All Chapters of TUMBAL DARAH PERAWAN (DARAH SANG DARA: Chapter 11 - Chapter 15
15 Chapters
Bab 11
Sup daging sapi, nasi putih, ikan bakar dan sayur mayur terhidang di atas meja besar berbentuk bulat. Jus alpukat dan puding, juga buah-buahan lengkap tersaji di meja makan. Mata bulat itu membelalak menatap hidangan tersebut.   “Nyo-nya, apakah ini tidak berlebihan?” tanya Manda gelagapan.   Seorang wanita setengah abad tampak mengangguk dengan senyuman manis, pertanda mengiyakan pertanyaan gadis di seberangnya. “Makanlah, tidak perlu sungkan begitu. Jika perlu habiskan semua makanan ini. Kalau kurang nanti tambah lagi,” titahnya.   Amanda dan Rangga saling beradu pandang seraya meneguk saliva dengan kepayahan. Makanan-makanan di depannya terlihat sangat menggiurkan. Agak segan, tetapi cacing-cacing pita di dalam perut sudah bersorak meminta jatah. Sudah sekian lama mereka tidak makan hidangan lezat seperti ini. Bahkan, jika dipikirkan lagi ini adalah yang pertama kali dalam sejarah. Sungguh.   Deng
Read more
Bab 12
Masih merenung dengan wajah murung, Murni duduk di sebuah kursi lipat, menatap tubuh putrinya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajah Zakia tampak pucat dengan selang infus dan oksigen yang terpasang di tubuhnya. Gadis itu dinyatakan koma pasca terjatuh dari lantai dua. Hal itu membuat Murni semakin dirundung rasa bersalah.   Sambil berpangku dagu, wanita cantik yang memakai kemeja kotak-kotak itu menatap tubuh Zakia dengan sendu. Tatapannya tampak kosong, bahkan wanita itu enggan untuk beranjak dari kursi walau sesaat.   “Murni, mau sampai kapan kamu seperti itu? Kamu lupa, hari ini hari apa?” Rukmini yang baru saja tiba ditemani oleh Hardi, dengan tatapan bengis ia menghampiri putri semata wayangnya itu. Untuk sesaat ia menatap tubuh sang cucu yang terbaring koma, netra yang dilapisi kacamata silinder berbentuk persegi dengan bingkai yang dilapisi emas itu menatap tajam anaknya, Murni.    Sesuai kesepak
Read more
Bab 13
Sepulang dari kantor, pemuda tampan berhidung bangir itu tidak langsung pulang ke rumah. Tubuh gagahnya masih lengkap dibalut kemeja putih, dengan menaiki mobil sedan hitam membelah jalanan Kota Kenangan. Jingga semakin terlihat pekat di angkasa. Jalanan kota terlihat lengang daripada biasanya.   Sesekali bersenandung, Arga berkaca pada spion mobil dengan tangan kekar yang menyibak rambutnya ke belakang. Tampak ia sangat senang sekali, terlihat dari senyumnya yang merekah menampakkan lesung pipit di kedua pipinya.   “Sempurna!” pujinya pada diri sendiri.   Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia melewati pohon-pohon sawit yang berjajar rapi di sepanjang jalan seiring dengan laju mobil yang meninggalkan kota. Jalannya pun sedikit terjal dan curam, tetapi tidak menyurutkan niat pemuda itu untuk menemui sang kekasih di tempat biasa mereka bersua.    Keheningan semakin meraja rela. Matahari sudah
Read more
Bab 14
Kembang tujuh rupa, tiga buah dupa, lilin yang membentuk lingkaran juga air dalam baskom yang terbuat dari stainless steel sudah tersaji dalam kamar bernuansa merah muda itu. Buah-buahan, segelas kopi dan kelapa tua, juga kepala kambing turut tersaji di atas sampan. Mulut Rukmini tidak henti-hentinya merapalkan mantra, dengan kaki bersila ia memejam. Tampak kedua tangannya ditaruh di atas paha, sedangkan Hardi duduk di belakang wanita itu, sebagai pengikut setia. “Wahai penguasa kegelapan yang agung! Kupersembahkan sesajen padamu. Hadirlah. Hadir dan berikan kami kedamaian pun kesejahteraan. Nikmat hidup, pun kekayaan. Perjanjian yang terikat secara turun-temurun, kami menyembahmu sebagai pengganti Tuhan.” Gemuruh angin tampak berembus dengan kencang. Usai merapalkan mantra pemanggilan, terdengar gelak membahana sesosok hitam tinggi dan berbulu. Rukmini menunduk hormat. Wanita itu mengambil belati dan mengiri
Read more
Bab 15
“Nghh ....” Arga melenguh saat seberkas cahaya menyerang kornea. Pemuda itu mengerjap seraya memegang kepala yang terasa berdenyut. Ia bangkit di sebuah pembaringan kayu yang keras dan dingin, lalu menatap sekeliling dengan bingung. “Di mana aku sekarang?” gumamnya pelan. Seorang perempuan muda dan cantik datang dari arah dapur dengan segelas air putih di tangan. Ia menaruh gelas itu di atas meja yang terletak persis di depan Arga. Perempuan itu berdiri dengan jarak satu meter dari tempat duduk Arga. “Silakan diminum dulu airnya, Tuan,” suruhnya. Sejenak Arga memijit kening yang terasa pening. Lantas, ia pun memindai sekeliling. Sebuah bangku panjang yang terbuat dari bambu tengah ia duduki, di depannya ada meja persegi yang terbuat dari kayu jati, dan sebuah lemari antik tampak terpajang di pojok ruangan.  Pandangan Arga terhenti pada gadis cantik yang berdiri di depannya. &ldquo
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status