Semua Bab Touch Me if You Dare: Bab 61 - Bab 70
76 Bab
Part 60, Melarikan Diri
"Mengapa kau keluar dengan telanjang begitu, Sayang?" Lindsay langsung mendominasi pembicaraan seolah ingin menunjukkan kepada Jane bahwa dirinyalah sang tuan rumah. Ia melangkah mendekati Aaron dengan gerakan menggoda. "Jaga bicaramu, Lindsay," tegur Aaron ketus. "Mengapa kamu marah? Kamu pasti masih kelelahan karena kejadian semalam, kan," ujar Lindsay dengan jari telunjuk mengelus perut Aaron yang kotak. Sementara dadanya yang besar menempel di lengan Aaron. Jane membuang muka ke samping, jengah melihat tingkah Lindsay yang berusaha memanas-manasinya. "Apa yang kau lakukan?!" sergah Aaron kesal. Ia menepis tangan Lindsay dengan keras, lalu mendorong tubuh gadis itu hingga ia terduduk di sofa. "Jangan salah paham, Jane. Tidak ada yang terjadi di antara kami," kata Aaron dengan wajah frustasi. "Bagaimana kau bisa seyakin itu?" tanya Jane dingin.  Wanita mana yang tidak akan berprasangka melihat kekasih hati berada
Baca selengkapnya
Part 61, Keputusan Ekstrem
"Apa maksudmu melakukan semua itu di depan Jane, hah?" sergah Aaron pada Lindsay yang senyum-senyum sendiri melihat kepergian Jane. "Memangnya apa yang aku lakukan?" Lindsay balik bertanya pura-pura tidak tahu dengan kesalahannya. "Kau memfitnahku di depan Jane! Aku sungguh muak dengan tingkahmu Lindsay," ujar Aaron dingin. "Aku juga muak padamu. Aku bahkan membencimu. Kau tahu itu?!" teriak Lindsay tidak kalah emosi. Lindsay sebenarnya tidak suka dengan status barunya sebagai adik angkat Aaron. Dia akan lebih senang jika Benyamin menjadikannya menantu. Namun, Lindsay tidak punya pilihan lain. Dirinya sebatang kara semenjak kematian ayahnya yang begitu tiba-tiba. Sementara utang yang ditinggalkan sang ayah menumpuk. Harta berupa rumah, tanah, dan kendaraan memang masih ada. Namun, itu semua masih belum cukup untuk melunasi semua utang itu.  Sekarang Lindsay harus bersyukur karena masih memiliki rumah untuk berteduh, dan uang yang
Baca selengkapnya
Part 62, Pria Bermata Teduh
"Selamat malam. Apakah Anda ... Nona Jane Ariesta?" Sebuah suara terdengar menyebut nama Jane dari sisi kirinya. Jane menoleh, sepasang netra miliknya langsung beradu tatap dengan sepasang netra berwarna hitam pekat. Wajahnya terlihat ramah, tatapannya terlihat jelas menawarkan persahabatan. Ditilik dari wajahnya, Jane yakin pria yang baru saja menyapanya itu berdarah asli Indonesia seperti dirinya. Namun, ketika sebagian besar orang-orang di kota Big Apple memanggil Jane dengan Ariest, bagaimana bisa pria itu mengenal Jane, bahkan menyebut nama aslinya?  "Ya, selamat malam. Maaf, bagaimana Anda bisa mengenal saya?" jawab Jane, seraya balik bertanya heran. Pria bermata teduh itu tersenyum. "Saya penggemar berat Anda, Nona Jane. Lemari istri saya hampir dipenuhi oleh hasil rancangan Anda," jawabnya dengan ramah. Sepasang netra milik Jane langsung berbinar. Bertemu dengan orang yang menyukai karyamu itu sebuah anugerah, kan?
Baca selengkapnya
Part 63, Hubungan yang Mustahil
Jane merapatkan sweaternya untuk menghalau suhu dingin yang menusuk tulang. Tak terasa satu minggu sudah ia habiskan waktu bersantai di Bandung, kota kelahiran mendiang ibunya.  Tujuh hari yang lalu, sekitar pukul 8 malam, setelah sempat terkendala cuaca buruk, pesawat Qatar Airways yang Jane tumpangi akhirnya berhasil mendarat dengan mulus di bandara Soekarno Hatta. Berhubung hari sudah malam, Jane pun memutuskan menginap di Jakarta Airport Hotel yang masih berada di lingkungan bandara, untuk malam itu. Keesokan harinya, sekitar pukul 7 pagi Jane checkout, tanpa membuang waktu menyetop taxi langsung mengunjungi makam ibunya. Jane melepaskan semua kerinduan dan keresahannya di atas batu nisan yang dingin itu. Dua tahun lebih tidak mengunjungi makam ibunya, rasa bersalah hadir di hati Jane. Makam ibunya nyaris tidak dikenali lagi karena telah ditutupi oleh rumput yang tinggi. Jane sesegukan sambil mencabuti rumput-rumput itu. "Maaf
Baca selengkapnya
Part 64, Benih-benih Cinta
"Hmm ... Mohon maaf jika saya lancang, Nona Jane. Dari informasi yang saya dengar Anda telah bertunangan dengan CEO The Caldwell Company. Apakah hubungan Anda masih berlanjut?" Jane terpaku. Pertanyaan Bima benar-benar mengejutkannya. Ia tidak menyangka di desa Ciwidey ini dirinya akan mendengar seseorang menyebut nama Caldwell dengan begitu mudahnya. Jane tercekat, lidahnya mendadak terasa kelu. "A-anda mengenal CEO The Caldwell Company?" tanya Jane terbata. "Tidak secara pribadi. Namun, kami pernah menghadiri acara yang sama di beberapa kali kesempatan," jawab Bima. "Yah, Anda tahu sendiri, gosip menyebar cepat bersama angin," sambungnya lagi. Jane menunduk. Luka di hatinya kembali terbuka. Jane terus menunduk dengan raut wajah sendu.  "Hmm ... maaf Pak Bima. Sepertinya saya sudah pergi terlalu lama. Saya harus segera kembali ke homestay," elak Jane seraya melihat arloji di pergelangan tangannya. "Bu Surti pasti sudah menunggu kedatanga
Baca selengkapnya
Part 65, Memulai Hidup Baru
Suasana malam di ibu kota tidak jauh berbeda dengan kondisi siang hari. Jalanan tetap padat, pedagang tetap bisa ditemukan di jalanan, dan anak-anak muda tampak berkumpul di sudut-sudut gang.  Di tengah suasana ibukota yang tak pernah tidur itu, Aaron dan Chris duduk bersandar di sofa dengan ekspresi lelah. Wajah mereka terlihat kuyu, seolah kehabisan energi. "Hampir sebulan, Bos. Kita masih belum dapat info sedikitpun tentang keberadaan Nona Jane," ujar Chris, memecahkan kesunyian yang beberapa saat lalu menyergap kamar president suit itu. Malam itu mereka baru saja kembali dari Bogor, kota kelahiran Jane sebagaimana yang tertulis di kartu identitasnya. Mereka bahkan mendatangi desa Malasari, sebagaimana yang Cherry katakan beberapa waktu lalu.  Hampir semua penduduk desa Malasari mereka tanyai tentang Jane dan ibunya. Mulai dari yang muda, hingga berusia lanjut mereka datangi satu per satu, tapi tidak ada satu pun yang mengenali na
Baca selengkapnya
Part 66, Berita Eksklusif
Jane terdiam, tubuhnya terpaku, tak mampu bereaksi mendengar kata-kata Bima. Sementara sepasang netranya tidak bisa lepas dari layar ponsel yang memperlihatkan seorang wanita sedang tersenyum manis. Raut wajahnya persis sama. Jika tidak terlalu jeli, pasti tidak akan bisa membedakan sosok itu dengan dirinya. Namun, sebagai orang yang dibandingkan, tentu saja Jane tahu persis di mana letak perbedaan mereka. Memang tidak kentara, tapi di sudut mata kiri Caroline ada tahi lalat kecil. Ya, itulah satu-satunya pembeda antara wajah Jane dan Caroline. Jadi tidaklah salah jika Bima berpendapat wajah mereka bagaikan pinang dibelah dua. Jane berdehem, membersihkan tenggorokannya yang mendadak terasa kesat. "Jadi ... inikah sebabnya kau tidak pernah membawa Celine saat bertemu denganku?" tanya Jane setelah berhasil menguasai dirinya. Ia menyerahkan ponsel itu kembali ke tangan Bima. Bima mengangguk, dan tersenyum samar. "Seperti itulah. Sejak bertemu den
Baca selengkapnya
Part 67, Akhirnya Kumenemukanmu
"Jangan membawa kabar yang tidak pasti, Chris," kata Aaron datar ketika ia mengabarkan tentang Jane dan butik barunya. Selama dua bulan mereka mencari keberadaan Jane saat berada di Indonesia, tapi selalu tidak mendapatkan hasil. Aaron bahkan sudah membayar beberapa orang untuk menelusuri keberadaan Jane, tapi sampai hari ini tidak ada satu pun kabar baik yang ia dengar. Itu sebabnya, Aaron kehilangan semangat dan bersikap skeptis mendengar kata-kata Chris. Namun, Chris pun bukanlah orang yang pantang menyerah. Ia tahu persis bagaimana cara meyakinkan sahabatnya itu. Kemarin, setelah mendapatkan informasi dari Leon, Chris langsung memerintahkan orang bayarannya untuk mendatangi butik Miss A, dan mendapatkan foto Jane sebanyak-banyaknya. Pagi tadi Chris sudah menerima 100 file lebih, foto Jane dan butik Miss A beserta orang-orang terdekatnya. "Saya yakin, informasi ini sangat valid, Bos," jawab Chris sabar. "Oh, ya? Yakinkan aku
Baca selengkapnya
Part 68, Aroma Percintaan
Jane belum sadar, ia masih terbaring lemas diranjang IGD dengan infus di tangan kiri, dan selang oksigen terpasang di hidung. Wajah dan bibirnya terlihat pucat sekali. Di kaki ranjang, Bima berdiri mematung menatap Jane dengan sedih. Sebelah tangannya terulur merapikan selimut di kaki wanita yang ia kagumi itu. "Mengapa tidak cerita kalau kamu sedang hamil, Jane?" bisik Bima lirih.  Ia tahu beban yang Jane rasakan, karena beberapa tahun yang lalu ia sudah melihat bagaimana beratnya perjuangan Caroline, almarhum istrinya saat mengandung Celine, putri tunggalnya. Beberapa saat yang lalu, setelah melakukan pemeriksaan, dokter IGD itu langsung menjelaskan kondisi Jane pada Bima. "Hasil pemeriksaan darah Ibu Jane kurang bagus, Pak. Hemoglobin dan hematokritnya rendah. Anemia pada wanita hamil tidak hanya membahayakan si ibu, tapi juga berdampak buruk pada perkembangan janinnya," jelas dokter berwajah oriental itu pada Bima. Bima yang t
Baca selengkapnya
Part 69, Cinta Segitiga
Mengabaikan rasa lelah karena penerbangan yang panjang, dari bandara Aaron langsung menuju RS. Sentosa Bandung menggunakan taxi. Ia bahkan tidak peduli saat itu jam sudah  menunjukkan pukul sepuluh malam lewat. Dalam pikirannya hanya satu, segera menemui Jane secepat yang ia bisa. Setelah berjibaku melawat kemacetan selama dua jam lebih, akhirnya Aaron sampai di RS. Sentosa sekitar pukul satu dini hari. Suasana lobi lengang, hanya satu-dua orang terlihat berjalan tergesa dengan wajah cemas. Melihat ekspresi orang-orang yang berpapasan dengannya, perasaan cemas langsung menyergap hati dan pikiran Aaron. Ia pun mempercepat langkah menuju ruang perawatan Jane. Perasaannya berkecamuk saat mendapat kabar Jane dirawat di ruang perawatan kebidanan. Hati kecilnya berdetak, sesuatu pasti terjadi setelah tragedi di malam itu. Jane hamil. Itulah satu-satu asumsi yang tertanam di pikiran Aaron selama di perjalanan tadi. Langkah Aaron semakin dekat de
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status