Semua Bab TERALIS WAKTU: Bab 11 - Bab 20
23 Bab
Wajah ke Dua Bagian 1
Wajah Ke-2Bagian 1 Kehancuran kami berlanjut sepulangnya aku dari rumah sakit. Keluargaku telah menunggu dengan wajah masam di rumah tempat kami tinggal sekarang. Aku tidak tahu siapa yang mengabari mereka. Mungkin suamiku?.Aku turun dari kendaraan yang mengantarku pulang. Menyiapkan hati dan mental menghadapi mereka seorang diri. Sementara suamiku, telah pergi. Ia berpamitan mengerjakan pekerjaan yang ia tinggalkan beberapa hari ini. Meski berat, akhirnya aku mengizinkannya, jadilah di sini aku sendiri.Suasana mendadak sunyi, ibu sudah menyiapkan kamarku dengan rapi. Membuatkan makanan, dan menghidangkannya untukku makan.Sementara ayah tak bersuara, hanya diam saja. Namun wajahnya masam menunjukkan segudang kekesalan memenuhi dadanya. Aku tak berani bertanya, aku tak ingin memulai pembicaraan.Aku ingin mendengar mereka lebih dulu, mengatakan apa pun yang mereka pikirkan. Aku ingin merasakan apa pun yang mereka rasakan, me
Baca selengkapnya
Wajah ke-2 Bagian 2
Wajah Ke-2Bagian 2 Kakakku diam, tak berkomentar. Ia hanya mengusap-usap lembut kepalaku yang berada dalam pelukan ibu. Sementara ibuku tetap dengan posisinya, memelukku dengan erat memberikan kasih sayang yang terus menjalar.“Mama tahu enggak! Aku stres Ma ... aku stres, mau aku berusaha kayak apa pun aku masih enggak diterima di keluarga itu, apa pun yang aku lakukan enggak pernah diliat, aku enggak pernah diajak ke acara keluarga. Aku enggak diakui menantu, bahkan dia enggak terima kehadiran  calon anakku Ma.” ceritaku panjangIbu memegang kepalaku, mencium keningku.“Iya sayang ... Iya, Mama dengar semuanya, Mama mengerti sayang, Mama ngerti!” katanya memegang kepalaku, berbicara memandang mataku sambil terus menciumiku.“Sudah, sudah Sayang! Mama tahu semua yang dia bilang pasti enggak benar.”“Mama tahu anak Mama, Mama yakin anak Mama enggak mungkin melakuka
Baca selengkapnya
Wajah kedua bagian 3
Wajah ke-2   Bagian 3   Suamiku kembali dari pekerjaannya, dua hari ia terpaksa pergi meninggalkan aku demi mengurus pekerjaannya di luar kota. Sesekali menelepon,  menghubungi untuk sekedar menanyakan dan memberi kabar. Ia selalu sibuk, status pada gawai miliknya hanya online di waktu-waktu tertentu. Karena itu aku tidak pernah berani menghubunginya terlebih dahulu, karena takut mengganggu. Sempat aku dengar, bapak bertanya soal kabar yang bapak  dengar dari keluarganya. Bapak menanyakan tentang kebenaran ceritaku padanya, bahkan aku sempat mendengar, suara bapak meninggi saat mereka berbicara dari telepon. Begitu pun dengan kakakku. Setiap malam, aku mendengar kakak mengobrol panjang dengan suamiku, menanyakan kebenaran cerita dan perlakuan yang aku terima dari keluarganya. Tentu saja tak semua suamiku tahu, aku tak selalu cerita padanya soal perlakuan seluruh keluarganya padaku. Terutama
Baca selengkapnya
Wajah kedua, Bagian 4
Wajah kedua   Bagian 4   “Bapak enggak minta itu!” kata bapakku lantang, matanya penuh dengan emosi yang menyala-nyala. “Bapak enggak minta, ibu kamu minta maaf.” “Yang Bapak butuhkah adalah kepastian.” “Bagaimana dengan keluarga kamu? mereka jelas-jelas menentang pernikahan kalian, sementara pernikahan sudah terjadi? Apa yang akan kamu lakukan?” tanyanya dengan nada kecewa, raut wajahnya sulit di gambarkan dengan kata-kata. “Aa enggak peduli Pak, soal restu orang tua ... yang pasti Aa enggak akan melepas Denda hanya karena terhalang restu mereka, Aa enggak akan pernah melakukan itu!” jawabnya lantang kemudian terdiam, menatapku yang duduk termenung di sampingannya. “Selama Denda enggak melepas pernikahan ini. Aa enggak peduli dengan restu atau pengakuan mereka lagi. Pernikahan ini Aa yang menjalani, bukan mereka,” lirihnya menjeda sejenak, menarik nafas tertunduk lalu menatap kembali wajah bapak yang
Baca selengkapnya
Kata Maaf Bagian 1
Kata MaafBagian 1 Waktu berlalu, aku telah pulih dari segala rasa yang menyakiti. Tersenyum, menatap mentari dari luar bilik kamar yang biasa kutempati.Aku berhasil melewati semua ini, berkat perawatan mama dan dampingan seluruh keluarga. Meski, luka sesar pasca keguguran  dan luka hati akibat kehilangan masih basah menganga. Tetap saja aku bersyukur, karena tak melewati semuanya sendiri.Aku kembali  bahagia dan merasa hidup setelah badai ini sedikit berlalu. Begitu pun dengan suamiku, sudah seminggu ini aku melihatnya lebih sering tersenyum.Ia tampak bahagia dengan kedekatannya dengan seluruh keluarga. Mereka seperti saling berlomba, memperbaiki kecanggungan yang ada. Aku bersyukur, melihat keakraban yang tercipta. Rasanya tak sia-sia dia mengorbankan waktu  mengambil cuti dari segala aktivitasnya.Iya dia libur dari aktivitasnya bekerja, seminggu ini ia di rumah. Menghabiskan waktunya menemaniku, s
Baca selengkapnya
Kata Maaf Bagian 2
Kata MaafBagian 2Waktu berlalu, aku dan suamiku pulih dari keterpurukkan akibat kehilangan calon anak. Pernikahan ini masih berlangsung, aku juga masih terus berdoa dalam shalat menunggu jawaban terbaik dari Allah mengenai kelangsungan hubungan pernikahan kami berdua.“Assalamualaikum,” kata Mama memberi salam.“Waalaikum salam,” jawabku dari dalam rumah, membuka pintu.“Waaah, Mama ....” jawabku semringah mencium punggung tangannya.Hari ini suamiku kembali bertugas keluar kota. Pagi tadi sebelum berangkat ia bilang bahwa mama akan datang untuk menemaniku selama dia pergi, dan kepergiannya kali ini tak lama. Sebab dia akan kembali besok pagi, saat pekerjaannya selesai dengan pesawat paling pagi.Ia berjanji akan langsung kembali ketika pekerjaannya telah selesai paling telat besok pagi.“Ayo Ma, masuk!” ajakku“Nanti dulu, panas. Kita ngobrol di sini aja dulu ....&
Baca selengkapnya
Kata Maaf Bagian 3
Kata maaf Bagian 3Pilihan ada di tanganku, lanjut atau tidaknya pernikahan ini tergantung dengan keputusanku. Sudah sebulan berlalu, luka di perutku telah kering, meski nyerinya kadang masih terasa saat aku terlalu kelelahan. Wajar katanya, itulah efek pasca operasi, dan akan begitu terus sampai setahun ke depan. Karenanya untuk berjaga-jaga, siapa pun tidak boleh bekerja terlalu berat, setelah melakukan operasi. Terutama untuk para ibu yang melahirkan dengan operasi sesar.“Assalamualaikum,” sapa seseorang di luar sana. Suaranya tak asing, begitu familiar hingga membuat merinding.“Waalaikumsalam,” jawab ibu yang membantuku di rumah, bergegas membukakan pintu.Tampak dari kejauhan suara itu semakin membuatku tak nyaman. Mereka berbincang berbasa-basi kemudian masuk ke dalam.“De!” panggil suara itu membuatku semakin malas.Bukan maksud mengabaikan panggilannya, tapi sejak saat itu. Setiap kali aku mengingatn
Baca selengkapnya
Kata Maaf Bagian 4
Kata Maaf Ibu Mertua Bagian 4     “Nda!” panggil sebuah suara gusar membalikkan badanku yang tengah menangis sesenggukan. Ia tampak  ngos-ngosan. “Nda,” panggilnya lagi saat melihatku hanya menatap kosong ke arahnya.   “Maaf, ayah tidak tahu ibu akan datang!” katanya memeluk tubuhku yang masih diam saja.   “Maaf,” katanya lagi, semakin erat memeluk tubuh ini dalam dekapannya.   Terasa sekali aura bimbang dan marah yang terpancar dalam geliat dan gerak tubuhnya. Aku tahu, suamiku tidak bersalah. Seperti yang ia katakan ia pasti tidak tahu, keluarganya akan datang menemuiku dan aku juga tidak tahu siapa yang memberi tahu suamiku perihal kedatangan ibu dan kakaknya kerumah ini. Ia pasti terburu-buru pulang ketika mendapat kabar itu, hingga suaranya terdengar cepat dan ngos-ngosan. Aku tahu, sejatinya bukan hanya aku yang kehilangan, tapi juga dirinya. Bu
Baca selengkapnya
Lain
Bab 19Lain  Dua Minggu berlalu sejak kedatangan ibu mertua beserta saudara iparku. Aku sudah pulih, tubuhku bugar hingga mampu merawat kebun kecil di depan dan belakang rumah.Aku masih berdoa memohon petunjuk agar segera mendapat jawaban atas kehidupan rumah tangga seumur jagungku.Jujur aku ingin mengakhiri semua ini, memulai lagi kehidupan seorang diri dengan status baru. Tetapi aku takut pada Tuhan yang membenci perceraian, lagi pula suamiku tidak bersalah. Ia melakukan tugasnya dengan baik sebagai suami dan terus membelaku selama ini.“Huuuh,” engahku membuang napas panjang demi menghempas pikiran yang sempat hinggap dikepala.“Namanya hidup berumah tangga emang banyak cobaannya Non. Enggak dari suami ya dari mertua, ipar bahkan bisa jadi dari anak. Tinggal gimana kita,” ucap ibu Ir, pembantu yang sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini terus membantu dan menemaniku.Aku t
Baca selengkapnya
Bentak
Bab 20Bentak“Yah,” kataku riang menyambut kedatangan suamiku yang baru saja kembali kerumah.“Hai,” jawabnya mengecup pucuk keningku, sejenak setelah aku menyalami tangannya.Ini pertama kalinya bagiku, menjalani tugas istri di rumah baru kami. Aku sudah pulih, meski belum bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, terutama pekerjaan berat, tetapi aku sudah mulai memasak, menyiapkan masakan seperti yang bisa aku lakukan saat di rumah mertuaku dulu.“Gimana kabar Bunda?” tanyanya merangkul tubuhku seraya mengajak duduk di sofa ruang tamu.“Baik,” jawabku tersenyum, memandang wajahnya lalu berjongkok dan melepaskan sepatunya yang terpasang.“Terima kasih ya!” katanya mengusap lembut kepalaku.Tak ada yang aneh, ia tetap mesra seperti biasa ... Tetapi entah mengapa, instingku terus saja mengatakan ada yang salah sejak suamiku.“Mau langsung makan atau mandi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status