All Chapters of My Beautiful Adeline : Chapter 61 - Chapter 70
81 Chapters
Aksi Nyata
Rasanya Adeline ingin menangis. Padahal dia sudah memikirkan bagaimana menghabiskan malam di Maldives dan mencoba menghapus sekat diantara dia dan Kendrick. Tetapi pria itu malah menampar ekspektasi Adeline dengan memilih pulang ke Amerika hanya karena urusan pekerjaan.  “Kau sangat jahat!” Adeline memikik tertahan.  Melirik Kendrick yang tengah disibukkan dengan ipad di tangannya. Kemudian membuang muka, menatap arah jalanan.  Kendrick menghela napas. Mencoba untuk bersabar. Dia sudah tidak meladeni setiap umpatan yang Adeline berikan sejak di pesawat, tetapi Adeline malah terus melanjutkannya tanpa lelah. “Kita bisa pergi di lain hari, jadi kumohon cobalah mengerti. Ini bisnis yang sangat menguntungkan.” “Mencoba mengerti?&rdquo
Read more
Jangan Mimpi
Biasanya Kendrick akan mengambil ahli menyelesaikan masalah atau minta maaf kepada Adeline kalau hubungan mereka menegang. Tetapi tidak untuk kali ini.  Kendrick merasa dirinya terlalu lelah untuk memahami sifat kekanak-kanakan Adeline. Bukan Kendrick tak ingin minta maaf, ia sudah ingin tapi Adeline malah memperkeruhnya seperti waktu lalu. Adeline malah menggunakan aksi mengosongkan walk-in closetnya sebagai balasan dari kalimat Kendrick.  “Tuan, kalau kita bisa mengundang perusahaan tersebut untuk makan malam hari ini, maka kerja sama itu akan berlangsung lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan,” jelas Denio namun tak mendapatkan balasan dari Kendrick yang matanya setia menatap ke arah laptop. Denio menggeram. “Tuan Kendrick? TUAN!” &
Read more
Pemilik Parfum
“Apa Nyonya Adeline akan ikut menyambut mereka di bawah, Tuan?” Setelah Denio memberikan sebuah jas biru dongker yang terlihat mewah itu kepada Kendrick, barulah Denio bertanya.  Kendrick melirik pria itu dari ujung mata. “Jangan tanyakan dia lagi, aku tidak mau mood-ku rusak hanya karenanya.” Denio lantas mengangguk dan mengunci bibirnya. Dari perkataan Kendrick, dia sudah mendapat jawaban bahwa Adeline tidak akan ikut.  Pantas saja bosnya itu menyuruhnya menyiapkan pakaian satu jam lalu. Karena kalau Adeline ikut, maka Kendrick tidak akan mengganti pakaian di ruang kerjanya, melainkan bersama Adeline. “Ck, aku menyesal telah mengiyakan saranmu. Harusnya aku membuatnya di res
Read more
Mendorong
“Dasar perempuan murahan!” Adeline menggebrak meja itu sambil berdiri. Membuat beberapa gelas yang penuh malah jatuh, membasahi taplak meja. Hingga orang-orang yang duduk pun ikut berdiri seperti Adeline, sebagai bentuk reflek untuk melindungi dirinya dari ketumpahan cairan.  Kirby yang mendapatkan hinaan itu tentu membulatkan matanya terkejut. “Apa maksudmu?” “Adeline tenangkan dirimu.” Bisikan dari Kendrick malah membuat Adeline semakin berang. Sebelum memberikan Kirby pelajaran, terlebih dahulu Adeline memberikan satu bogeman di perut Kendrick hingga pria itu merintih kesakitan. Tidak hanya pria itu sebenarnya, tangan Adeline juga ikut sakit. Tetapi itu diabaikan begitu saja olehnya.  “Aaaaw! Sakit! Lepaskan!” Kirb
Read more
Bersalah
Rahang Kendrick mengetat kuat. Matanya tak pernah lepas dari pintu, dimana Robinson dan Samu telah pergi meninggalkannya seorang diri di area kolam renang.  Dengan langkah penuh tegas bercampur amarah, Kendrick masuk ke dalam mansion. Kakinya berhenti kala ujung matanya menangkap Kirby yang sedang menggigil dengan handuk kering yang membungkus tubuhnya, terduduk di sofa.  “Denio.” Panggilan itu sontak membuat Denio yang ada di sudut ruangan menarik pandangan dari Kirby ke Kendrick. Matanya membulat, segera dia mendekat. “Kau belum mendapatkan pelajaran dariku, tunggulah,” desis Kendrick tajam.  Denio menelan ludah. Sudah pasti ini karena dirinya yang memilih mundur saat perkelahian Adeline dan Kirby. “M—ma—“
Read more
Menyelesaikan
Setelah kejadian itu, Adeline tidak pernah lagi bertegur sapa dengan Kendrick. Pria itu pun sama. Bahkan ketika mereka berpapasan secara tak sengaja saat Kendrick datang untuk mengurus pekerjaannya, hanya ada saling lirik melirik, tidak dengan bertegur sapa.  Adeline juga merasakan kehampaan yang besar. Kasur ukuran king size ini hanya ditidurinya seorang diri, tanpa Kendrick. Ingin mengajak anak-anaknya untuk tidur bersamanya pun tak bisa lantaran mereka belum kembali dari liburan yang entah kapan berujung.  Entah dimana Kendrick tidur selama ini, yang jelas bukan di mansion mewah ini.  “Tunggu sebentar. Aku tidak akan lama,” pesan Adeline pada supir di depan sesudah mobil berhenti di depan rumah sakit.  
Read more
Kelembutan
“Ck, awas!” “Ck, jangan mengatur! Siapa cepat dia dapat!” Adeline yang mendengar mereka pun sontak berbalik, matanya membulat terkejut. Tak menyangka kalau Kirby dan Denio sedang meributkan siapa yang keluar dari lift pertama kali.  “Apa kalian akan bertengkar terus seperti ini?” Mendengar pertanyaan yang dilontarkan dengan nada kesal itu, membuat mereka berdua sontak mendongak ke arah Adeline. “Cepatlah mengalah atau lift itu akan rusak karena kalian tidak kunjung keluar!” Karena pada dasarnya Kirby yang tidak mau kalah, langsung saja dia mendorong Denio ke belakang, membuatnya lebih dulu keluar dari sana. “Ayo, Nyonya,” seru Kirby semangat. 
Read more
Menyesakkan
Mendengar panggilan yang tiba-tiba itu, Kendrick menoleh ke samping. Meskipun wajahnya tidak menampilkan tampang terkejut, ia tetap terkejut. “Adeline ....” Sayangnya Adeline mengabaikan panggilan suaminya itu. Ia malah melangkah cepat dan menarik putranya dari pelukan seorang wanita yang tak ia kenal sama sekali. “Berikan!” “Ck, apa maksudmu?” Wanita itu tidak mau memberikan putranya, yang malah membuat Adeline semakin emosi.  “Berikan padaku!” Suara Adeline meninggi. Menatap dengan tajam ke mata wanita yang ada di hadapannya.  “M—momy ....” Putranya—Max— terbangun akibat goncangan dan teriakan Adeline. Kini, tangan Max sudah te
Read more
Selera Buruk
“Kami baru saja sampai kemarin, Mom. Tapi, daddy malah membawa kami ke penthouse. Padahal, aku sudah sangat merindukan Mommy,” celoteh Nadine pada Adeline yang saat ini tengah menyisir rambutnya. Anak perempuan dengan bola mata besar itu melihat ke wajah ibunya dengan menggunakan bantuan cermin kaca. “Juga, kami bertemu dengan Aunty Sarah.” Sontak, kegiatan Adeline seketika berhenti. Mendadak, rasa sakit kembali timbul. Dia ingin menyudahi rasa sakit ini dengan mengalihkan pembicaraan, namun, rasa penasaran ternyata lebih kuat. “Apa yang dia lakukan?” Kedua alis Nadine bertemu. “Aunty Sarah?” tanyanya memastikan. “Aku tidak tahu siapa dia, Mom. Aku dan Kakak baru bertemu dengannya kemarin. Daddy juga tidak menjelaskan apapun. Setelah kami berbincang sebentar dengannya, Daddy langsung menyuruh kami ke kamar untuk istirahat, kecuali Adik Max.” Adeline mendengkus.
Read more
Amarah
Ketika pintu kamar itu terbuka, Adeline kini bisa melihat Xavier yang sedang duduk di kasur. Sedang memangku tablet, mungkin anak tampan itu sedang melukis. Salah satu kegiatan favoritnya.  Menarik napas, Adeline akhirnya melangkah mendekat dan duduk di kasur, tepatnya di sebelah Xavier. Awalnya anak laki-laki itu menoleh, namun setelahnya langsung kembali pada tablet. Dia memalingkan wajahnya dari Adeline. Membuat wanita dengan rambut di cepol itu kembali teringat di pertemuan pertama mereka.  “Apa kau ada masalah dengan Mommy, Xavier?” Tidak mau berdiam diri dengan perasaan berkecamuk, akhirnya Adeline memilih bertanya.  Dia membuat kesalahan ... sepertinya. Mungkin karena Adeline tidak melihatnya setelah mereka pulang? Kalau begitu, Adeline akan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status