All Chapters of Dandelion, Wish, and Wind: Chapter 41 - Chapter 50
61 Chapters
[41]-Kupikir Kita Cukup Dekat Kemarin
Seperti biasa jam sekolah berakhir tepat pukul empat sore. Izumi memasukkan bukunya kembali ke dalam tas lalu berjalan keluar meninggalkan kelas menyusuri koridor yang dipadati oleh para siswa yang juga baru keluar dari kelas mereka masing-masing. Sebelum pulang Izumi mampir sebentar di perpustakaan sekolah. Rencananya dia ingin meminjam beberapa buku sebagai literatur tambahan untuk pelajarannya.Begitu tiba di ruang perpustakaan, Izumi segera mencari buku yang dia butuhkan. Langkahnya berhenti di depan rak yang berisi kumpulan buku tentang Sejarah Jepang dan Dunia. Izumi mengambil satu buku yang sebelumnya sempat dibahas oleh Asahi-Sensei di dalam kelas. Diapun memutuskan untuk meminjam buku tersebut. Izumi lalu beranjak menuju rak buku sains untuk mencari buku selanjutnya.Di bagian Sastra yang berisi kumpulan novel-novel klasik hingga modern, Izumi berhenti sejenak lalu meraih salah satu novel milik Natsume Souseki yang berjudul “Kokoro”. Dia membaca beberapa halama
Read more
[42]-Bertemu Teman Lama
Hari berganti dan Izumi kembali disibukkan dengan kegiatan sekolahnya. Sejenak pemuda itu melupakan e-mail dari Mr. Sharon dan fokus dengan pelajarannya. Seiring dengan semakin dekatnya liburan musim panas, Izumi merasa beban akademiknya semakin padat. Ujian akhir semester kurang dari tiga minggu lagi. Namun sebelum itu mereka—anak-anak kelas tiga—juga harus mengikuti ujian simulasi masuk perguruan tinggi. Hal itu entah mengapa membuat Izumi merasa sedikit tertekan ditambah lagi wali kelasnya, Asahi-Sensei, mulai membagikan formulir tentang rencana perguruan tinggi mana yang akan mereka tuju setelah lulus nanti. Meskipun waktu pengumpulan formulir itu masih cukup lama, tetapi Izumi sama sekali belum bisa memutuskan apa yang akan dia tulis dalam formulir itu. Persiapan ujian, rencana setelah lulus yang belum bisa dia putuskan dalam waktu dekat, membuat Izumi merasa capek, baik fisik maupun batinnya. Hal tersebut yang membuatnya sempat ingin menolak permintaan Ryu sebelumnya
Read more
[43]-Dilemma
Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang ketika Izumi tiba di rumah setelah menonton pertandingan basket di SMA Tokise. Tsubaki yang saat itu tengah bersantai di beranda depan, menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya. Di sebelah wanita itu Kuma dan Shiro ikut berbaring dengan nyaman. “Okaeri, Izumi-kun,” sapa Tsubaki lalu menutup majalah yang sedari tadi dibacanya. “Ryu-kun tidak pulang denganmu?” lanjut Tsubaki bertanya. Seingatnya tadi kedua pemuda itu berangkat bersama dari rumah.“Ryuzaki-kun masih di sekolah bersama teman-teman klub basketnya. Mungkin dia akan pulang sebentar lagi,” ujar Izumi.“Souka. Kalau begitu Mama akan menyiapkan makan siang. Izumi-kun, kau ingin makan siang dengan menu apa hari ini?” tanya Tsubaki.“Apapun tak masalah,” jawab Izumi.“Hmm apapun…, itu jawaban yang sedikit sulit,” balas Tsubaki deng
Read more
[44]-The Meaning of His Presence
Tak lama berselang, Ryu tiba di rumah. Kuma dan Shiro langsung berlarian menyambut kedatangannya. Senyum simpul terlihat di wajah Ryu yang lelah ketika melihat kedua anjingnya. Dia menyempatkan diri bercengkrama sejenak dengan keduanya sebelum akhirnya Ryu melangkahkan kakinya menuju ke tempat di mana Izumi kini tengah duduk. Ryu merebahkan dirinya di dekat Izumi dan menggunakan tasnya sebagai bantal. “Huah…, hari ini begitu melelahkan,” ucap Ryu. Pandangan Izumi yang awalnya tertuju ke arah halaman kini berpindah menatapnya. “Otsukare!” balas Izumi. Pemuda itu tersenyum begitu samar, membuat wajahnya tak terlihat seperti sedang tersenyum. Ryu mengangguk lalu mengubah posisinya menjadi duduk. "Semenjak Shiro tinggal di rumah ini, Kuma menjadi lebih periang." Ryu memberi komentar ketika melihat Kuma dan Shiro yang sedang bermain kejar-kejaran di tengah halaman. "Dia tak lagi merajuk ketika aku jarang mengajaknya keluar jalan-jalan," tambahnya sambil tertawa k
Read more
[45]-Hanakotoba
Izumi membuka kaca jendela kamarnya lebar-lebar agar angin bisa masuk mengurangi gerah yang dirasakannya. Saat ini Izumi sedang tak ingin menyalakan pendingin ruangan dan lebih memilih udara segar masuk ke dalam kamarnya. Angin sepoi-sepoi siang itu terasa cukup sejuk. Izumi lantas membawa kursi belajarnya ke tepi jendela dan duduk di sana sambil membaca buku ditemani oleh musik yang mengalun melalui earphone yang terpasang di telinganya. Entah karena sejuknya angin yang terus menerpa wajahnya atau karena suara musiknya, lambat laun kedua kelopak mata Izumi mulai terasa berat. Dia tak lagi berkonsentrasi pada buku yang sedang dia baca. Dalam kondisi setengah sadar, Izumi bangkit dari kursinya dan langsung menjatuhkan diri di atas tempat tidurnya. Tak butuh waktu lama pemuda itu langsung terlelap sepenuhnya ke alam mimpi.Begitu terbangun matahari kini bersinar keemasan di ufuk barat dan tak lagi seterik sebelumnya pertanda hari sudah sore. Izumi menggeliat pelan lalu
Read more
[46]-Shiro, Thank You!
Saat mereka tengah asyik berbincang, mendadak langit yang tadi cerah berubah menjadi gelap. Angin berhembus kencang dan gerimis turun secara tiba-tiba. Izumi, Makoto, dan Tsubaki pun serempak beranjak ke beranda untuk berteduh. Beberapa saat kemudian terdengar suara gerbang yang dibuka dengan terburu-buru. Ryu berlari kecil menuju mereka menghindari gerimis yang turun semakin deras diikuti oleh Kuma dan Shiro di belakangnya.  “Haah, safe~ untungnya hujan baru turun ketika kami hampir sampai di rumah,” ucap Ryu sedikit terengah. Sementara Tsubaki dan Makoto masuk ke dalam rumah, Izumi dan Ryu tetap tinggal di beranda depan, menikmati waktu sore melihat hujan yang turun membasahi bumi. Angin sesekali berhembus menghantarkan udara yang terasa cukup dingin di kulit. Namun Izumi dan Ryu hanya bergeming. Izumi menarik napas dalam-dalam, menghirup aroma tanah yang basah oleh hujan. “Sepertinya akhir-akhir hujan semakin sering turun,” kata Ryu memecahka
Read more
[47]-The Old Photos
Selepas makan malam, Makoto kembali menyinggung rencana piknik yang sempat dia utarakan tadi sore kepada Ryu. Pemuda itu tak banyak berbicara dan hanya mengatakan, “awas saja kalau Tou-san membatalkannya di saat-saat terakhir,” membuat Makoto meringis pelan mendengarnya. “Kau masih dendam dengan Tou-san perihal waktu itu? Padahal itu sudah lama,” ujar Makoto. Ryu hanya mengangkat bahu lalu melengang keluar meninggalkan ruang makan. Izumi ikut pamit menyusul Ryu. Beberapa saat yang lalu Ryu sempat meminta Izumi membantunya menyelesaikan tugas sekolahnya dan diapun mengiyakannya. Kali ini mereka belajar di kamar Ryu. Itu pertama kalinya Izumi masuk ke dalam kamar saudara tirinya. Suasana kamar Ryu sedikit berbeda dengan Izumi. Seluruh bagian dinding di ruangan itu ditempeli stiker dinding berwarna terang, seolah menggambarkan kepribadian Ryu yang ceria. Hampir tiga perempat bagian dindingnya juga ditempeli dengan berbagai poster tim basket dan sepak b
Read more
[48]-Ikanaide!
“Haruki-kun.” “Haru.” Izumi membuka kedua matanya dan yang pertama kali terlihat olehnya adalah dua pasang mata yang berbeda warna, lavender dan obsidian, menatapnya dengan wajah penuh senyum. Izumi mengerjapkan matanya bingung. Berpikir bahwa itu hanyalah mimpi belaka, Izumi kembali memejamkan matanya. Namun sentuhan tangan yang mengusap kepalanya saat itu terasa begitu nyata. Mau tak mau membuat Izumi membuka matanya kembali. “Masih mengantuk? Ayo bangun. Hari ini kita akan melihat hanami.” Hanami? Bukankah ini sudah musim panas? pikir Izumi. Dengan segala kebingungannya, Izumi bangkit dari tidurnya. Dia mengucek matanya seolah ingin kembali memastikan kalau semuanya bukan hanya ilusi semata. Saat itu Izumi menyadari ada yang aneh dengan tubuhnya. Tangannya terasa lebih kecil dan jari-jarinya terlihat lebih pendek dari sebelumnya. “Eh, tanganku kenapa menjadi kecil begini?” ucap Izumi. Ternyata tak hanya tangannya,
Read more
[49]- Unpleasant Feeling
Izumi tersentak dan membuka matanya dengan paksa. Mimpi yang baru saja dia alami, terasa begitu membekas membuat hatinya kembali berdenyut nyeri saat mengingat suara tangisan dirinya yang lain. Tangisan itu terdengar begitu pilu dan putus asa. Izumi menyeka kedua matanya dan mendapati jejak air mata yang belum sepenuhnya mengering di sana. “Eh, kenapa aku juga menangis?” lirih Izumi pada dirinya sendiri. Izumi lantas bangun dan mengedarkan pandangan sekeliling ruangan. Pandangannya sempat berhenti pada jam yang tergantung di dinding. Dalam keremangan Izumi melihat jam itu masih menunjukkan pukul enam pagi kurang sepuluh menit. Dilihatnya Ryu masih tertidur pulas beralaskan futon yang digelar tak jauh dari tempat tidurnya. “Seharusnya dia membangunkanku agar tak perlu tidur di bawah seperti itu,” Izumi kembali bergumam. Dia beranjak turun dari tempat tidurnya dan merapikan selimut milik Ryu seperti semula. “Arigatou, Ryuzaki-kun,” ucap Izumi pada pe
Read more
[50] Sick
Izumi berjalan menuju loker untuk mengganti sepatunya. Sampai di area loker kelas 3-A dia bertemu dengan Kaito yang sedang mengganti sepatunya. “Ohayou, Izumi,” sapa Kaito. “Ohayou.” Izumi membuka lokernya, mengganti sepatu kets hitamnya dengan uwabaki putih yang diwajibkan oleh sekolah. Baru setelah itu dia naik menuju kelas bersama Kaito. “Oi, kau baik-baik saja? Wajahmu kelihatan sedikit pucat,” komentar Kaito. “Aku baik-baik saja. Mungkin karena semalam aku kurang tidur saja.” “Eh, begitu. Aku juga sama. Semalam suara hujannya berisik sekali, ditambah suara petir yang menggelegar. Aku bahkan tak bisa memejamkan mata sama sekali. Kuharap di jam pertama tidak ada ulangan mendadak dari Fuyuko-Sensei,” kata Kaito penuh harap. Izumi mengerutkan kening mendengar ucapan Kaito. Dia pikir semalam hanya hujan deras saja. Petir? Apa aku sudah tertidur sehingga tak mendengarnya? pikir Izumi. Mendadak dalam hati ada sedikit rasa tak nyaman yang mengganjal di sana. Pemuda itu menarik nap
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status