All Chapters of Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]: Chapter 21 - Chapter 30
35 Chapters
The Case.
                  Seharian mencari tanpa arah dalam tumpukkan koran, lebih parahnya kepalaku bertambah pusing setiap melihat tulisan koran dengan jarak spasi berdekatan. Aku menaikkan alis dan memejamkan mataku berkali-kali, sekedar senam ringan untuk melatih otot mata.           Lady Anne datang membawakanku teh bunga hangat, “Istirahat dulu Joa, jangan terlalu memaksakan diri,” sarannya. Aku hanya tersenyum dan berterima kasih padanya, aku masih merasa asing dengan Lady Anne yang baik—takut merasa akrab.          Aku sedang mencari berita tentang kematian Carina Rossi—ya, kematianku sendiri. “Tanggal 15, tanggal 16, tanggal 17, tanggal 15…16…17…18…,” gumamku berulang kali.          “Kenapa tidak ada? Apa Bilson merahasiakan kematianku? Bajingan tid
Read more
Fail Holiday.
         Simon menawarkanku untuk mengunjungi Lady Anne, kesehatannya semakin memburuk akhir-akhir ini. Sementara sidang ketiga atas kasus Sarah Deelin masih berlangsung, karena Maurice bersikeras tidak mau mengakuinya.          “Kau sudah merasa baikan?” tanya Simon seraya menyetir.          “Pemandangannya indah dan udaranya sangat sejuk, aku merasa luar biasa,” terangku seraya mengulurkan tangan dari kaca jendela mobil.          Bangunan tua bernuansa kayu yang bertuliskan “Love&Peace” dengan simbol salib emas sudah terlihat di depan mata. Lady Anne menyambut kami dengan teh bunga dan cookies jahe buatannya.          “Joa, Simon, apa semuanya berjalan baik-baik saja?”          “Masalah kantor sedikit
Read more
Normal trial.
                “Ssshh....,” desisku yang ikut ngilu melihat luka di pipi Simon saat mengoleskan obat.          “Aku akan mengusir anak itu pulang sekarang juga,” dengusku kesal.          Simon menahan tanganku dan menggelengkan kepala, masih memegang pipinya yang membengkak. “Kau terlalu baik, anak itu perlu diberi pelajaran,” geramku.          “Lady Anne sedang berbicara padanya, biarkan saja. Lagipula, kau sudah memukulnya tadi,” tutur Simon. Aku mendengus kesal lagi.          “Urus pipiku saja, okay?” timpal Simon berusaha tersenyum padaku. *          Di luar, Eric sedang mengompres belakang lehernya dengan kantong es.      &n
Read more
Two Points.
“Joa, sudah bangun?” sapa Lady Anne kala menyiapkan sarapan pagi. “Iya. Wah, masakannya indah sekali,” pujiku. “Duduklah, semuanya sudah selesai,” ucap Lady Anne sambil tersenyum hangat. “Seharusnya anda membangunkanku agar bisa membantu,” anjurku sembari mencicipi Taroz khas Italia. Lady Anne hanya menggelengkan kepala, ia tahu aku tidak pernah memasak dengan benar. Di saat bersamaan, Simon muncul dengan berpakaian rapi, “Simon, kau sudah mandi?” “Sudah, aku baru selesai menyiram tanaman depan,” ucapnya sembari menggeser kursi dan duduk di sampingku. “Kemana anak itu?” tanyaku heran. “Eric sudah berpamitan pagi-pagi, ia bilang ada telepon mendesak,” terang Lady Anne. “Ow,” sahutku tak acuh. Dipikir-pikir lagi, Eric memukul Simon karena
Read more
Maybe.
            “Mungkin, korban pernah berurusan dengan organisasi hitam semasa hidupnya,” duga Mr. Foster.            Sarah adalah wanita manis dengan pemikiran polos dan hidupnya suci, meskipun dunia modeling memiliki banyak sisi gelap, namun aku yakin Sarah berbeda. Mendiang Ibunya juga adalah seorang model papan atas, aku pikir dengan nama Ibunya, ia tidak perlu berusaha keras mencari koneksi.             “Ms. Joa, aku belum bertanya apa maksudmu kemari?”           “Aku hanya tidak sabar menunggu, studioku tak bisa dipakai dan pekerjaanku menjadi terhambat. Kau tahu wajahku terpampang jelas pada berita utama dalam sepekan ini,” ruahku. “Belum lagi, kelu
Read more
Playing with Fire.
         “Halo, kau hilang ke mana sih? Pergi tanpa pamit.”           Aku bisa mendengar suara Joke diikuti dengan dengusan kesal dari telepon, ia pasti kalang kabut mencariku seharian ini. HAHAHA.           “Kau masih bisa tertawa?”           “Anak bodoh itu membawaku ke dokter kandungan, dia pikir aku mengandung anak Simon. Lucu sekali, sangat konyol HAHAHA.”          Joke mengomel super panjang di telepon—mengatakan aku dan Eric sama-sama gila, padahal aku hanya ingin melihat wajah linglungnya. “Jadi kapan kau bisa menjemputku?” tanyaku.    &nb
Read more
Only Me.
(FLASHBACK)          Aku terbangun dalam kamar yang hangat dan seorang wanita sedang merawat luka yang memenuhi sekujur tubuhku. Aku berusaha memanggilnya, “Pe—Permisi.”          Tenggorokanku kering dan seluruh badanku mati rasa, aku pikir aku sudah lumpuh. Aku harus duduk di atas kursi roda berbulan-bulan. Lady Anne dan Simon adalah orang yang selalu berada di sisiku, syukurlah aku dipertemukan dengan dua malaikat asing.        Dalam pikiranku hanya satu, aku ingin menangkap Bilson Moretz dan menjebloskannya ke penjara seumur hidup. Aku menghubungi Marco, pengacara keluarga Rossi untuk membicarakannya—“Mrs. Carina, tolong jangan pernah menghubungiku lagi. Kami semua sudah menganggapmu mati di jurang hari itu.”
Read more
De Moon Bar Meet-Up.
“Halo, Mr. Bilson. Apa kau punya waktu luang?” aku meneleponnya pagi-pagi dengan dalih membicarakan masalah pekerjaan. Informasi yang kudapatkan kemarin masih belum jelas. Bagaimana mungkin tragedi sebesar itu tidak masuk ke dalam surat kabar? “Kalau begitu, akan kukirimkan lokasinya,” ujarku. Aku sengaja memilih tempat yang letaknya cukup jauh dan sepi.Kami akan bertemu di De Moon Bar. “Silahkan masuk,” ujar Eric yang sudah menunggu di luar sedari pagi. Karena pagi ini sudah mendung, aku kehilangan semangat untuk bertengkar dengannya. “De moon Bar,” ucapku sembari masuk ke dalam mobil.Brak!Suara bantingan keras saat menutup pintu mobil. Sebenarnya, aku tidak perlu sekesal i
Read more
Bilson's Sacrifice
Ckritttt! "Hei, ada apa?" protesku. "Maafkan saya, bu. Apa ada yang terluka?" sahut supir taksi dengan panik. "Sekelompok pria itu muncul tiba-tiba. Jadi, saya terpaksa rem mendadak." "Sayang, ada apa?" timpal Bilson yang sudah setengah sadar. Aku yakin kepalanya masih berputar hebat, namun ia memicingkan matanya untuk melihat penampakan di depan mobil. "Siapa mereka?" gumamnya. "KELUAR!!" Belum sempat memikirkan apa yang harus dilakukan, seseorang sudah memukul kaca mobil dengan tongkat kayu. "KELUAR KALIAN SEMUA!" teriaknya. Aku cukup takut tapi tidak setakut itu– lebih tepatnya, khawatir campur bingung. Aku melihat supir taksi perlahan keluar sambil bertanya apa yang sedang terjadi, sambil sesekali memohon ampun. "Hei, kalian berdua juga keluar!" perintahnya. "Mereka mau apa, sih!?" geram Bilson sambil membuka pintu mobil. "Lebih baik, jangan menyerang dulu. Mungkin mereka hanya peram
Read more
The Vespa in front of Us.
Kami bertiga sedang duduk di lounge hotel bernuansa klasik dengan lampu gantung di setiap sudut. Anehnya, cahaya lampu membuat suasana di pagi menjadi sedikit redup. "Maafkan aku," ungkap wanita yang memakai blouse merah pekat, senada dengan warna wine yang kami pesan.  "Ucapanku terdengar seperti sedang menuduh seseorang berbuat hal yang tidak-tidak," jelasnya lagi.  "Tidak masalah, santai aja," balasku. "Aku harap kesalahanku tidak mempengaruhi hasil kerja sama diantara kalian," terang Chloe masih memasang wajah penuh harap. "Ya, kau tenang saja. Aku ini cukup profesional." "Sungguh terima kasih," tutur Chloe sembari menunduk.  Kenapa orang ini sangat mencemaskannya? Apa Bilson telah menemukan titik lemahnya? Apa ini yang namanya karma instan? "Kalau begitu, aku permisi dulu." "Tunggu, Ms. Joa. Kami ingin mengundangmu makan malam bersama akhir pekan ini, apa memungkink
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status