Lahat ng Kabanata ng The Devil CEO: Kabanata 91 - Kabanata 100
150 Kabanata
Keputusan Ester
“Jangan memanjakannya, Dimples,” ucap Emma setelah kesepakatan di antara kekasih dan adiknya disepakati.“Untuk adik iparku,” jawab Ethand. Ia segera mengambil cangkir teh dan menyeruputnya.“Dia akan menjadi seseorang yang gila belajar.”  Emma mengambil kue dan memberikannya pada lelaki itu.“Bukankah itu hal yang baik?”Emma mengulum bibirnya. Sangat tidak mudah bertemu ketujuh member BTS namun mengingat siapa Ethand, Emma hanya bisa menghembuskan napas pelan. “Apakah kamu sudah siap untuk berbicara dengan ibuku?” tanya Emma.Ethand meletakkan cangkir teh di atas meja. “Untuk keselamatan dan kebaikan kalian, aku harus segera berbicara dengan ibumu,” jawab Ethand.“Apa yang mau dibicarakan Nak Ethand?” tanya Ester. Ia datang mengantarkan sepiring kue yang dibawa Ethand untuknya.“Ibu duduk saja dulu,” ucap Emma seraya bergeser ke kiri
Magbasa pa
Kakak Ipar Sultan
Salah satu lingkungan mewah yang belum pernah dimasuki oleh keluarga Jones adalah kompleks Eves The Hill Vunia. Ketika mendengar di mana mereka akan tinggal membuat Ester dan Alin terkejut. Emma hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Ia tidak terkejut, untuk seorang Ethand tinggal di tempat itu merupakan keharusannya. Beruang dan juga cerdas. Apalagi lelaki yang menjadi kekasihnya ini adalah pewaris tunggal Alves Corp.“Apakah kita akan tinggal di apartemen mewah itu?” tanya Alin dengan mata berbinar. Ethand menganggukan kepalanya.“Apakah apartemen itu benar-benar milik Nak Ethand?” tanya Ester penasaran.“Iya, Bu,” jawab Ethand. Emma menyenggol lengan ibunya. Ester kemudian tertawa dan tidak bertanya lagi. Begitu pula Alin yang kembali fokus pada laptopnya. Sedangkan di otaknya sudah penasaran bagaimana kemewahan Eves The Hill Vunia.“Nak Ethand belum makan malam kan? Mari kita makan bersama,” ajak Ester. Me
Magbasa pa
Pasangan Air dan Api
Kedua orang seperti tikus dan kucing itu akhirnya memutuskan makan di kafe Janasses. Jane dengan wajah cemberut menatap makanan di depannya. Sedangkan Ryan melipat tangannya menatap wanita yang duduk di depannya. “Aku tidak akan makan sebelum kamu makan,” ujar Ryan dengan nada serius. Jane meletakkan sendoknya di atas piring. Ia mengambil segelas air lalu meneguknya. “Ini mulutku. Mau makan atau tidak bukan urusanmu,” balas Jane lalu menghapus beberapa tetes air tersisa di sudut bibirnya. Ryan hanya bisa menghembuskan napas kesal. Baru saja beberapa jam jadian, hubungan mereka sudah seperti ini.“Jane,” panggil Ryan dengan nada lembut. Jane melihatnya dengan ekor mata. “Apakah kita bisa lebih rukun?” tanya Ryan. Raut wajahnya terlihat putus asa. Jane memaksa menelan salivanya. Jika lelaki lain mungkin tidak akan bisa bertahan dengan sikapnya yang mudah cemberut itu. Namun sudah beberapa jam berlalu
Magbasa pa
Tidur Sekamar
Ethand senantiasa bertanya pada pengawalnya yang menjaga rumah Emma. Ia baru saja melewati tikungan namun ia sudah khawatir akan keselamatan kekasihnya. Setelah mendapat jawaban dari pengawalnya, ia kembali fokus pada jalanan. Kota Vunia masih ramai walaupun sudah hampir tengah malam. Mata Ethand menangkap sebuah Porsche hitam di belakangnya. Ia mencoba berbelok dan melihat apakah mobil itu membututinya. Ternyata benar dugaannya. “Siapa lagi itu?” gumam Ethand dengan mata mngarah pada kaca spion. “Plat mobilnya berbeda dengan dengan yang tempo hari.” Ethand mengambil ponselnya lalu mengirim pesan kepada Ryan. Ia ingin memastikan bahwa sekretarisnya itu baik-baik saja.Ethand segera menelepon Ryan karena lelaki itu tidak membalas pesannya. Ia semakin khawatir karena sekretarisnya itu tidak mengangkatnya. Ethand berdecak kesal. Ia ingin memastikan semua orang terdekatnya dalam kondisi aman. Ethandy segera mencari nomor ponsel ibunya. 
Magbasa pa
A Kissing
Sudah pukul 2 malam. Ethand dan Emma masih saja mengamati ruang server. Berkali-kali terdengar lelaki itu menguap. Emma hanya bisa menahan senyumnya dan membiarkan Ethand menahan rasa kantuknya.“Sepertinya sudah tidak ada lagi usaha dari Melissa.” Emma mulai mematikan laptopnya. Terdengar helaan napas lega dari lelaki itu. “Istirahatlah Emma.” Ethand dengan suara yang hampir saja tidak terdengar oleh Emma. Wanita itu meletakkan laptop ke dalam laci mejanya. Ia menoleh kea arah Ryan yang sejak tadi sudah terlelap. Terdengar suara ngorok dari lelaki itu.“Apakah kamu bisa tidur di kasur tipis itu?” tanya Emma. Ia tahu jika kekasihnya ini sejak kecil hidup di tengah kemewahan.“Tidak masalah. Kamu segeralah istirahat,” ucap Ethand. “Baiklah. Have a nice dream, Dimples,” balas Emma. Lelaki itu mengernyit melihat Emma seakan melupakan sesuatu. “Ada apa dengan raut wajahmu?” tanya
Magbasa pa
Siapa Yang Mau Menikah Denganmu
Emma mematung ketika mendengar ucapan Ethand. Bagaimanapun ia telah bersalah pagi ini. Wanita berbalik sejenak menatap Ethand. Ia tidak berkata-kata dan malah memberikan senyum yang membuat lelaki itu menahan napasnya dan menggigit bibir bawahnya gemas akan senyum polos Emma.“Benar-benar cobaan,” batin Ethand dalam hatinya. Dengan tangan kekarnya, Ethand memutar kepala wanita itu dan mendorongnya keluar dari kamar.“Aku belum selesai merapikan tempat tidurnya,” ujar Emma yang berusaha membebaskan kepalanya dari cengkraman tangan Ethand.“Ada Ryan dan Jane,” balas Ethand sambil terus mendorong wanitanya menuju dapur.Ester yang melihat kedatangan Ethand dan Emma hanya bisa tersenyum dengan tingkah lucu pasangan itu.“Ini, Bu. Calon ibu rumah tangga tapi bangunnya siang.” Ethand mulai mengadu pada Ester. Wajah Emma bersemu merah ketika mendengar kalimat yang dilontarkan lelaki itu. Sedangkan si pengadu
Magbasa pa
Kecurigaan
Sebuah meja kaca dapat memantulkan bayangan seorang wanita yang berdiri dengan tangan dilipat di dada. Napasnya memburu ketika mengetahui bahwa lelaki yang bersamanya dulu kini sudah memiliki kekasih. Ia tidak menyangka jika lelaki yang tidak bisa hidup tanpanya dulu kini sudah memiliki pasangan hidup dan telah melupakannya. Tangannya mengepal sehingga menampilkan buku-buku yang terlihat jelas.PRAAANGGG!!!Tangan wanita itu menyapu bersih segala sesuatu yang ada di atas meja kerjanya. Semuanya menjadi berserakan di lantai dan vas bunga dengan kaktus di dalamnya pecah menjadi beberapa bagian.“Ethand adalah milikku. Tidak ada wanita lain yang dicintainya selain diriku.” Suara histeris dari wanita itu memekakan telinga bagi siapa saja yang berada di ruangan itu. Seorang lelaki yang menyampaikan kebenaran mengenai Ethand mengorek telinganya.“Sepertinya mereka akan ke Gircaron Villa beberapa hari lagi,” ucap lelaki itu.Seketi
Magbasa pa
Hati Terkoneksi
Sepasang kekasih tentu akan mengerti ketika kata tak lagi terucap. Ia mengerti lewat sorotan mata sang kekasih. Entah sedih atau pun senang tentu ia akan mengetahuinya. Ethand menatap lekat wajah kekasihnya itu. Butuh waktu yang tidak mudah untuk mendapatkan hatinya. Dipertemukan dengan waktu yang tak terduga.“Fokus menyetir, Dimple,” ucap Emma ketika mendapat tatapan penuh kasih dari lelaki berwajah rupawan itu. Wajahnya bersemu merah menahan malu. Alin yang duduk di kursi belakang memilih untuk mendengarkan musik dan sudah memakai earphone. Gadis itu seakan enggan melihat Ethand dan Emma. Entah umurnya yang masih muda atau belum terbiasa dengan situasi tersebut.“Katakan apa yang sedang kamu pikirkan, Emma?” tanya Ethand. Ia tidak ingin wanitanya itu terbeban dengan pikirannya sendiri.“Tapi, apakah kamu akan menerimanya?” tanya Emma ragu-ragu.“Kamu belum mengatakannya, Sayang. Bagaimana saya memutuskan untuk
Magbasa pa
Kecemasan Ester
Eves The Hill Vunia masih asri dan indah. Alin segera membuka earphone-nya ketika mobil yang dikendarai Ethand memasuki kawasan apartemen elit itu. Ia berdecak kagum sekaligus memuji keindahan tata letak Eves The Hill Vunia.“Kita akan tinggal di kawasan indah ini, Kak?” tanya Alin masih tidak percaya. Ia seperti mimpi dan tidak ingin bangun dari mimpi indah ini.“Tentu saja, Alin.” Ethand yang menjawab. Karena Emma juga sedang menikmati keindahan komplek apartemen itu. Ada taman bermain untuk anak-anak. Lapangan basket. Taman bunga dengan rumput halus di bawahnya.Menyadari jika Ethand selama ini hidup di tengah kemewahan, Emma menyadari jika jarak keduanya sungguh jauh. Bagaikan langit dan bumi.“Don’t be insecure, Darling,” imbuh Ethand ketika melihat raut wajah Emma yang diam-diam menoleh ke arahnya.“Kamu cenayang yah? Kok bisa tahu apa yang ada di dalam pikiranku?” Emma yang tidak menduga
Magbasa pa
Rumah Baru
Rumah baru bagi keluarga Jones sungguh membuat Ester berkaca. Alin yang sibuk memilih kamarnya dan Emma masih bingung memilih kamar dengan view kota Vunia atau ke arah matahari terbenam.“Kamu lebih menyukai ketenangan atau sebaliknya?” tanya Ethand yang menemani Emma melihat isi rumah baru mereka.“Ketenangan, Dimple,” jawab Emma.“Aku sarankan yang view-nya menuju laut lepas dengan sunsetnya.” Ethand juga menyukai ketenangan. Jadi hal seperti matahari terbenam, nuansa monokrom dan musik yang lembut membuatnya nyaman.“Aku juga pikirnya begitu.” Raut wajah Emma seketika cerah. “Kamar ini aku gunakan sebagai ruangan kerja saja,” imbuh wanita itu dengan senyum di wajahnya.“Pilihan yang bagus.” Puji Ethand pada kekasihnya.“Hari ini langsung masukkan barang-barang dari rumah lama. Sehingga malam ini sudah bisa tidur di kamar masing-masing.”Ethand mengu
Magbasa pa
PREV
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status