All Chapters of ADDIVA: Chapter 41 - Chapter 50
84 Chapters
40. Terlalu Berharap
"Loh, itu," tunjuk Diva kearah motor yang begitu familiar di matanya. Tetapi, seperti ada yang beda, motor itu ditumpangi oleh dua orang berbeda jenis."Lihat apa, Va?" tanya Nisa yang ikut melihat arah pandang Diva."Itu Adit bukan?" tanya Diva memastikan.Ketiga sahabatnya mengangguk, sebenarnya Mira dan Tika sudah melihat Adit terlebih dahulu. Tetapi mereka memilih diam, karena jika Diva melihat akan merasa sakit hati. Namun, tanpa diberi tahu oleh mereka sekalipun ternyata Diva sudah mengetahui dengan sendirinya.Diva tetap memperhatikan kedua sejoli yang sedang bercanda, terlihat seperti pasangan yang bahagia. Dia tidak pernah berangkat sekolah bersama Adit, berbeda dengan Karin yang mulai menjadi murid baru sudah berangkat bersama. Apa sebenarnya Adit hanya menjadikan dia pelampiasan kala Karin ada di tempat jauh? Dengan segera Diva menggelengkan kepala, menepis segala pikiran buruk, dia harus percay
Read more
41. Pacar Rasa Orang Ketiga
"Ayo ke kantin," ajak Mira yang kesekian kalinya. Sedari tadi dia mengajak sahabatnya ke kantin dan Diva menolak, alasannya menunggu Adit."Mungkin Adit udah di kantin," celetuk Tika."Iya udah, ayo," sahut Diva. Mungkin memang benar apa yang diucapkan Tika, Adit sudah di kantin. Padahal dia berharap Adit akan menjemputnya kesini, seperti awal mereka pacaran. Oh iya, dia lupa kalau Adit sekarang sudah ada Karin."Kenapa enggak dari tadi aja lo ngomong gitu, Jaenab," ucap Mira gregetan.Tika melirik sinis Mira. "Dih, gue juga enggak tahu."Karena kesal mendengar keributan kedua sahabatnya, Nisa langsung saja menarik mereka untuk ke kantin. Mereka suka memancing dan kepancing emosi jika sedang lapar."Diva mana?" tanya Mira saat sadar mereka hanya bertiga."Udah duluan, lo 'kan tahu kalau sahabat lo yang satu itu bucinnya kebangetan," jawab Nisa yang masih m
Read more
42. Mangga
"Kok kesini?" tanya Diva menatap bingung jalan di depannya."Iya, kita bolos. Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat," jawab Adit. Dia yang mengerti kebingungan Diva langsung menyingkirkan rumput-rumput yang menutupi pagar. Sebenarnya pagar ini dibuat oleh ketua danger yang pertama, dengan tujuan memudahkan mereka untuk keluar dari sekolah saat keadaan darurat.Diva masih terbengong tidak percaya, ternyata di balik rumput yang sangat rimbun itu terdapat pintu rahasia. Sudah dua kali dia menilai sesuatu dari luarnya dan itu semua dengan orang yang sama, Adit. "Hei, ayo. Apa kamu mau terus berdiri disini?" tanya Adit menepuk pelan pundak Diva."Enggak lah, ayo," ajak Diva yang berjalan terlebih dahulu. Dalam hati Diva berharap semoga tidak ada ulat atau semacamnya, apalagi melihat kondisi rumput yang sangat tinggi, bahkan sampai pinggang orang dewasa.Setelah keluar melewati gerbang tadi, Diva melihat sekelilingnya. Ini dimana? Kenapa dia sangat m
Read more
43. Pantai
"Kalian disini?" tanya Bara yang baru saja keluar dengan membawa mangkok dan dibelakangnya ada Revan serta Daniel.Diva mengangguk dan tersenyum. "Hai, kalian bawa apa?" tanya Diva penasaran saat melihat asap yang mengepul dari mangkok mereka."Ini mie rebus, Va," jawab Revan mendudukkan dirinya di bangku panjang."Makan, Va?" tanya Daniel saat melihat Diva terus memperhatikan mie yang ada di mangkok nya. Diva menoleh ke arah Adit. "Adit, boleh?" tanya Diva dengan puppy eyes nya. Mereka yang melihat menjadi tidak tahan, sangat gemas. Apalagi Bara yang baru saja menyuapkan mie nya sampai tersedak. Gila, sangat imut sekali."Enggak," tolak Adit mentah-mentah menutup mata Diva supaya teman-temannya tidak melihat wajah menggemaskan Diva."Meskipun lo tutup, kita sudah lihat kali, Bos," celetuk salah satu anggota danger tertawa."Adit mau mie itu," rengek Diva."Enggak. Ayo katanya mau ke suatu tempat," ajak Adit mengalihkan p
Read more
44. Semua Senang
Rasa bahagia masih hinggap di hati Diva. Dia terus tersenyum, membayangkan kebersamaannya bersama Adit di pantai kemarin. "Loh, ini masih sangat pagi, Nak," ucap Mama Githa saat Diva menuruni tangga dengan seragam yang sudah lengkap. "Enggak papa, supaya Diva bisa santai, Ma," jawab Diva tersenyum. Bukan itu alasan yang sebenarnya, melainkan dia tidak sabar untuk sekolah dan bertemu Adit. Dia sudah berpakaian rapi sejak selesai sholat subuh tadi.  "Iya sudah. Lebih baik sekarang kamu duduk aja, Mama mau ke dapur dulu." Mama Githa mengelus rambut Diva yang hari ini dikuncir satu dengan lembut, lalu berjalan menuju dapur untuk membantu bibi memasak. "Iya," jawab Diva mengangguk patuh. Sebenarnya Diva jago memasak, tetapi keluarganya sangat melarang. Takut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada putri satu-satunya. Jadi jika Diva ingin memasak sesuatu harus ditemani salah satu keluarganya. Diva menopang dagu dan mendongak, membayangk
Read more
45. Diva Hilang
"Ini Diva kok lama banget ya?" tanya Nisa gelisah karena jam pelajaran sudah berganti, tetapi Diva tidak kunjung kembali dari toilet."Mungkin Diva ada urusan. Kita tunggu sampai jam istirahat," ucap Mira mencoba menenangkan kedua sahabatnya, meskipun di dalam hatinya sendiri Mira juga sangat khawatir. Jika dia ikut panik, siapa yang akan menenangkan sahabatnya?"Kalau istirahat kita ke toilet ya?" pinta Tika.Mira mengangguk mantap. "Iya."Nisa tidak berhenti bergerak gelisah di tempat duduknya, sesekali matanya melihat ke arah kursi Diva yang ada di sampingnya. Perasaan dia menjadi tidak enak."Berhubung enggak ada guru, kita ke toilet yuk," ajak Nisa. Dia sudah sangat khawatir dengan Diva, ingin memastikan bahwa sahabatnya itu dalam keadaan baik-baik saja.Mira dan Tika mengangguk setuju.Mereka bertiga bergegas menuju toilet. Saat diperjalanan mereka tidak ada yang membuka suara, mereka sibuk menghalau rasa tidak enak di hati. Ses
Read more
46. Jalan Pinus
"Loh, kalian?" Papa Afnan datang bersama Abang Justin memotong ucapan Nisa. Tadi mereka berdua sedang berada di halaman belakang, ketika ingin memanggil Mama Githa mereka dikagetkan dengan kedatangan sahabat-sahabat Diva. "Ada apa?" tanya Papa Afnan mendudukkan dirinya di samping Mama Githa diikuti Abang Justin. "Maaf, Om," ucap Adit. Dia merasa bersalah kepada orang tua kekasihnya ini, padahal mereka mempercayakan Diva kepadanya. Namun sekarang Diva justru hilang, itu semua karena dia yang tidak becus dalam menjaga Diva. "Maaf kenapa?" tanya Papa Afnan mengernyit bingung. "Bentar, ini kalian kesini semua ada apa? Terus Diva kemana?" tanya Abang Justin menatap mereka satu persatu. "Maaf, Diva hilang, Bang," jawab Adit. Keluarga Diva syok. Pikiran mereka mendadak blank. "Maksud lo apa?" teriak Abang Justin. "Diva hilang, Bang," jawab Adit menundukkan kepalanya merasa bersalah. Mama Githa langsung menangis histeri
Read more
47. Menyelamatkan Diva
"Bos." Merasa di panggil, Adit menoleh, ternyata Bara dan Revan sudah kembali."Semuanya sudah siap," ucap Revan melapor. Adit mengangguk. Kemudian pandangannya beralih ke sahabat Diva."Kalian ikut," ucap Adit singkat yang dijawab anggukan semangat oleh ketiganya.  Mereka senang bisa ikut serta menyelamatkan Diva."Om, saya dan yang lain akan berangkat sekarang," pamit Adit kepada Papa Afnan.Papa Afnan bangkit, menepuk pelan bahu Adit. "Tolong selamatkan Diva dan buat kalian, hati-hati. Kalau butuh bantuan, segera telepon Om dan kalian harus kembali dalam keadaan selamat.""Saya akan berusaha menyelamatkan Diva, Om," tegas Adit."Hati-hati ya," pesan Mama Githa pelan.Adit mengangguk, lalu berjalan mendekati Mama Githa untuk berpamitan. "Minta do'anya, Tan." Adit mencium punggung tangan Mama Githa. Tanpa sadar matanya berkaca-kaca, dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa menjaga Diva hingga membuat Mama Githa
Read more
48. Teka-Teki
Semuanya langsung menoleh ke arah Revan yang berteriak."Kenapa?" tanya Adit berjalan mendekati Revan."I - tu," tunjuk Revan ke bawah kakinya.Semuanya langsung menunduk guna melihat apa yang ada di kaki Revan. Dahi Adit mengernyit, kemudian berjongkok untuk mengambil robot kecil yang bergerak di kaki Revan."Robot?" tanya Daniel heran saat melihat robot kecil di tangan Adit."Ha?" Revan melongo tidak percaya. Bagaimana bisa di gedung kosong seperti ini ada robot? Padahal dia sudah mengira bahwa itu adalah ular. Hancur sudah image dia di depan semuanya, apalagi tadi dia teriaknya sangat kencang."Kok ada robot sih? Sialan, gue merinding," ucap Bara mengusap tengkuk kepalanya. Siapa yang tidak takut jika di dalam gedung kosong apalagi posisinya di hutan, tiba-tiba ada robot kecil yang bergerak."Bentar, ini ada suratnya," celetuk Nisa mengambil robot itu dari tangan Adit."Baca!""Banyak orang yang membenci aku, padahal
Read more
49. Penuh Perjuangan
Mendengar ucapan Abang Justin, mereka kembali berfikir keras tentang siapa dalang di balik semua ini."Iya, kalau dia enggak kenal Adit, enggak mungkin dia sampai tahu tanggal lahirnya," sahut Nisa menggigiti kuku jarinya. Dia cemas, jantungnya berdegup kencang, memikirkan segala kemungkinan siapa yang menjadi dalang ini semua."Gue pusing," ucap Adit mengacak rambutnya frustrasi."Untuk masalah itu nanti saja, sekarang kita lanjut ke tahap selanjutnya," usul Daniel.Adit mengangguk dan berjalan keluar dari ruangan diikuti yang lain. Selama berjalan, tidak ada yang membuka suara sama sekali, mereka sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga sampai lah mereka semua di depan pintu berwarna hitam pekat, hanya itu satu-satunya pintu yang berada di lorong ini. Adit berusaha membuka pintu, tetapi pintunya sangat sulit dibuka. Hingga tiba-tiba datang seorang kakek-kakek berjubah hitam dari samping kanan mereka."Khem," deham kakek itu dengan wajah yang begit
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status