All Chapters of Tertawan Dua Suami: Chapter 111 - Chapter 120
167 Chapters
111. Kebodohan Sandi
Dengan napas menggebu-gebu, Sandi mencari Leticia. Dibukanya pintu kamarnya dan tak menemukan Leticia di sana. Seorang pelayan yang lewat ia hentikan. "Di mana Leticia?""Nyo-nyonya Leti ada di kamar Nyonya Besar." Pelayan itu terbata-bata ketika melihat raut wajah Sandi yang menggelap.Buru-buru Sandi naik ke lantai dua tempat kamar Maria berada. Didobraknya pintu kamar yang maha luas itu. Leticia yang berada di depan pintu—sepertinya dia baru saja ingin keluar dari kamar ini—terkejut."Kenapa kau ada di sini?""A-aku ... sedang mengunjungi Kak—""Aku sangat marah padamu, Leticia! Bukti-bukti yang diberikan Maria itu terjamin kebenarannya. Kenapa kau melakukan itu?!"Leticia membelalak. "I-itu ... tidak penting sekarang, Mas! Jeni menghilang! Ini sudah malam ketiga. Tak ada kabar sedikit pun darinya!"Mimik kemarahan di wajah Sandi berubah menjadi terkejut. "Apa? Bagaimana bisa?!""Aku sudah mene
Read more
112. Buang Dia ke Hutan
Saga menyorot bosan tubuh menyedihkan yang terbaring lemah itu. Rambutnya yang lurus indah sekarang lepek berantakan dengan wajah kusam yang tak lagi hidup.Tubuh Jeni Lahendra sudah mati. Hanya tersisa embusan napasnya yang teramat lemah.Sambil memasukkan kedua tangan ke saku celananya, tatapan Saga tak putus-putus menyerbu gadis itu.Ini sudah hari keenam sejak gadis itu berada di ruang eksekusi Atlanta yang pengap dan seperti neraka. "Sudah kau pastikan tak ada makanan atau pun setetes air yang masuk ke perutnya?"Edward yang berdiri siaga di belakang Saga mengangguk sopan. "Sudah, Tuan.""Apa anak buahmu rutin menidurinya?" tanyanya santai, seolah sedang bertanya apakah Edward sudah makan atau belum."Iya, Tuan.""Bagus. Sekarang buang dia ke hutan belantara. Buat Lahendra menemukannya dengan cepat. Aku ingin dia pulang dengan selamat." Seringai mengerikan bertakhta di bibir tipis yang dingin itu.Edward menga
Read more
113. Menghancurkan Lahendra Tanpa Sisa
"Keluarga Lahendra sudah menemukannya, Tuan. Mereka sedang menyelidiki kasus itu."Seringai tipis bertakhta di bibir Saga. "Bagus. Ibu mertuaku pasti senang."Setelah mengirimkan bukti-bukti itu, Maria Lahendra datang ke rumah sakit untuk menjenguk Juni sekaligus memberikan sebuah penawaran kepadanya."Saya sudah memberikan bukti-buktinya. Tampaknya Anda sangat menyayangi putri saya."Sontak Saga terkekeh, suaranya renyah. "Aku suka kepercayaan dirimu, Nyonya Lahendra. Ya, aku sangat menyukai putrimu. Dia sangat tangguh sehingga menarik rasa penasaranku sampai aku bisa dibuatnya tergila-gila."Sejenak raut wajah Maria tampak kosong, matanya menerawang sebelum kembali menguasai diri."Ya, dia sangat tangguh. Perjalanan hidupnya yang sangat sulit mengasahnya menjadi perempuan yang seperti itu.""Ah, sepertinya dia punya masa lalu yang tak begitu mulus.""Tentu saja. Saya berjuang bersamanya dengan musuh yang sama. Putriku hampir
Read more
114. Menunggu Saga Pulang
Entah dorongan dari mana, tapi Juni sangat ingin menunggu Saga pulang. Anak dalam kandungannya suka sekali bertingkah dan selalu ingin dekat dengan ayahnya, kecuali saat ayahnya memakai parfum atau sehabis mandi. Baunya sangat menyengat dan membuat Juni tidak tahan untuk muntah.Juni mengusap perutnya yang terasa penuh. Ada getaran kecil di dalam sana yang ikut menggetarkan hati Juni."Adiknya Elando ... anak Ibu. Tunggu sebentar lagi ya, ayahmu akan pulang." Diusapnya perutnya yang masih rata.Saga selalu pulang lebih cepat akhir-akhir ini. Ia akan pulang sebelum senja datang dan mengajak Juni menikmati pemandangan sore di balkon kamar mereka atau di taman. Saga seperhatian itu. Ia selalu berhati-hati saat di dekat Juni, seolah pergerakannya bisa menyakiti Juni maupun kandungannya.Ah, Juni semakin gelisah saja. Ini sudah menjadi helaan napasnya yang kesekian kali."Kapan dia pulang?" Diusapnya perutnya semakin intens. Be
Read more
115. Lahendra yang Busuk
"Dugaan kuat kami, Nona Jeni dikurung berhari-hari tanpa makanan dan minuman. Dan juga Nona dipaksa untuk melakukan hubungan badan berkali-kali."Sandi menggertakkan gigi ketika pengawal kepercayaannya mengakhiri laporan. Darahnya mendidih diikuti dengan kepalan tangan di kedua sisi tubuhnya."Cari tahu siapa pelakunya," tekannya. Hampir-hampir melumat dinding di belakangnya dengan kepalan tinjunya."Baik, Tuan.""Aku ingin tahu secepatnya. Aku ingin orang itu dimusnahkan!"Sang pengawal mengangguk paham sebelum memohon pamit. Membiarkan Sandi berkutat dengan emosinya. ***Jeni tersadar empat hari kemudian. Tatapannya kosong seolah jiwanya telah melayang ke tempat lain. Ia hanya memandang lurus sekian lama tanpa bergerak sedikit pun.Leticia yang telah membantunya bersandar pada kepala ranjang semakin gelisah. Napasnya yang gelisah belum jua surut bahkan ketika dokter sudah memeriksa Jeni."Jeni. Apa yang terjadi?
Read more
116. Laki-laki yang Mengidam
Saga ingin pulang setelah meninggalkan rumah sakit, tapi pekerjannya masih banyak. Padahal sudah hampir sore. Ada baiknya jika dia pulang lebih awal."Rafael Estigo sudah meninggalkan negara ini. Ia dan tunangannya sudah kembali ke Jepang." Edward yang duduk di kursi depan samping kemudi menyahut, memberikan laporan yang tak diminta oleh Saga, tapi ia tahu Saga pasti menginginkan segala kabar tentang Rafael Estigo.Sejak dulu Saga selalu memberikan tugas apa pun kepada Edward. Ia sangat mempercayai kepala pengawal yang sudah ia anggap sebagai asisten pribadinya. Ke mana pun Saga pergi, ia selalu menginginkan Edward di sampingnya. Mungkin ia tak terlalu percaya untuk merekrut asisten pribadi yang lain.Alih-alih senang, Saga malah menguarkan tatapan tak suka. "Kenapa ia kembali? Aku belum memberinya pelajaran.""Tanaka Benjiro memaksanya pergi.""Ah, Tanaka." Saga menyandarkan kepala ke kursi sambil menghela napas bosan. "Tempatkan mata-mata di peru
Read more
117. Bagaimana Rasanya, Jeni?
Tengah malam, di ruangan yang terang meskipun orang-orang sudah tertidur. Leticia duduk menunggu Jeni yang terus memandang lurus, kosong dan seperti zombie. Wajahnya kurus dan badannya tak bertenaga.Jeni akan menjerit jika lampu dipadamkan. Tapi, ia tetap tak tidur. Ia hanya duduk bersandar sambil menatap dinding. "Jeni, bicaralah. Jangan begini terus. Kau tahu bagaimana takutnya aku jika Atlanta tahu tentangku juga? Keluarga kita akan dihancurkan. Dia 'kan yang membuatmu begini?"Jeni bergeming. Leticia menghela napas berulang kali. "Apa yang dia lakukan padamu? Apa maksudnya dengan kekerasan seksual? Dia memperkosamu?!"Jeni mendengarnya. Pertanyaan-pertanyaan bernada putus asa yang tak hentinya dilemparkan Leticia sejak tadi. Jeni kehilangan orientasi. Kehilangan arah dan juga kehilangan dirinya. Dia tak pernah berniat melukai ataupun membunuh Juni. Ia hanya ingin mewujudkan impian ibunya tanpa perlu menjad
Read more
118. Bertahanlah Bersamaku
Pagi Ini Juni muntah-muntah lagi, dan Saga selalu berada di belakangnya. Memeluk perutnya sembari mengelus punggungnya. Menunggu Juni yang sedang menunduk di atas wastafel. "Sudah?" tanya Saga saat Juni sudah membersihkan wajah dan mengatur napasnya.Juni mengangguk dengan mimik yang teramat lemas."Kemari." Tanpa Juni duga-duga, Saga menggendongnya di depan tubuh seperti menggendong balita kemudian membawanya keluar kamar mandi."Ka-kau tidak perlu melakukan itu.""Kau pasti pusing."Juni melipat bibir, kedua pipinya mulai merona panas. Dia memang merasa sangat pusing ketika morning sickness itu datang, seolah bumi berguncang sangat hebat. "Perutmu sakit?" Juni mengangguk pelan, lalu menjawab, "iya," ketika ia sadar Saga tak bisa melihat anggukannya.Saga menurunkan Juni di tepi ranjang lalu berlutut di bawah kaki wanita itu. Juni sampai tertegun dibuatnya. "Mana yang sakit?"
Read more
119. Hancurkan Lahendra Secepatnya!
"Tuan, Nyonya Maria Lahendra ingin bertemu dengan Anda.""Suruh dia masuk."Maria masuk ke ruangan Saga. Seperti biasa, angkuh, percaya diri dan tak terpengaruh dengan aura mendominasi Saga."Silakan duduk, Nyonya Lahendra."Alih-alih duduk di sofa dalam suasana yang santai, Maria malah bergerak ke kursi di seberang meja Saga. Wajahnya terlihat sangat serius dari biasanya.Saga tidak bertanya, ia hanya menunggu sampai Maria mengutarakan maksud kedatangannya."Saya ingin Anda menghancurkan Lahendra secepatnya."Saga menyandarkan punggung ke kursi kebesarannya. "Ah, kau sangat bernafsu ternyata. Tidakkah kau terlalu terburu-buru, Ibu Mertua?""Saya sudah menunggu selama puluhan tahun. Itu bukan terburu-buru namanya. Saya ingin melihat mereka kehilangan segalanya dalam waktu bersamaan."Saga mengetukkan jari-jarinya ke atas meja sambil merenung, sedang Maria menatapnya heran."Saya tidak mengerti kenapa Anda membebas
Read more
120. Wanita Hamil yang Merajuk
Saga buru-buru pulang ke kediamannya sendirian, bahkan tak menunggu Edward dan membiarkan sang kepala pengawal naik ke mobil lain.Sesampainya di rumah, ia segera mencari Juni. Menanyakannya pada Lenna yang baru saja ingin menaiki tangga. "Di mana Juni?""Nyonya di kamarnya, Tuan. Beliau menolak makan siang."Kening Saga mengerut. "Menolak? Kenapa?""Sepertinya beliau sedikit kesal karena Anda tidak memperbolehkannya ke kantor Anda."Saga mendengus kasar. "Dia marah hanya karena itu? Aku hanya tidak ingin terjadi apa-apa lagi dengannya.""Wanita hamil sangat sensitif. Emosinya bisa berubah-ubah, mood-nya naik turun. Jadi kita harus menghadapinya dengan sabar.""Seperti apa?"Selama satu minggu ini, Juni terlihat anteng dan menuruti semua perkataan Saga. Baru kali ini wanita itu merajuk."Anda harus membujuknya dengan lembut, berbicara dengan hati-hati dan mengusap perutnya. Itu bisa membuatnya sedikit relaks
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
17
DMCA.com Protection Status