Semua Bab I'm Hold You: Bab 91 - Bab 97
97 Bab
New Chapter 4
"Sakit?" Tanya Bima sambil mengelus puncak kepala sang istri yang kini tergolek di ranjang dengan kateter yang menancap di leher.  Vina menggeleng lemah, "Demi Anetta, semua ini sama sekali tidak terasa sakit, Mas." Bima mengangguk, menjatuhkan kecupan mesra yang begitu manis dan mampu membuat dua orang yang ada di ruangan itu auto iri melihatnya.  Vina tersenyum, akhirnya kini dia yang berbaring di sini. Bukan karena sakit, tetapi bersakit-sakit ria demi Anetta.  Setelah prosedure panjang yang dilakukan, hasil pemeriksaan HLA yang paling cocok merujuk pada dirinya. Bukan Bima atau anggota keluarga yang lain. Jadilah ini Vina kembali berjuang demi Anetta setelah dulu berjuang di OK demi melahirkan Anetta.  "Kamu wanita paling hebat dan kuat yang pernah aku kenal, Vin." Bima mengelus lembut dahi Vina, wajah mereka begitu dekat membuat siapapun yang di sana gigit jari melihat kemesraan itu.  "Kau tau siapa yang membuatku
Baca selengkapnya
New Chapter 5
"Neta nggak bisa makan untuk sementara waktu, Ma." Gumam Bima ketika Ani datang membawa banyak sekali makanan kesukaan Anetta. "Kenapa, Bim? Dia baik-baik saja, bukan?" Tampak wajah itu sangat khawatir, membuat Bima tersenyum getir dan mengangguk pelan. "Tentu, dia baik-baik saja. Hanya efek dari BMT adalah adanya gangguan pencernaan dan mungkin muncul sariawan di mulut, jadi makanan Anetta sampai beberapa saat ke depan sampai pencernaannya membaik hanya melalui infus." Jelas Bima sabar, ia sudah menjelaskan hal ini pada Vina, untuk Anita tentu Andi sudah menjelaskannya lebih dulu, bukan? "Oh begitu?" Ani nampak murung menatap bungkusan yeng dia bawa, "Vina juga nggak boleh makan?""Kalau Vina boleh, Ma. Dia bebas mau makan apa aja." Tentu Bima paham kalau Ani khawatir dan kecewa karena apa yang dia bawa tidak bisa Anetta nikmati, tapi semua itu demi kebaikan Anetta, bukan? "Sampai kapan Neta harus dirawat, Bim? Kapan dia bo
Baca selengkapnya
New Chapter 6
Suara pintu terbuka, Vina sontak menoleh dan mendapati dua nenek rempong itu sudah masuk bersama-sama ke dalam ruangan. Heran, rumah mereka jaraknya cukup lumayan, tapi kenapa bisa barengan begitu sampainya? “Neta tidur?” tanya Ani sambil memencet botol handsanitizer yang menempel di tembok. “Tidur, Ma. Kok bisa barengan?” tanya Vina sambil menatap mereka bergantian. “Bisalah, kan kompak!” jawab Anita seraya mengedipkan sebelah mata. Vina melongo, bisa begitu? Nampak Anita mendekati ranjang, di mana Bima tertidur begitu pulas sambil memeluk Anetta, sebuah pemandangan yang sejak tadi sudah menguras air mata Vina dengan begitu luar biasa. “Bim ... bangun gih! Pulang sana istirahat!” bisik Anita sambil mengguncang lembut bahu anak lelakinya. Sejak dua hari memang Bima belum pulang kerumah. Selain banyak tugas yang diberikan konsulen, Bima sama sekali tidak mau berpisah dengan Anetta. Bima nampak menggeliat, membuka matanya perlahan-lahan
Baca selengkapnya
New Chapter 7
“Congratulations, istriku tercinta!” Vina yang masih dalam balutan toga tertegun melihat sang suami menyodorkan buket mawar merah yang cukup besar itu kepadanya. Ini adalah kali pertama Bima memberinya bunga, pertama kalinya yang kebetulan bersamaan dengan acara wisudanya. Vina tersenyum dengan mata berkaca-kaca, menerima bunga itu dan pasrah ketika Bima menarik dan menjatuhkan Vina ke dalam dekapan tubuhnya. Air mata Vina menitik, harusnya Anetta ikut di sini sekarang. Menyaksikan sang mama diwisuda setelah berjuang tiga setengah tahun kuliah sambil merawat Anetta selama ini. Masih tergambar betul dalam ingatan Vina ketika dia harus ujian akhir semester satu dan Anetta habis imunisasi. Bagaimana perjuangan Vina belajar sambil sesekali menyusui Anetta yang rewel dan sedikit demam pasca imunisasi. Sekarang semuanya terbayar lunas sudah! Dia sudah berhasil meraih gelar S.H-nya. Menjadi sarjana hukum dengan predikat cumlaude ketika lulus. “Aku em
Baca selengkapnya
New Chapter 8
"Sayang ...." Bisikan Bima lirih sambil mengguncang bahu sang istri.  Vina sama sekali tidak membuka mata, hanya menggumam perlahan tanpa bergerak sedikitpun. Bima tersenyum getir, intinya malam ini dia tidak terima penolakan. Mumpung mereka tidak menginap di rumah sakit! Dan Bima tidak mau mensia-siakan kesempatan ini?  "Ayolah, aku kadung janji sama Neta nih!" Rayu Bima tanpa gentar. Kalau pergumulan mereka beberapa hari yang lalu tidak menghasilkan karena ternyata Vina sedang tidak subur, maka kali ini Bima sudah hitung betul-betul masa subur sang istri dan inilah saatnya.  "Salah sendiri asal bikin janji. Kan aku udah ngomong dulu kalo sama Neta jangan sembarangan bikin janji!" Vina bergeming, sama sekali tidak menghiraukan segala macam kode dari Bima.  Bima menghela napas panjang, intinya dia sudah bertekad bahwa dia harus bisa menghamili Vina untuk kedua kalinya! Atau mungkin nanti jadi ke tiga kali? Empat? Atau berapa? 
Baca selengkapnya
New Chapter 9
Minggu pagi. Vina ingat betul hari ini minggu pagi. Cuaca cerah di luar sana dengan langit biru yang begitu bersih. Tapi kali ini, bukan langit biru yang Vina lihat dengan matanya. Yang ada dj depan mata Vina sekarang adalah langit-langit koridor koridor OK, menantikan gilirannya masuk ke dalam salah satu ruangan. Vina mengelus perut membukitnya, rasanya seperti Dejavu. Ya ... Beberapa tahun yang lalu Vina pernah ada di posisi ini. Terbaring dengan perut besar membukit menantikan tindakan operasi. Bedanya, dulu dia menanti dengan penuh rasa khawatir karena usia kandungan yang belum cukup dan tentu saja dia harus berjuang sendiri di dalam sana. Kali ini ... Semuanya berbeda. Usia kandungan Vina sudah sangat cukup dan sekarang, dia tidak lagi sendirian. Sosok yang sudah siap dengan setelan scrub, nurse cap dan masker itu terus menggenggam tangannya erat-erat. Sama sekali tidak melepaskan tangan Vina, seolah tidak mau berpisah barang sedetikpun dari Vina. 
Baca selengkapnya
End Chapter - Pamit
Vina menitikkan air mata ketika akhirnya dia bisa merasakan bagaimana rasanya IMD. Bagaimana rasanya bayi langsung menyusu kepadanya begitu lahir. Bima terus menerus membantu bayi kecil mereka menyusu sambil terus menerus menitikkan air mata. Semuanya kompak menangis haru, membuat beberapa paramedis sengaja menjauh agar tidak menganggu interaksi keduanya. "Udah dong nangisnya!" Ejek Vina yang tidak sadar diri, dia bahkan masih menitikkan air mata. "Aku bahagia banget, Sayang! Sungguh!" Bima tersenyum, matanya masih memerah dan basah, membuat Vina terkekeh seraya mengelus lembut kepala bayi yang baru beberapa menit lahir itu. "Aku sudah minta lebihan darah untuk kita lakukan pengecekan, Sayang. Kita akan deteksi lebih dini. Dan harapanku ... Tidak ada lagi Anetta yang lain." Bisik Bima lirih. "Bagaimana ka--.""Sayang! Stop overthinking, oke?"Vina tertegun menatap mata itu, ia tersenyum getir dengan air m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status