All Chapters of Touch Me if You Dare: Chapter 31 - Chapter 40
76 Chapters
Part 30, Kode Tersembunyi
Jane buka suara, memecah kebisuan yang selama beberapa menit memenuhi ruangan pertunjukan itu. Semua mata serentak menoleh padanya, diiringi dengan decak kagum yang tak tertahankan. Jane berjalan dengan anggun, membelah kerumunan wartawan, langsung menuju ke tengah ruangan. Stiletto yang ia pakai beradu dengan kerasnya ubin ruang pertunjukan, menciptakan irama hentakan yang indah dan menghanyutkan. Di bawah gemerlapnya lampu di ruang pertunjukkan, Jane tampil memesona dalam balutan gaun mewah berwarna peach. Kilauan payet batu swarovski yang terpasang di gaun itu membuat siluet tubuh Jane seakan berjalan di atas gelombang cahaya. Semua mata memandang terpana, tak berkedip, bagaikan tersihir pesona Jane yang sangat memikat. Wartawan pun langsung sibuk mengabadikan momen kemunculan Jane. Beberapa media streaming bahkan telah menayangkan konten mereka dengan beragam judul spekulatif. Ada yang menuliskan judul "d'Ariest Muncul di Tengah Acara Peragaan Busana JC Company".
Read more
Part 31, Menikahlah Denganku
Aaron dan Jane telah sampai di apartment mereka. Sepanjang jalan menuju apartment tadi, mereka berdua tidak bisa menahan tawa karena merasa lucu dengan tingkah Leon yang merajuk, sampai ngotot ingin menurunkan mereka semua di tengah jalan. Untung saja bujuk rayu Aaron dan Chris berhasil membuat mood pria itu kembali membaik. Jadi dia kembali melajukan mobilnya mengantarkan mereka satu per satu ke alamat masing-masing. "Ah, Leon ...  Leon ... bisa-bisanya dia merajuk begitu," kata Jane sambil membuka sepatu, lalu melenggang menuju kamarnya. Namun baru beberapa langkah, niatnya terhenti. Jemari Aaron melingkari lengan Jane, kemudian menarik tubuh ramping itu sehingga tubuh mereka nyaris berdempetan. "Kau cantik sekali hari ini," ucap Aaron dengan suara serak. Menatap Jane lekat seolah tidak ingin gadis itu berlalu dari hadapannya. "Thankyou. Kamu juga selalu tampan seperti biasanya, membuatku susah untuk fokus saat di panggung tadi," sahut Jane bal
Read more
Part 32, Manusia Tanpa Empati
"Ah, Jane! Kau selalu tidak terduga. Mengapa kau yang melamar aku duluan, Sayang? No ... no ... no. Tarik lagi kata-katamu," protes Aaron. "Aku yang akan melamarmu dengan cara yang benar. Tunggulah, tidak akan lama," ucapnya kemudian. Aaron kembali melabuhkan ciumannya ke bibir Jane. Kali ini ia tidak lagi memedulikan hasrat menggila yang kembali harus ia tahan. Saat ini yang ada dalam pikirannya, hanya menikmati bibir gadis itu dengan sepuasnya sampai wajah mereka memerah karena nafsu. *** Sementara itu di kediaman orangtua Cherry. Cherry sudah sadar dari pingsannya sejak satu jam yang lalu. Demi menghindari wartawan, Cherry memang tidak dibawa ke rumah sakit, tapi dibawa ke rumah orangtuanya. Saat ini Cherry tengah duduk, dengan kepala tertunduk di bawah tatapan penuh penghakiman dari ayah dan ibunya. "Papa sangat kecewa dengan perbuatanmu, Cherry. Teganya kamu mencorengkan arang ke wajah kami, ke wajah keluarga kita. Bagaimana aku bisa meng
Read more
Part 33, Nikmati Hukumanmu
Sosok itu melambaikan tangan dengan ekspresi penuh haru. "Glen!" pekik Jane riang. Ia berlari menuju sahabatnya itu, lalu menghambur ke pelukannya. Melepas rindu setelah satu tahun lebih tidak bertemu. "Kau baik-baik saja? Bagaimana kau bisa menyelamatkan diri dari Bobby Parker waktu itu?" Tanya Jane di sela-sela pelukannya. "Aku baik-baik saja. Maaf, aku tidak bisa berbuat banyak untuk menolongmu saat itu," jawab Glen penuh penyesalan. Ingatannya melayang pada cerita Cherry yang mengatakan bahwa Jane diculik oleh orang-orang suruhan Bobby, kemudian disekap di tempat yang sama dengannya. Hanya saja saat Jane dibawa ke gudang itu, Glen sendiri masih belum sadarkan diri. Jadi ia tidak tahu seburuk apa kejadian yang Jane alami. "Aku juga minta maaf karena tidak peka dengan kejahatan Cherry selama ini," imbuhnya kemudian. "Kau tidak salah, aku rasa ini semua memang takdir kita. Jadi, mari kita lupakan semua kenangan buruk itu, Glen. Kita m
Read more
Part 34, Panggilan Tengah Malam
Hujan deras mengguyur kota, mengakibatkan genangan air dimana-mana. Suara guruh pun terdengar bersahutan. Sesekali cahaya kilatan kecil tampak menari-nari di langit yang kelam. Di tengah cuaca buruk begini, berada di dalam rumah ditemani segelas teh manis dan sepiring camilan hangat merupakan pilihan menyenangkan. Lalu duduk bersama orang-orang terkasih saling berbagi cerita dan impian yang akan dicapai. Sebuah harmonisasi yang sangat menghangatkan hati di tengah dinginnya angin yang berhembus di bawah curahan hujan. Itulah yang Aaron dan Jane lakukan saat ini, duduk bersantai menghabiskan malam di tengah cuaca yang tidak bersahabat. Raut wajah lega tampak terpancar di wajah Jane. Dia yang selama empat tahun terakhir berjibaku dalam pertempuran untuk memulihkan nama baiknya, akhirnya bisa menghirup nafas lega. Nama baiknya dipulihkan, karirnya melesat, bahkan ia memiliki seorang kekasih yang sangat sempurna. Pria itu mencintainya tanpa syarat dan tanpa banyak menuntu
Read more
Part 35, Menghilang
Aaron sampai di Bandara Internasional Soekarno Hatta sekitar pukul setengah empat dini hari. Ia beruntung, tiket penerbangan paling pagi menuju New York masih tersedia. Jadi Aaron masih memiliki kesempatan untuk membelinya. Jika tidak, terpaksa ia harus menunggu jadwal berikutnya yang berarti membuatnya semakin lama bertemu dengan sang nenek. Ia pun tidak peduli lagi jika saat ini hanya mendapatkan tiket kelas ekonomi. Dalam pikiran Aaron hanya ada satu pertanyaan, bagaimana caranya ia bisa sampai secepat mungkin agar bisa melihat kondisi neneknya, lalu merawatnya hingga ia pulih kembali. Sesaat setelah duduk, Aaron berniat untuk mengirimi Jane pesan, memberi tahu gadis itu bahwa dirinya sudah berada di dalam pesawat. Namun, naas. Saking buru-burunya saat berangkat tadi, Aaron lupa membawa ponselnya. Dengan berat hati ia terpaksa meminjam ponsel orang di sebelahnya untuk mengirim kabar kepada Jane. *** Matahari sudah bersinar garang, meski waktu masih
Read more
Part 36, Salah Paham
Jane mengenali suara itu, ia ingin menjawab, namun tidak memiliki kesempatan. Sosok itu kembali menyeret Jane dengan kuat. Setelah beberapa langkah, ia berbalik lalu menatap Jane dengan emosi yang siap meledak. "Kau ingin pergi meninggalkanku?" tanya Aaron dengan tatapan tidak percaya. Ternyata sosok yang menyeret Jane dari lift itu adalah Aaron. Satu jam sebelumnya pesawat yang ditumpangi Aaron mendarat, namun kemacetan Jakarta menghambat langkahnya. Meski begitu ia tetap bersyukur karena bisa menghentikan Jane tepat waktu. "Justru aku yang harusnya bertanya, kau kemana saja menghilang tanpa kabar begitu?" Tanya Jane sengit. "Menghilang tanpa kabar? Aku meninggalkan catatan di meja riasmu, di situ aku tulis dengan jelas 'aku pulang ke NY, nenek kecelakaan'," sanggah Aaron. Jane berlari menuju meja riasnya, namun tidak menemukan catatan yang Aaron maksud. "Catatan apa? Tidak ada satupun catatan di meja riasku!" seru Jane dari kamar.
Read more
Part 37, Lamaran Romantis
Ribuan kupu-kupu terasa menari di hati Jane, ia gemetar dan diliputi rasa haru yang teramat dalam. Dilamar dalam suasana romantis begini merupakan idaman semua wanita, kan? Terlebih lagi lirik lagu Christian Bautista yang sangat sejalan dengan apa yang mereka rasakan. Since I found you ... yah ... seperti judul lagu itu, semenjak mereka bertemu, Jane memang merasakan dirinya menjadi orang yang baru. Ia seolah lupa dengan semua masalah yang membelit hidupnya. Bersama Aaron, Jane merasa tidak lagi membutuhkan impian apapun, karena Aaron adalah wujud dari impiannya selama ini. Mata Jane berkaca mendengar kata-kata lamaran Aaron yang terdengar sangat tulus mewakiliki perasaan dari hatinya yang terdalam. Jane sudah melihat kesungguhan lelaki itu. Bagaimana ia bersabar dengan sifat Jane yang keras kepala. Bagaimana dia bisa mengerti alasan penolakan-penolakan yang Jane berikan di saat mereka sedang memadu kasih. Di luar sana, Jane tidak yakin akan menemukan
Read more
Part 38, Wanita dari Masa Lalu
Elaine dan Lindsay masih berpelukan erat seolah-olah tengah melepas kerinduan setelah terpisah jarak dan waktu sekian dekade. Sementara itu dari tempat duduknya, Jane menatap mereka tak berkedip. Dalam hati Jane tidak bisa dipungkiri, terselip rasa cemburu melihat keakraban mereka. Mendadak Jane merasa kerdil di hadapan gadis itu. Sosoknya terlihat begitu anggun dan berkelas. Jane yakin, Lindsay pasti berasal dari keluarga yang status sosialnya sama dengan keluarga Caldwell. "Hush, kau ini kemana-mana selalu mengaku cucu menantuku. Memangnya cucuku yang mana yang kau jadikan suami?" tegur Ny. Elaine halus. Ia tidak mau Jane menjadi salah paham mendengar kata-kata Lindsay. "Lho, itu kan janji Aaron padaku dulu. Jangan bilang kalau Nenek lupa," rajuk Lindsay, memasang wajah cemberut. Elaine tertawa, lalu menoleh ke arah Jane. "Jangan anggap serius kata-kata gadis kecil ini, Jane. Dia hanya bercanda. Percayalah padaku, tidak ada hubungan serius di antara
Read more
Part 39, Insiden di Pesta Pertunanganan
Kening Aaron berkerut mendengar nama yang disebutkan oleh Jane. Dalam hati ia bertanya-tanya. Apakah pendengarannya tidak salah? Barusan Jane menyebut nama Lindsay, kan?  "Lindsay? Maksudmu Lindsay Williams?" Aaron balik bertanya, untuk meyakinkan dirinya. "Memangnya ada berapa Lindsay dalam hidupmu?" Jane balik bertanya, jelas tersirat kecurigaan dalam nada suaranya. "Oh, God. Please, Jane. Lindsay itu hanya bocah ingusan, tidak perlu curiga begitu, Sayang," jelas Aaron merasa lucu. "Bocah ingusan?" tanya Jane sambil mengingat-ingat penampilan Lindsay tadi sore. "Apakah pemilik cup ukuran 38, lingkar pinggang 65, dan lingkar panggul 110 bisa dikategorikan 'bocah kecil'?" tanya Jane lagi. Sebagai seorang desainer genius, cukup dengan melihat saja Jane sudah bisa memprediksi ukuran tubuh seseorang, sekalipun ia tidak mengukurnya secara langsung. Aaron menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, bingung dengan deskripsi Lindsay yang
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status