All Chapters of ADDIVA: Chapter 61 - Chapter 70
84 Chapters
60. Mengganggu
Diva berjalan menelusuri koridor menuju kelasnya dengan santai, meskipun di dalam hati dia merasa risih. Sejak kakinya menginjak halaman sekolah, semua mata langsung mengarah padanya. Dia memang sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, tetapi kalimat penyemangat dan tatapan iba yang mereka tujukan kepadanya membuat sedikit tidak nyaman. Dia senang karena banyak yang peduli dengannya, tetapi hati dia tidak nyaman dengan tatapan iba itu. Entah darimana asalnya, yang jelas berita tentang Adit amnesia sudah menyebar luas di sekolahnya."Diva!" teriak Bara dari arah belakang seraya berlari kecil dengan Daniel dan Revan di belakangnya.Diva menghentikan langkahnya dan menoleh. "Ada apa?" tanya Diva saat mereka bertiga sudah sampai di depannya."Semangat ya! Kita pasti bantu lo untuk mengembalikan ingatan Adit," ujar Bara menepuk bahu Diva pelan. Dia merasa kasihan dengan kisah percintaan Adit dan Diva. Masih beberapa bulan sudah banyak sekali masalah, apalagi sekarang
Read more
61. Mengajak Ke Taman
Wajah Karin memerah lantaran kesal dan emosi dengan tingkah laku Diva. Selalu mengganggu kebersamaan dia dengan Adit, lalu sekarang bersikap jijik karena menyentuh lengannya. Apa Diva pikir, dia ini kuman?"Gaya banget lo, seharusnya yang gue yang mandi air tujuh sumur, karena badan lo penuh dengan dosa," ucap Karin mendorong Diva dengan jari telunjuknya."Kenapa enggak sekalian aja lo berenang di dalam itu sumur," sahut Diva dengan alis yang naik turun, menggoda Karin. Entah mulai kapan, yang jelas dia senang menggoda dan mengejek Karin. Apalagi sampai wajahnya memerah atau kalau perlu sampai darah tinggi dan struk. Supaya tidak bisa centil kepada Adit lagi."Adit," rengek Karin kala tidak bisa membalas ucapan Diva. Matanya berkaca-kaca dengan bibir yang melengkung ke bawah."Gue pusing," ucap Adit datar, kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kantin dengan langkah tegasnya. Kepalanya berdenyut nyeri karena mendengarkan ocehan kedua perempuan
Read more
62. Kepala Batu
"Ngapain lo di sini?" tanya Adit memalingkan wajahnya ke depan, merasa begitu malas untuk melihat perempuan yang mengganggu hubungannya.Diva tidak menjawab, dia mendudukkan diri di samping Adit. Sudut bibirnya masih terangkat, membentuk senyuman manis yang membuat kaum adam terpana. Namun tidak dengan Adit, dia justru menatap Diva sinis seraya menggeser duduknya hingga sampai di ujung kursi.Melihat tingkah Adit, Diva terkekeh geli dan ikut menggeser duduknya mendekati Adit."Centil banget sih lo!" sungut Adit merapatkan kakinya, tidak mau berdekatan dengan Diva."Buat kamu," ujar Diva menyodorkan es krim rasa coklat ke hadapan Adit, tetap dengan senyum manis yang masih terpatri."Ogah!" tolak Adit mentah-mentah tanpa melihat ke arah Diva. Dia menyapu pandangan ke sekeliling taman, mencari keberadaan para sahabatnya yang hilang entah kemana. Padahal mereka yang mengajak dia ke sini, tetapi sekarang mereka juga yang meninggalkannya sendiri.
Read more
63. Tatapan Daniel
Diva menoleh ke arah Daniel dan menggelengkan kepalanya pelan. "Gue enggak mau kemana-mana."Daniel menghentikan langkahnya dan memegang kedua bahu Diva, kemudian menghadapkan ke arahnya. Dia menatap mata indah Diva dengan intens, hingga tanpa sadar membuatnya terlena dan semakin menyelam di keindahan mata itu."Niel," panggil Diva melambaikan tangannya di depan wajah Daniel, saat lelaki di hadapannya ini hanya terdiam dengan mata menatap dia intens."Ah iya," sahut Daniel tersentak kaget, kemudian menggelengkan kepalanya beberapa kali. Dia merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya terlena dengan keindahan mata Diva, kekasih dari sang sahabat yang sedang amnesia."Lo kenapa?" tanya Diva memiringkan kepalanya ke kiri dengan alis yang menyatu bingung."Gue mau ajak lo ke suatu tempat. Ayo!" ajak Daniel mengalihkan pembicaraan. Tanpa menunggu jawaban Diva, dia langsung menggenggam tangannya
Read more
64. Salah Tingkah
Karena sudah terlanjur penasaran, Diva langsung menuruti perintah Daniel tanpa banyak bicara. Seketika matanya membulat dengan mulut terbuka, tidak lama kemudian senyum lebar menghiasi wajah cantiknya."Niel, bagus banget," puji Diva tanpa menoleh ke arah Daniel. Dia masih setia menatap objek yang tampak begitu memukau di depannya. Sudah dua kali dia dibuat kaget serta terkagum dengan apa yang belum pernah dia datangi dan itu semua karena Daniel, sahabat yang entah kenapa hari ini terlihat begitu berbeda."Suka?" tanya Daniel berjalan ke samping Diva dan menatap wajah cantik itu dalam.Diva mengangguk semangat, kemudian menatap Daniel yang berada di sebelahnya dan kebetulan sedang menatapnya juga. Dia mengerjap dan spontan memundurkan langkahnya, karena merasa jarak wajahnya begitu dekat dengan Daniel."Lebih dari sekedar suka. Aaa gue seneng banget, terima kasih, Daniel," ujar Diva tulus dengan senyum leb
Read more
65. Mereka Menyebalkan
Diva menelan salivanya dengan susah payah. Ini memang salahnya, tetapi tetap saja dia merasa takut jika Abang Justin sudah berbicara datar seperti ini. "Diva lupa, Bang," jawab Diva cengengesan."Halah alasan, pasti lo terlalu asik berduaan sama Daniel 'kan? Makanya sampai lupa waktu dan enggak ngabarin kita," celetuk Tika seraya mencolek pipi Diva menggoda."Ih apa sih," ketus Diva berjalan memasuki halaman rumahnya, meninggalkan mereka yang sudah tertawa lepas karena berhasil menjahili Diva. Sedangkan Abang Justin, menatap kepergian Diva dengan bibir yang mencebik kesal. Padahal dia belum selesai mengintrogasi, tetapi Diva sudah lebih dulu melenggang pergi."Assalamualaikum," ucap Diva seraya membuka pintu, kemudian berjalan mendekati kedua orang tuanya yang berada di sofa ruang tamu."Waalaikumsalam, kamu dari mana aja, Sayang?" jawab Mama Githa yang langsung memeluk Diva dengan erat.Suara Mamanya yang terdengar begitu khawatir, me
Read more
66. Mengejar
Mereka bertiga saling pandang, kemudian lari terbirit-birit keluar kamar. Namun, bukannya turun menuju lantai satu, mereka justru berlari memutar di depan kamar Diva. Mereka terus berteriak dengan raut dan nada yang begitu panik, seolah sedang dikejar oleh hantu. Namun nyatanya, mereka bukan dikejar, tetapi sudah membangunkan singa yang sedang tidur.Bibir Diva berkedut menahan tawa, tetapi sebisa mungkin dia menahannya. Karena, jika dia kelepasan tertawa maka sahabatnya tidak akan kapok dan akan mengulangi hal yang sama. Entah humornya yang receh atau memang sahabatnya terlalu konyol. Hal seperti ini yang membuat dia tidak tahan untuk marah kepada mereka, apalagi mendiaminya. Meskipun konyol, tetapi segala tingkah lakunya benar-benar menghibur."Aaa tolong! Ayo cepat kabur!" teriak mereka bertiga bersamaan.Derap langkah kaki terdengar bersahutan, tidak lama kemudian muncul kedua orang tua dan Abang Diva dari arah tangga."Ada apa?" tanya Abang Justin de
Read more
67. Insiden
Semua murid berlari menuju asal teriakan. Ketiga sahabat Diva saling pandang dan tanpa mempedulikan kakinya yang sakit, mereka ikut berlari menuju lapangan yang diikuti inti danger. Mereka begitu mengenali suara itu, suara dari seseorang yang sedari tadi mereka kejar."Permisi, permisi." Nisa berusaha menerobos kerumunan para murid dan dibantu dengan yang lain. Setelah bersusah payah dan saling dorong, akhirnya mereka sampai di barisan paling depan.Mereka syok, matanya melotot dengan mulut yang sedikit terbuka. Di depan mereka, terdapat Diva yang terbaring lemah dengan mata terpejam."Diva, bangun!" Daniel yang lebih dulu sadar dari rasa terkejutnya, langsung berjongkok di samping Diva dan menepuk pipinya pelan.Setelah menetralkan rasa terkejutnya, mereka ikut berjongkok mengelilingi badan Diva."Ini kenapa?" tanya Nisa kepada salah satu siswi yang berada di belakangnya."Kejatuhan pot bunga dari lantai atas, Kak," jawabnya dengan suara ya
Read more
68. Senyum Palsu
Mereka bergelut dengan pikirannya masing-masing, berusaha menebak siapa pelaku yang sudah membuat Diva seperti ini. Hanya ada satu nama yang terlintas. "Karin!" seru mereka kompak, membuat Diva yang sedari tadi memang melamun terlonjak kaget. "Apanya yang Karin?" tanya Diva bingung. "Karin yang buat lo jadi seperti ini, Va," sahut Tika menggebu-gebu. "Kita enggak punya bukti yang kuat, jadi jangan asal nuduh! Gue memang enggak suka sama Karin, karena sudah ambil Adit dari gue. Namun, bukan berarti gue bisa nuduh dia sembarang 'kan?" tanya Diva tersenyum manis, kemudian membenarkan letak bantalnya dan berbaring. Tidak lama kemudian, matanya terpejam dengan napas yang perlahan teratur. Mereka menatap Diva yang tertidur dengan pandangan iba. Sudah disakiti tetapi masih bisa berpikir positif. Secara bersamaan, mereka menghela napas pelan dan kembali pada kegiatan masing-masing. Daniel yan
Read more
69. Pelukan Kerinduan
"Gue temani aja ya?" tanya Nisa menatap Diva yang berjalan ke sana ke mari dengan khawatir. Setelah satu hari dirawat di rumah sakit, Diva memaksa untuk pulang. Bahkan, tanpa malu dia menangis meraung-raung sampai terdengar ke kamar sebelah. Akhirnya, karena merasa jengah, orang tua Diva memperbolehkannya pulang dengan syarat harus banyak istirahat. Namun lihatlah sekarang, dia sudah berdandan rapi karena mau ke rumah Adit dan melupakan persyaratannya. "Enggak usah, gue bisa sendiri. Lagi pula, gue sudah sembuh kok," tolak Diva halus. Dia melanjutkan kegiatannya, yaitu mencoba beberapa sepatunya supaya terlihat sempurna. Mira yang sedang duduk bersandar pada sofa, mendengkus kesal dengan tangan bersedekap. Sudah sekitar dua jam Diva berkutat dengan penampilannya, tetapi tidak kunjung selesai. Bahkan, waktu selama itu Diva belum memakai bedak dan menyisir rambutnya. "Lo lupa sama syarat sebelum pulang?"
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status