Sudah pukul 2 malam. Ethand dan Emma masih saja mengamati ruang server. Berkali-kali terdengar lelaki itu menguap. Emma hanya bisa menahan senyumnya dan membiarkan Ethand menahan rasa kantuknya.
“Sepertinya sudah tidak ada lagi usaha dari Melissa.” Emma mulai mematikan laptopnya. Terdengar helaan napas lega dari lelaki itu. “Istirahatlah Emma.” Ethand dengan suara yang hampir saja tidak terdengar oleh Emma. Wanita itu meletakkan laptop ke dalam laci mejanya. Ia menoleh kea arah Ryan yang sejak tadi sudah terlelap. Terdengar suara ngorok dari lelaki itu.“Apakah kamu bisa tidur di kasur tipis itu?” tanya Emma. Ia tahu jika kekasihnya ini sejak kecil hidup di tengah kemewahan.“Tidak masalah. Kamu segeralah istirahat,” ucap Ethand. “Baiklah. Have a nice dream, Dimples,” balas Emma. Lelaki itu mengernyit melihat Emma seakan melupakan sesuatu. “Ada apa dengan raut wajahmu?” tanyaEmma mematung ketika mendengar ucapan Ethand. Bagaimanapun ia telah bersalah pagi ini. Wanita berbalik sejenak menatap Ethand. Ia tidak berkata-kata dan malah memberikan senyum yang membuat lelaki itu menahan napasnya dan menggigit bibir bawahnya gemas akan senyum polos Emma.“Benar-benar cobaan,” batin Ethand dalam hatinya. Dengan tangan kekarnya, Ethand memutar kepala wanita itu dan mendorongnya keluar dari kamar.“Aku belum selesai merapikan tempat tidurnya,” ujar Emma yang berusaha membebaskan kepalanya dari cengkraman tangan Ethand.“Ada Ryan dan Jane,” balas Ethand sambil terus mendorong wanitanya menuju dapur.Ester yang melihat kedatangan Ethand dan Emma hanya bisa tersenyum dengan tingkah lucu pasangan itu.“Ini, Bu. Calon ibu rumah tangga tapi bangunnya siang.” Ethand mulai mengadu pada Ester. Wajah Emma bersemu merah ketika mendengar kalimat yang dilontarkan lelaki itu. Sedangkan si pengadu
Sebuah meja kaca dapat memantulkan bayangan seorang wanita yang berdiri dengan tangan dilipat di dada. Napasnya memburu ketika mengetahui bahwa lelaki yang bersamanya dulu kini sudah memiliki kekasih. Ia tidak menyangka jika lelaki yang tidak bisa hidup tanpanya dulu kini sudah memiliki pasangan hidup dan telah melupakannya. Tangannya mengepal sehingga menampilkan buku-buku yang terlihat jelas.PRAAANGGG!!!Tangan wanita itu menyapu bersih segala sesuatu yang ada di atas meja kerjanya. Semuanya menjadi berserakan di lantai dan vas bunga dengan kaktus di dalamnya pecah menjadi beberapa bagian.“Ethand adalah milikku. Tidak ada wanita lain yang dicintainya selain diriku.” Suara histeris dari wanita itu memekakan telinga bagi siapa saja yang berada di ruangan itu. Seorang lelaki yang menyampaikan kebenaran mengenai Ethand mengorek telinganya.“Sepertinya mereka akan ke Gircaron Villa beberapa hari lagi,” ucap lelaki itu.Seketi
Sepasang kekasih tentu akan mengerti ketika kata tak lagi terucap. Ia mengerti lewat sorotan mata sang kekasih. Entah sedih atau pun senang tentu ia akan mengetahuinya. Ethand menatap lekat wajah kekasihnya itu. Butuh waktu yang tidak mudah untuk mendapatkan hatinya. Dipertemukan dengan waktu yang tak terduga.“Fokus menyetir, Dimple,” ucap Emma ketika mendapat tatapan penuh kasih dari lelaki berwajah rupawan itu. Wajahnya bersemu merah menahan malu. Alin yang duduk di kursi belakang memilih untuk mendengarkan musik dan sudah memakai earphone. Gadis itu seakan enggan melihat Ethand dan Emma. Entah umurnya yang masih muda atau belum terbiasa dengan situasi tersebut.“Katakan apa yang sedang kamu pikirkan, Emma?” tanya Ethand. Ia tidak ingin wanitanya itu terbeban dengan pikirannya sendiri.“Tapi, apakah kamu akan menerimanya?” tanya Emma ragu-ragu.“Kamu belum mengatakannya, Sayang. Bagaimana saya memutuskan untuk
Eves The Hill Vunia masih asri dan indah. Alin segera membuka earphone-nya ketika mobil yang dikendarai Ethand memasuki kawasan apartemen elit itu. Ia berdecak kagum sekaligus memuji keindahan tata letak Eves The Hill Vunia.“Kita akan tinggal di kawasan indah ini, Kak?” tanya Alin masih tidak percaya. Ia seperti mimpi dan tidak ingin bangun dari mimpi indah ini.“Tentu saja, Alin.” Ethand yang menjawab. Karena Emma juga sedang menikmati keindahan komplek apartemen itu. Ada taman bermain untuk anak-anak. Lapangan basket. Taman bunga dengan rumput halus di bawahnya.Menyadari jika Ethand selama ini hidup di tengah kemewahan, Emma menyadari jika jarak keduanya sungguh jauh. Bagaikan langit dan bumi.“Don’t be insecure, Darling,” imbuh Ethand ketika melihat raut wajah Emma yang diam-diam menoleh ke arahnya.“Kamu cenayang yah? Kok bisa tahu apa yang ada di dalam pikiranku?” Emma yang tidak menduga
Rumah baru bagi keluarga Jones sungguh membuat Ester berkaca. Alin yang sibuk memilih kamarnya dan Emma masih bingung memilih kamar dengan view kota Vunia atau ke arah matahari terbenam.“Kamu lebih menyukai ketenangan atau sebaliknya?” tanya Ethand yang menemani Emma melihat isi rumah baru mereka.“Ketenangan, Dimple,” jawab Emma.“Aku sarankan yang view-nya menuju laut lepas dengan sunsetnya.” Ethand juga menyukai ketenangan. Jadi hal seperti matahari terbenam, nuansa monokrom dan musik yang lembut membuatnya nyaman.“Aku juga pikirnya begitu.” Raut wajah Emma seketika cerah. “Kamar ini aku gunakan sebagai ruangan kerja saja,” imbuh wanita itu dengan senyum di wajahnya.“Pilihan yang bagus.” Puji Ethand pada kekasihnya.“Hari ini langsung masukkan barang-barang dari rumah lama. Sehingga malam ini sudah bisa tidur di kamar masing-masing.”Ethand mengu
Los Angeles tahun 2014Ethand dengan celana kargo, berkaos putih dan topi hitam. Di punggungnya terdapat ransel berukuran sedang. Dari perempatan Los Felizh Boulevard, lelaki itu menaikki shuttle DASH. Ketika bus baru beberapa menit meninggalkan Los Feliz, terlihat beberapa orang yang berpakaian seperti yang dikenakan Ethand. Lelaki itu berniat untuk hiking namun telepon dari kekasihnya membuat Ethand harus membatalkannya.Griffith Park dengan luas mencapai 1.740 hektar meliputi perbukitan, gua, hutan, ranch, lembah dan ngarai, serta danau-danau alami. Berdiri juga belasan museum dan bagunan bersejarah serta area piknik tempat anak-anak bisa naik kuda poni dan komidi putar. Plus lereng bukit tempat berdirinya tanda Hollywood yang sangat terkenal itu.Setelah turun dari bus, Ethand berjalan menuju observatorium di mana kekasihnya sedang menunggu. Dari kejauhan seorang wanita sedang bersama seorang lelaki berdiri dan bercengkerama dengan mesranya. Ethand mempercep
Ryan membawa Ethand ke sebuah sudut Wilobi mall. Raut wajah sekretarisnya membuat Ethand mengernyit heran. Sepertinya ada hal penting yang ingin dikatakan Ryan padanya.“Kamu tulus mencintai Emma?” tanya Ryan tiba-tiba. Kernyitan di dahi Ethand semakin jelas.“Ada apa, Ryan?” Ethand tidak mengerti maksud perkataan sekretarisnya itu.“Aku melihat Caroline tadi.”Mendegar nama wanita yang pernah hadir dalam hidupnya membuat kepala Ethand berputar. Segala kenangan indah dan sedih mulai bermunculan di kepalanya. Los Angeles menjadi saksi kisah cinta sekaligus perpisahan mereka berdua. Tidak ada kata perpisahan di antara mereka. Menjadikan Ethand lelaki dingin dan tidak ingin lagi mengenal cinta.“Aku melihat kamu sampai menoleh berkali-kali padanya tadi.” Lanjut Ryan seraya menghembuskan napasnya kasar.“Jadi tadi benar-benar dia?” tanya Ethand tidak percaya.“Jika hatimu m
Setelah berpamit pada ibunya dan Alin, Emma dan Jane berjalan bersama keluar dari apartemennya. Terlihat Jane membantu sahabatnya membawa sebuah paperbag berukuran besar di dalamnya berisi beberapa snack yang dibelinya beberapa hari yang lalu.“Ryan juga tidak meneleponku. Apakah para lelaki itu sedang PMS?” Jane dengan nada kesal.“Sejak kapan dia tidak menghubungimu?” tanya Emma.“Pagi ini.”Emma mengangkat kedua alisnya seraya menghembuskan napas kesal. “Mungkin saja dia sedang dalam perjalanan menuju perusahaan, Bestie.” Emma merasa heran dengan ke-bucinan sahabatnya ini. Padahal umurnya sudah tidak muda lagi.“Tapi biasanya dia bangun tidur sudah say hallo padaku.”Emma kembali menghela napasnya kesal. Apa jadinya jika Ryan tidak menghubunginya seminggu? “Kan hari ini kita ke puncak, kamu pahami keadaannya, Bestie.”“Tetap saja aku marah. Dia menomordua