Adiyatma Alister Bagaskara, seorang ketua geng danger yang begitu dingin dan mengerikan. Melalui kejadian yang tidak terduga, dia bertemu dengan Diva. Namun anehnya, ada sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya. Bukan amarah, tetapi perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Hingga akhirnya Adit membuat pernyataan yang menggemparkan seisi sekolah. Awalnya Diva merasa kesal, tetapi semakin lama cinta itu tumbuh di hatinya. Disaat mereka sedang menikmati indahnya percintaan, masalah demi masalah terus berdatangan. Menggoyahkan kepercayaan, kesetiaan, dan kesabaran. Sanggupkah mereka mempertahankan cinta yang sudah melekat di hati?
View More"Belajar yang rajin ya, Sayang," ucap pria paruh baya kepada seorang gadis cantik.
"Siap, Papa," jawabnya setelah mencium punggung tangan Papanya. Dia membalas senyum manis Papanya lalu bergegas keluar dari mobil, karena bel masuk akan segera berbunyi.
Melihat mobil yang mengantarnya sudah melesat pergi. Barulah dia menatap sekolah barunya dengan senyum mengembang. Rasanya begitu senang karena bisa kembali sekolah di kota kelahirannya.
Gadis itu Adiva Dania Khanza dan yang mengantarkan tadi adalah Afnan - papanya.
Setelah puas melihat sekolah barunya, Diva mulai berjalan untuk mencari ruang kepala sekolah.
Wajah yang sangat cantik mulus, kulit putih dan body goals membuat Diva menjadi pusat perhatian. Bahkan kaum adam pun tidak segan untuk mengeluarkan gombalan serta siulan menggoda. Meskipun di sekolah mereka banyak perempuan cantik, tetapi pesona Diva jauh lebih kuat, sampai membuat beberapa kaum hawa berdecak sinis karena iri.
Sedangkan yang menjadi sorotan hanya melempar senyum manisnya. Baginya, sudah tidak asing lagi menjadi pusat perhatian seperti ini.
Saking asiknya melihat sekeliling, Diva sampai tidak memperhatikan jalan di depannya.
Bruk!
"Awss," rintih Diva kala bokongnya menghantam lantai.
Merasa kesal karena tidak ada yang membantunya, dengan cepat Diva bangkit dan mengabaikan bokongnya yang terasa begitu sakit. Dia ingin memarahi pelaku yang sudah menabraknya.
"Lo kalo jalan liat-liat dong!" seru Diva kepada cowok di hadapannya.
Dahinya mengernyit, kekesalannya semakin memuncak saat tidak mendapat respon dari keempat laki-laki di depannya.
"Dasar bisu!" umpat Diva lalu berjalan meninggalkan ke empat laki-laki itu yang masih terbengong dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Hari pertamanya sangat sial, jatuh hingga membuat bokongnya sakit dan bertemu segerombolan orang bisu.
"Eh anjir itu cewek apa bidadari," celetuk salah satu di antara keempatnya.
Mereka yang mendengar ucapan sahabatnya lantas tersadar.
"Woah, Vin, mau gue pepet ah," sahut salah satunya dengan mata berbinar senang. Target baru.
"Bar, dia terlalu cantik buat lo," ujar laki-laki yang dipanggil Vin tadi dengan senyum mengejeknya.
"Bos, baru kali ini ada cewek yang berani sama lo," ujar laki-laki yang dipanggil Bar tanpa mempedulikan ucapan sahabatnya.
Mereka adalah anggota inti geng danger. Sebuah geng motor yang terkenal di Jakarta, berisi ratusan anggota dengan ilmu bela diri yang begitu hebat.
Yang menabrak Diva tadi adalah Adit - ketua danger, sedangkan yang berdebat Bara dan Revan, serta Daniel yang hanya menjadi penyimak.
"Ya," jawab Adit singkat dan langsung melenggang pergi menuju ke kelasnya. Sebenarnya dia cukup kaget karena baru pertama kali ini ada yang berani kepadanya. Apalagi seorang perempuan, di mana biasanya mereka centil dan berusaha menarik perhatiannya, tetapi berbeda dengan gadis tadi. Terlihat begitu berani dan tanpa sadar sudut bibirnya terangkat, membentuk senyuman tipis saat mengingat wajah menggemaskan dari gadis tadi.
"Yaelah kita ditinggal terus. Enggak bisa apa sehari aja gitu jalan barengan," gerutu Bara.
"Kita? lo aja kali gue enggak," ucap Danil dan Revan serempak lalu keduanya menyusul Adit, meninggalkan Bara yang mengelus dadanya sabar.
"Gini amat nasib gue," gumamnya dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.
**
Tok! Tok!
"Masuk!"
Mendengar perintah dari dalam, Diva langsung melangkahkan kakinya memasuki ruang kepala sekolah.
"Permisi, Pak, saya murid baru," ucap Diva sopan.
Senyum Kepala Sekolah langsung merekah saat melihat Diva. Dia sudah tahu semua prestasi dan bakat yang dimiliki gadis cantik di depannya ini.
"Nak Diva, kamu di kelas ipa 1," jawab kepala sekolah yang diketahui bernama Pak Satya.
"Baik, Pak, terima kasih." Diva mencium punggung tangan Pak Satya sopan.
Setelah keluar dari ruang Kepala Sekolah, Diva mulai melangkahkan kakinya menelusuri koridor. Tujuannya untuk mencari letak kelasnya, yaitu Ipa 1.
Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad
Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa
Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko
Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.
"Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung
Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments