Semua Bab Miracle You: Bab 11 - Bab 20
46 Bab
Jatuh Cinta
            Sesuai janjinya, David mengantarku sampai di depan pintu gerbang rumah keluarga Smith ketika mengantarku pulang. Itupun sebenarnya aku bersikeras tidak mau, tapi aku kenal David, ia  bukanlah tipe orang yang pantang menyerah dalam semua hal dan ia pasti akan berusaha dengan banyak cara agar bisa mengantarku.             “Kapan hari liburmu El?” tanyanya saat aku berusaha melepaskan seat belt.             “Setiap hari minggu aku libur.” Jawabku acuh tak acuh.             “Bagus!” soraknya girang. “Jadi setiap minggu, aku akan menjemputmu di sini.”             Aku tidak menjawab, hanya memutar bola mataku dengan malas. Lagipula apakah ia adalah orang yang banyak wakt
Baca selengkapnya
Dilema
            Elisabeth pov.             Aku menggeliat bangun saat ponsel di sampingku berdering nyaring. Jidatku berkerut, sebuah nomor baru di pagi hari sudah menyapaku.             “Haloo...” suaraku masih terdengar serak.             “Ini aku.” Suara itu tidak asing, dan tentu saja berhasil membuat bibirku melengkungkan senyum padahal ini masih sangat pagi.             “Adrian?”             “Simpanlah. Ini nomorku.”             “Kamu punya ponsel sekarang?” aku menegakkan badanku. Kantukku tiba-tiba sirna ketika mendengar suaranya yang lembut di pagi ini.
Baca selengkapnya
Ciuman yang panas
            Adrian pov.             Sepertinya aku sudah kembali hidup setelah mati suri yang panjang. Untuk pertama kalinya dalam hidupku selama beberapa tahun ini, aku merasakan sebuah semangat yang muncul dari dalam diriku. Begitu menggelora dan panas.             Aku tak memungkiri jika gadis bernama Elisabeth itu sudah mengubah hidupku. Duniaku yang gelap dan seakan tak berarti perlahan mulai terlihat terang karena ada dia di sisiku setiap hari. Dia mengajakku bicara, memelukku dengan hangat saat aku jatuh terpuruk dan selalu memberiku senyuman manisnya setiap pagi.             Jika aku jatuh cinta, apakah aku salah?             Aku memang belum mengingat bagian-bagian kecil d
Baca selengkapnya
Sepupu Playboy
Adrian pov.             Aku kecewa. Seharusnya bukan respon semacam itu yang kudapat darinya ketika menerima ciuman dariku. Kedua kali aku menciumnya, dan ia selalu menolaknya dengan cara seperti itu. Apakah dia tidak menyukaiku? Atau apakah aku tak pandai berciuman? Sepertinya bukan itu, karena aku rasa, aku cukup handal dalam melakukan hal itu.             Aku tercenung, menghela nafasku berkali-kali. setelah dia memberiku obat tadi pagi, aku menyuruhnya untuk membantu Margareth membuatkan kue untukku. Sebenarnya aku tak ingin kue, hanya saja aku sedang merasa canggung dengannya. Bukan tidak mungkin bukan aku menciumnya lagi jika terus bersamanya apalagi di dalam kamar ini hanya ada kami berdua. Aku akui tidak bisa menahan keinginanku setiap mulutnya bergumam lagu Ave Maria atau ketika ia menatap mataku dan memperlihatkan senyumannya. Dia begitu indah, lemb
Baca selengkapnya
Pembicaraan Serius
            Elisabeth pov.             “Ini, makanlah yang banyak....” nenek Anna menaruh sepotong roti rawar yang sudah diolesi selai di piring Adrian. Pria itu menerimanya dengan senyum mengembang.             “Nenek juga harus makan banyak nek.” Adrian menyuapkan irisan roti itu ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan pelan. Setiap berada di meja makan bersama dengan neneknya, aku melihat sorot mata Adrian begitu bahagia. Mungkin karena ia bisa kembali menemani neneknya makan setelah lama berada dalam keadaan yang kurang baik.             Nenek Anna terkekah. “Nenek rasa umur nenek akan sangat panjang sekarang.”             “Kenapa nek?” selaku yang sejak tadi hanya memperhati
Baca selengkapnya
Sebuah Petaka
            Adrian Pov.             Sore ini aku sudah siap dengan tuxedo hitamku. Sudah lama aku tak mengenakan pakaian formal seperti sekarang, dan aku pikir aku masih kelihatan pantas memakai pakaian seperti ini. Kami sudah siap, hanya tinggal menunggu Elisabeth yang sejak semalam tak kulihat batang hidungnya. Setelah kejadian penolakannya kemarin siang, aku terus mengurung diri di dalam kamar dan tak memperbolehkan siapa saja masuk selain Margareth. Bahkan Kevin harus menelan kecewanya saat aku berteriak padanya di depan pintu agar tak mengangguku karena aku sedang berkonsetrasi membaca.             “Coba hubungi Elisabeth Adrian....” Kata nenek dari dalam mobil.             “Atau aku jemput ke kamarnya saja nek?”timpal Kevin yang berdiri
Baca selengkapnya
Aku Mencintai Gadis Itu
            Adrian POV.             “Iya....pulanglah dulu dan rawat ibumu.” Ku lihat nenek tengah berbicara dengan seseorang dari balik telepon.             “Siapa nek?” tanyaku yang baru saja datang dari stand minuman. Ku ulurkan segelas minuman padanya, karena sejak tadi nenek belum menegguk air sedikitpun.             “Margaeth.” Jawab nenek sambil memasukkan ponselnya ke dalam handbag kecil yang dibawanya. “Ibunya masuk rumah sakit, dan dia ijin untuk pulang.”             Aku mengangguk. Margareth memang masih memiliki seorang ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan. Sudah beberapa kali nenek memintanya untuk pensiun jika memang ingin benar-benar merawat ibunya, tapi Margareth ma
Baca selengkapnya
Hasrat Pagi
                            Elisabeth POV.                 aku membuka mataku pagi ini dengan kalimat syukur yang terus menerus aku ucapkan di dalam hati. Akhirnya, aku masih bisa melihat indahnya matahari pagi setelah kejadian semalam, karena ternyata Tuhan selalu memberikan sebuah keajaiban dari setiap keadaan, buktinya pangeran berkuda putihku datang menyelamatkanku saat aku hampir saja tak punya harapan.                 “Selamat pagi....” pintu kamarku terbuka dan sosok Adrian muncul membawa baki berisi teh hangat dan kue.                 Aku tersenyum kecil. Ingatanku mengembara bahwa ia menemaniku
Baca selengkapnya
Sebuah Pesta
Elisabeth POV. Berulang kali aku menarik gordyn jendela, berharap melihat langkahnya memasuki halaman depan pavillium dan akhirnya mengetuk pintu kamarku. Tapi kenyataannya, sudah lebih dari setengah hari aku menunggu, tak kulihat sosok itu. Yang ada hanya beberapa pelayan yang hilir mudik dengan kesibukan mereka masing-masing. Aku menggerutu dalam hati. Bahkan aku masih ingat dengan sangat jelas bahwa Adrian mengatakan akan segera pulang setelah pertemuan. Nyatanya ia sedang berbohong kali ini. Aku mengusap wajahku dan jerit ponsel membuatku melonjak dari tepi jendela, lantas menghambur menuju kasur. Rebecca Calling…. Aku sedikit kecewa ketika nama yang muncul di layar ponsel bukan nama Adrian, namun nama sepupuku—Rebecca. Namun aku tak punya alasan untuk tak mengangkat telepon sepupuku itu, aku yakin ada suatu hal yang ingin dikatakannya. “Halo….” “El….” Lengkingan nyaring menusuk telingaku. Aku menjauhkan ponselku da
Baca selengkapnya
Sentuhan Panas di Gudang Anggur
Adrian POV. Aku memarkir mobilku tepat di depan sebuah café berwarna coklat gelap itu. Café itu bertuliskan ‘close’ tapi di dalam sana, lewat jendela kaca yang lebar, aku melihat ada pesta yang begitu ramai dan berisik. Bahkan suara music yang menghentak-hentak itu terdengar sampai di telingaku. Akh, berisik sekali. Aku tidak suka. Orang yang aku cintai berada di dalam. Entah kenapa membayangkan begitu banyak lelaki mabuk di dalam sana membuat hatiku cemburu. Orang mabuk bisa melakukan apa saja bukan? Bagaimana kalau Elisabeth juga ikut mabuk dan melakukan hal-hal bodoh…..dan…. Tidak! Aku tidak boleh membiarkannya terjadi. Gadisku tidak boleh di sentuh oleh sembarangan orang. Bahkan ketika aku ingat bagaimana Kevin hampir memperkosanya tadi malam, hatiku kembali memuncak panas. Sebenarnya aku ingin sekali memukuli wajah pria itu sampai ia tidak sadar diri dan masuk ICU—seandainya saja, jika semalam Justin tidak meleraiku. Aku mengambil ponsel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status