." tampak perawat itu menunduk, tersenyum simpul kearahnya. Sontak hati Vina seperti dicengkeram perasaan takut yang teramat sangat. Sakit apa anaknya sampai dokter perlu lebih banyak darah untuk di cek? "Sus!" panggil Vina dengan suara bergetar hebat. "Anak saya nggak sakit yang aneh-aneh, kan, Sus?" kembali mata Vina memerah, ia benar-benar takut kalau sampai Anetta kenapa-kenapa. Perawat itu kembali tersenyum, "Kita akan tahu setelah hasil lab-nya keluar, Bu."Vina menghela napas panjang, ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia lantas menatap perawat itu dan mengangguk pelan. 
Baca selengkapnya
Curhat (2)
"Ini apa, Bim?" tampak Andri terkejut ketika sejawatnya yang tengah menjalani pendidikan spesialis anak datang ke ruang praktiknya dengan membawa tabung berisi sampel darah.Bima menghela napas panjang, menepuk jidatnya sambil mendengus kesal. Ia menatap Andri dengan tatapan gemas, meraih tabung itu dan mengangkatnya ke atas. "Berapa tahun belajar kedokteran? Jadi dokter berapa tahun, sampai kau tidak tahu ini apa?" tanya Bima gemas. Kini gantian Andri yang menghela napas panjang, balas menatap gemas sejawatnya itu sambil bersiap-siap menyemprot Bima yang masih menatapnya sambil mengangkat tabung berisi darah."Ya aku tau itu darah, Bim. Maksudku itu darah buat apa? Mau kau apakan sampai kau bawa ke sini, Bim?" Andri menjelaskan maksud pertanyaannya barusan. Dia mempertanyakan itu, bukan soal apa benda yang Bima bawa. Kalau itu tentu Andri tahu, darah yang Bima bawa kemari. Bima meletakkan tabung itu, menundukkan wajahnya sambil m
Baca selengkapnya
Bau Itu ....
Mobil itu berhenti tepat di depan rumah besar yang selama ini Melinda tempati. Rumah yang menjadi tempat dia pulang setelah resmi menikahi Bima Dirgantara Soebrata. Melinda memejamkan mata sejenak, menghirup udara banyak-banyak lalu melepaskan seat belt-nya. Melinda menoleh, menatap Radit yang juga tengah menatap matanya itu. "Terima kasih banyak sudah mau jadi teman bicaraku, Mas. Terima kasih sudah di traktir kopi." senyum tipis tersungging di wajah Melinda, membuat Radit ikut tersenyum dan mengangguk pelan. "Sama-sama, Mel. Aku senang bisa jadi teman bicara untuk segala masalahmu."Melinda mengangguk, ia hendak keluar dari mobil ketika tangan itu mencekal tangan dan membuat Melinda mengurungkan niatnya untuk turun dari mobil. "Mel, aku cuma mau bilang sama kamu." tangan itu masih mencengkeram erat tangan Melinda, membuat Melinda membeku seketika. "Seumur hidup itu terlalu lama, Mel. Apapun dan bagaimanapun kondisi kamu, k
Baca selengkapnya
Bau Itu (2)
Bima benar-benar panik, tidak peduli darah itu membasahi dan mengotori snelli-nya ia terus mempertahankan posisi Anetta dalam pangkuannya. Tampak dokter Gina tengah menganamnesa Anetta yang masih mengeluarkan darah dari hidungnya. Penyakit apa ini? Thalasemia? Von willebrand? Atau apa? Hati Bima seperti di remas melihat bagaimana gadis kecil ini duduk di pangkuannya dengan kondisi hidung yang masih mengucurkan darah. "Observasi lebih lanjut apa perlu opname, Dok?"Bima tersentak, perlukah? Tentu perlu kalau sampai detik ini darah belum mau berhenti! Sudah bisa dipastikan kalau ada sesuatu yang tidak beres pada tubuh Anetta. "Perlu, px ada riwayat lahir kurang bulan. Kebetulan dokter Agus cuti, besok baru saya konsulkan beliau, Dok." jelas Bima yang masih betah memangku gadis kecil itu. Padahal Bima tahu, mamanya berdiri tidak jauh dari tempat dia duduk. "Baik kalau begitu." dokter Gina menatap sosok yang berdiri tepat di seb
Baca selengkapnya
Galau
Vina membawa jas dalam dekapannya itu melangkah keluar dari IGD. Dengan langkah tergesa dia menuju lift, hendak menyusul Anetta yang sudah lebih dulu dibawa ke ruang inap ditemani Ani. Dalam hati Vina bersorak gembira, akhirnya ide gila yang mendadak muncul itu sukses! Jas lelaki itu dalam genggaman Vina sekarang. Untuk apa sebenarnya dia sampai merengek meminta jas berlumuran darah itu dari sang pemilik? Tentu hendak Vina hirup dan pastikan bahwa bau parfum yang berpadu dengan keringat itu adalah bau yang menyelimuti tubuhnya pagi itu, kala peristiwa paling berengsek terjadi dalam hidupnya dan meninggalkan Anetta di rahim Vina. Tapi apa mungkin? Ting! Vina melangkah keluar dari IGD, tempat yang dia tuju sebelum pergi ke kamar inap Anetta adalah toilet! Vina masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi, menutup rapat-rapat pintunya dan menatap nanar jas putih di tangannya. Jas itu pasti tampak putih bersih, kecuali noda
Baca selengkapnya
Jadi ....
"Nggak ada salahnya kamu resign dari pekerjaanmu, Mel. Fokus program hamil. Mau sampai kapan kalian seperti ini?"Melinda yang hendak menyuapkan nasi ke dalam mulut ketika Anita mengeluarkan kembali kalimat yang sering sekali Melinda dengar. Kalimat yang berkali-kali sang mama mertua tujukan kepadanya. Melinda meletakkan sendoknya, menatap sang mama mertua yang tengah asyik menyantap makan malam. Melinda tersenyum getir, mendadak ia ingat obrolannya bersama Radit tadi. Mata Melinda sontak memerah. Perlukah Melinda jujur perihal kondisinya sekarang? "Sedang Melinda bicarakan sama Mas Bima, Ma. Melinda tipe yang nggak bisa diam di rumah, itu yang dari dulu jadi masalah."Anita mengunyah makanan dalam mulutnya, balas menatap Melinda yang nampak menunggu Anita bicara. Soroti itu tampak tenang, namun Melinda tahu dan paham bahwa di balik sorot itu, tersimpan rasa jemu yang teramat sangat. Melinda tahu bahwa kedua mertuanya begitu mengi
Baca selengkapnya
Lelaki Itu Aku!
Bima bungkam, lidahnya mendadak kelu. Sementara Vina terisak dengan bahu naik-turun di sebelahnya. Koridor rumah sakit itu sepi, hanya ada mereka berdua, meskipun di bangsal rawat inap, ada banyak orang, tetapi ini bukan jam besuk, jadilah koridor ini sepi tanpa seorang pun. Bima seperti di tampar dengan segala penjelasan yang Vina katakan tadi. Jadi benar ... benar kalau Anetta adalah anak kandungnya? Benar bahwa perbuatan terkutuk Bima meninggalkan Anetta dalam rahim Vina? Astaga! Dia benar-benar lelaki terkutuk! Bajingan dan berengsek. Air mata Bima hendak menitik, namun sekuat tenaga Bima tahan agar Vina tidak curiga. Bima belum ingin mengakui dosanya, ia masih belum tahu apa-apa saja yang hendak dia lakukan. Siapkah dia dengan  konsekuensi yang akan dia terima setelah dia jujur apa adanya. Namun naluri lelaki Bima begitu kuat. Dengan sisa keberanian dan sisa kekuatan Bima menahan gejolak tubuhnya, ia meraih Vina yang terisak itu dalam
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status