All Chapters of Terpikat Janda Seksi: Chapter 51 - Chapter 55
55 Chapters
Kau menghancurkanku, Ver!
Sayangnya, semua sudah terlambat. Sangat-sangat terlambat, tak ada yang berhasil dihadang. Tak ada yang bisa dipitar ulang. Berliana kembali ke restoran dengan perasaan lemas. Kedua kakinya layu, bahkan sudah pingsan saat turun dari mobil yang baru membawanya kembali dari TKP. Pintu mobil terbuka. Matanya yang berderai air mata ditutupi tangan yang memegangi tisu. Vero dan Pak Januar seketika berlari saat tubuh Berliana terlihat berjalan sempoyongan. Meraih kedua lengannya, membopongnya. “Selesai, terlambat, ini semua selesai,” bisik perempuan itu terakhir. Sebelum kesadarannya benar-benar hilang. Suasana restoran berubah mencekam saat belasan polisi tiba-tiba datang. Datang dengan tiga mobil sekaligus. Siapa yang tidak kaget dengan kedatangan mereka tiba-tiba. Semula semua orang mengira bahwa bapak-bapak polisi ini hanya akan makan siang di restoran ini seperti bisan
Read more
Belum terlambat
“Tidak, tidak mungkin!” Kalimat pertama yang keluar dari mulut Berliana saat ia tersadar dari pingsannya. Pukul lima sore, matahari masih cukup menerangi bumi. Sinarnya masih terasa hangat meski di sebagian belahan bumi terasa dingin. Seperti di depan Restoran Janda. Di mana karyawan dan polisi juga Pak Ferdy masih berkumpul. Mengurai, mencari jalan keluar atas masalah yang terjadi. “Nggak! Nggak mungkin! Nggak mungkin terjadi. Ini pasti mimpi,” ucap Berliana lagi. Sorot matanya kosong. Menatap ke atas, ke kerumunan awan kecil yang berarak di langit. Hampa, bingung, selesai, perempuan itu seperti orang yang goyah kejiwaannya. Jatuh ke dalam lubang terdalam di hidupnya lagi. Ia masih tak percaya dengan apa yang dilihat kedua bola matanya saat tiba di rumah sakit tadi. Belasan orang, rata-rata anak kecil di bawah sepuluh tahun dalam satu kamar rumah sakit. Selang oksigen yang te
Read more
Tak akan pernah lagi sama
Semua polisi seketika menundukkan kepala. Melihat laki-laki yang baru saja turun dari motor. Laki-laki yang kini sudah sempurna melepas jaket hitamnya. Memamerkan seragam kepolisian dengan berbagai pangkat menggantung di atas saku kiri bajunya. Sementara Wilda berjalan lebih dulu dari pria tersebut. Menyibak kerumunan, memberi jalan pada laki-laki yang mengekor di belakangnya. “Semoga gua belum terlambat,” ucap Wilda begitu tubuhnya tiba di dekat Vero. Melihat laki-laki itu yang kini mengangkat wajahnya. Tersenyum miring menatap rekan kerjanya yang baru datang itu. “Tadi pagi gua yang terlambat. Sekarang malah jadi elu yang telat datang dasar pahlawan kesiangan,” umpat Vero ke arah laki-laki yang kini heboh di sampingnya. Menarik tangan Vero untuk berdiri tapi tertahan. Baru sadar kalau dua tangan temannya tersebut sudah diikat dengan sepasang borgol. &ldq
Read more
Memulai dari awal?
Seorang laki-laki berlari kencang setelah memarkirkan motornya sembarangan. Mengabaikan teriakan tukang parkir yang lagi-lagi harus membetulkan posisi motornya setelah belasan motor lain sebelumnya. Menggerutu menyumpahi laki-laki yang bahkan jaketnya belum terpasang sempurna di tubuhnya. “Maaf Pak maaf, tolong! Nanti uang parkirnya gua tambahin!” Tubuh kurus dengan gaya rambut yang belum berubah itu melanjutkan larinya. Masih gondrong, diikat ke belakang dengan karet gelang. Ujung rambutnya melambai mengikuti langkah kedua kakinya yang bergerak secepat yang ia bisa. Menyibak kerumunan, berjalan miring, berdesakan, merangsek ke tempat yang masih jauh di depan sana. “Permisi Mbak!” “Maaf Buk. Maaf Pak.” “Saya sedang buru-buru. Maaf bapak ibuk.” Mulutnya tak bisa berhenti mengucapkan sederet k
Read more
Pulang
“Nggak! Nggak mungkin Wil,” jawab Vero cepat sambil menggelengkan kepalanya. “Ver!” Tangan Wilda menangkap lengan Vero. Menghalangi laki-laki itu pergi dari hadapannya. “Tunggu dulu. Ini masih mungkin Ver! Dengerin baik-baik. Duduk dulu!” Laki-laki yang terlanjur berdiri itu mau tidak mau kini terpaksa duduk kembali. Wajahnya tertekuk, mendengus kesal. “Ayolah, kita bisa balik seperti dulu Ver! Ya kan Pak Januar?” ucap Wilda lagi. Ditambah melempar sorot matanya ke Pak Januar juga. Tapi laki-laki paruh baya itu hanya menundukkan kepalanya. Tak bisa menjawab apa pun. Tampak jauh lebih putus asa. Membuat percakapan tiga orang dalam satu meja itu kini berubah sunyi. Saling terdiam cukup lama, berdebat dengan isi kepalanya masing-masing. “Tapi kau tak tahu masalahnya Wil!” protes Vero akhirnya angkat suara. Memecah keheninga
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status