Bab 19
Lain
Dua Minggu berlalu sejak kedatangan ibu mertua beserta saudara iparku. Aku sudah pulih, tubuhku bugar hingga mampu merawat kebun kecil di depan dan belakang rumah.
Aku masih berdoa memohon petunjuk agar segera mendapat jawaban atas kehidupan rumah tangga seumur jagungku.
Jujur aku ingin mengakhiri semua ini, memulai lagi kehidupan seorang diri dengan status baru. Tetapi aku takut pada Tuhan yang membenci perceraian, lagi pula suamiku tidak bersalah. Ia melakukan tugasnya dengan baik sebagai suami dan terus membelaku selama ini.
“Huuuh,” engahku membuang napas panjang demi menghempas pikiran yang sempat hinggap dikepala.
“Namanya hidup berumah tangga emang banyak cobaannya Non. Enggak dari suami ya dari mertua, ipar bahkan bisa jadi dari anak. Tinggal gimana kita,” ucap ibu Ir, pembantu yang sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini terus membantu dan menemaniku.
Aku t
Bab 20Bentak“Yah,” kataku riang menyambut kedatangan suamiku yang baru saja kembali kerumah.“Hai,” jawabnya mengecup pucuk keningku, sejenak setelah aku menyalami tangannya.Ini pertama kalinya bagiku, menjalani tugas istri di rumah baru kami. Aku sudah pulih, meski belum bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, terutama pekerjaan berat, tetapi aku sudah mulai memasak, menyiapkan masakan seperti yang bisa aku lakukan saat di rumah mertuaku dulu.“Gimana kabar Bunda?” tanyanya merangkul tubuhku seraya mengajak duduk di sofa ruang tamu.“Baik,” jawabku tersenyum, memandang wajahnya lalu berjongkok dan melepaskan sepatunya yang terpasang.“Terima kasih ya!” katanya mengusap lembut kepalaku.Tak ada yang aneh, ia tetap mesra seperti biasa ... Tetapi entah mengapa, instingku terus saja mengatakan ada yang salah sejak suamiku.“Mau langsung makan atau mandi
Bab 21 Merajuk Aku bangun pagi-pagi sekali, menunaikan kewajiban ibadah kemudian sibuk dengan gawaiku di samping jendela kamar.Sudah jadi kebiasaanku, saat hati ini gundah aku akan duduk termenung di depan jendela. Memandang alam dari bingkai sempit yang menghalangi pandangan.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, sudah waktunya suamiku bangun. Tak ingin bertemu pandang pagi ini, aku bangkit hendak meninggalkan kamar saat gawainya berdering singkat, pertanda masuknya sebuah pesan.[Mas bangun, sudah pagi. Ayo Shalat sayang!]Bunyi pesannya, tertera dilayar depan. Membuat alisku terangkat. “Sayang?” pikirku masih bingung dengan kata terakhir yang tertulis.[Mas, ikh ... Sejak semalem pesanku tidak pernah dibalas.] Aku masih menatap layar gawai suamiku, nyeri di hati. Takut menghadapi kenyataan pahit yang akan hinggap dalam rumah tangga ini.Pikiran ku melayang, membayangkan sesuatu y
Bab 22Awal Petaka Siang itu suamiku berubah, begitu memanjakan ku. Dibujuknya aku yang sedang merajuk dengan beragam cara, termasuk mengajak keluar rumah. Kami berkeliling ke taman, mall dan rumah makan yang menjual makanan favoritku. Ia bahkan mematikan gawainya sepanjang waktu. Aku menikmati semunya, tapi hatiku masih terus merasa tak tenang.“Sudah dong marahnya istri ayah, ayah kan sudah minta maaf!” pintanya saat kamu dalam perjalanan pulangAku tersenyum, menatap matanya.‘Ya Allah, tunjukan padaku jika ada sesuatu yang salah, aku ikhlas menerima segala ketentuan-Mu ya Allah.” Doaku dalam hati, mengangguk menjawab pintanya.Ia tersenyum, sambil kembali mengendarai mobil meraih sebelah tanganku dan mengecupnya.Ada desir aneh dalam hatiku saat itu juga.“Oh iya yah, bunda mau ngomong sesuatu ....”tanyaku menoleh padanya.“Mau ngomong apa? Ngomong aja sayang!” jawabnya, sebelah
Bab 23 Menantu Baru Sudah dua Minggu, suamiku meninggalkan rumah sejak malam itu. Meski selalu memberi kabar, tapi hatiku merasa gersang sejak kepergiannya.Sebuah notifikasi muncul memendar sinar pada gawaiku, dari SMS banking yang menyatakan bahwa rekeningku menerima uang sebesar sepuluh juta.[ bunda ....Itu uang modal untuk bisnis bunda ... Di pikirin baik-baik mau bisnis apa, tapi sebelum mulai kasih tahu ayah dulu ya! ] Tulisnya kemudian memberikan emoticon penuh cinta [ Oh iya, Alhamdulillah Ibu baik-baik saja. Cuma kelelahan dan darah tingginya kambuh.Sekarang sudah di rawat di rumah sakit.] Mengirimkan gambar Selfi dirinya dengan background ibu mertuaku yang terbaring di rumah sakit. [ Terima kasih ya ayah.] Balasku untuk pesan pertamanya, yang segera dibalasnya dengan emoticon cinta.
Bab 1 . KETIKA CINTA Waktu berjalan, pagi yang cerah menjelang bersama riuk pikuk persiapan pernikahan. Suasana begitu ramai menghiasi tiap sudut ruangan. Dapur penuh dengan orang yang bercanda bersahutan, memasak menyiapkan hidangan pesta pernikahan. Wangi semerbak masakan bercampur dengan wangi bunga pelaminan. Menambah romantisme segala persiapan. Hari ini hari Kamis, tanggal 02 April 2009, hari yang akan menjadi sejarah sepanjang hidupku. Sejarah sepanjang kisah cintaku. Aku duduk dengan jantung berdegup tak beraturan. Menatap cermin, menikmati setiap perubahan yang diciptakan perias pengantin yang sudah datang sejak pagi. Persiapan demi persiapan telah berlangsung sejak kemarin. Memberikan perasaan tersendiri padaku yang masih kelabu, ragu menatap waktu. Aku termenung, menyaksikan setiap proses pemasangan tenda berhias background biru putih yang penuh dengan bunga pada Selasa malam. Indah menyila
Malam Penyatuan Aku terbangun dari tidur pulasku, mataku terganggu dengan embusan angin dan kilatan cahaya pagi yang mengintip dari balik jendel besar. Bau manis yang menyatu dengan aroma kopi menelisik hidung, memaksaku membuka mata. “Pagi Sayang ....” sapanya tersenyum ramah penuh arti. “Eum ....” kataku menggeliat membalas sapaan yang dilontarkannya dengan senyuman. “Pagi ....” kataku kemudian membuka mata seutuhnya. “Tidurnya nyenyak banget si ... sampai enggak tega ngapa-ngapain.“ lanjutnya lagi meraih tubuhku dalam pelukannya. “Mana masih lengkap pakai baju pengantin lagi. “katanya lagi mengecup lembut kening ini. “Ya Tuhan ....” Semeriwing rasa aneh menyergap didada ketika bibirnya menyentuh kulit kepala, ada rasa menggelitik diperut ketika kulit kami bersatu. “Enggak berasa ya, ditelanjangi? “ katanya lagi berbisik ditelinga membuatku terperanjat kaget. “Apaaaaaa ...?” katak
INIKAH cinta di malam Yang“Aku capek banget..”kataku memukul-mukul betis kakiku sendiri saat pantat ini mendarat di tepi ranjang.“Cape ya..? “ Tanyanya ku jawab anggukan.“Laper juga..”kataku lagi memegang perut yang keroncongan.“Mau makan apa sayang “ tanyanya sambil terus membereskan koper-koper bawaan kami,gerakannya sangat telaten mindahkan semua koper yang dibawa pelayan kamar dari luar kedalam,tak diijinkannya aku membantu membawa barang sedikitpun padahal banyak juga barangku yang sengaja ku masukan dalam tas-tas kecil agar aku mudah dan dapat membawanya sendiri,selain itu dia sungguh protektif aku begitu dijaganya hingga tak diijinkan bicara pada pelayan,supir atau pedagang laki-laki.Meski terasa risih diawalnya tapi aku senang,seperti mendapat bodyguard VIP gratis.“Sebentar y sayang,ayah urus ini dulu “katanya nyelonong pergi menemui pelayan yang sejak ta
Aku terperanjat kaget mendapati segudang hadiah memenuhi ruanganBunga,baju,sepatu,parpum,hingga Daleman ku dapatkan. Dari dia suamiku tercinta yang sedang sibuk bekerja...Ini hari ke tiga bulan madu kami,dan ternyata diisi dengan aku termenung seorang diri,karena dia sang suami sibuk dengan aktivitas nya sendiri.“Pantaslah ia begitu terburu-buru mengajakku berbulan madu,ternyata jadwal pekerjaannya sudah menunggu “kataku pagi tadi ketika dia berpamitan.Aku tak menyangka pilihanku kemarin akan aku sesalkan hari ini,aku terjebak disini,dikamar hotel seorang diri,hanya dapat menatap keluar jendela dengan secangkir kopi yang menemani.HujanSejuk menyergapBersandar bersama kedatanganmuHujan sunyi kudapatBersama heningnya malamDalam relung terdalamHujanRintikmu bagai bui dilautanMembasahi bumi yang kehausanHujanIndahnya malamBertabu