Semua Bab The Hero of My Life: Bab 121 - Bab 130
139 Bab
120. Jangan Berharap Apapun!
Sambil berlutut di bawah kaki Andiarga, air mata Farid kembali berderai. Bagaimanapun dia bersalah membawa Tyas pergi dan membuat wanita cantik dan baik itu menderita hingga ajal menjemput. Farid harus menghaturkan maaf pada ayahnya."Ayah ..." kata Lintang, kaget dengan sikap Farid. Wulan pun hanya bisa memandang terpaku pada ayah dan kakeknya.Andiarga memegang kedua bahu Farid dan memeluknya. "Aku yang tak bisa melihat dengan benar. Aku orang tua yang bodoh." Andiarga memeluk menantunya. Yang tak pernah diakuinya selama ini.Keduanya bertangisan. Kebencian yang selama ini Farid rasa dari pria itu ternyata telah luntur. Kemarahan yang selama ini membuat Farid takut padanya sudah lenyap. Andiarga sangat menyesali kebodohannya, keegoisannya, dan juga sikap yang merasa selalu saja benar. Seharusnya dari lama dia meny
Baca selengkapnya
121. Kamu Pasti Bahagia
Selama perjalanan pulang campur baur perasaan Farid. Antara dia lega, tuan besar keluarga Angkasajaya menerima dia dan anak-anaknya. Pelukan orang tua itu seperit menghapus semua pedih yang dia lalui karena penolakan selama ini. Dia tak marah, tak dendam. Dia siap menerima semuanya.Tetapi sayang, Tuan Andiarga terlanjur berhasil menanam benih dengki dan iri di hati Langit jika ada yang mengancam posisi dan kesempatannya naik di puncak sebagai penerus dinasti Angkasajaya.Lintang, David dan Wulan pun tak banyak bicara. Perjalanan pulang sama lengangnya seperti saat mereka memulai perjalanan menuju ke Semarang."Akhirnya, sampai di rumah." David memarkir mobil di depan rumah. Hari sudah hampir tengah malam saat mereka tiba."Aku lelah sekali. Aku ingin langsung tidur," uj
Baca selengkapnya
122. Hampir Di Ujung Perjuangan
Lintang menatap langit yang terang. Bukan purnama di sana. Bulat, terasa sangat dekat. Tapi bintang malah takut dan tidak nampak muncul. Hanya beberapa itu pun terlihat jauh sekali dari rembulan."Alin, belum mengantuk?" David baru dari kamar mandi. Dia mendekati Lintang yang berdiri di balkon kamar."Belum. Aku suka lihat langit malam ini. Terang dan indah. Bulan penuh, cantik." Lintang menoleh sebentar, lalu memandang langit lagi.David berdiri di sisi Lintang. Ikut menatap ke angkasa. Ya, malam dengan suasana ini begitu teduh dan indah."Besok aku mesti pergi pagi. Kamu libur, ga masalah mau bangun siang," kata David."Kalau saja Kak Dave bisa tukar jadwal,." tandas Lintang. Sekarang memutar badan melihat suami perfect-nya
Baca selengkapnya
123. Tuntas, Selesai
Farid justru merasa tidak nyaman dengan kata-kata putrinya. "Ayah banyak salah sama kamu. Meskipun sekarang kita baik-baik, masih ada rasa bersalah kadang muncul." Semua kisah pahit sedikit meyeruak di pikiran Farid. Kesusahan panjang yang mereka lewati, karena apa yang Farid lakukan di masa lalu mereka. "Ayah, aku belajar jadi kuat karena apa yang aku alami. Dan ayah punya bagian di sana. Iya, benar, lewat banyak saat menyedihkan dan mengecewakan tapi dengan mengerti Ayah selalu sayang aku, aku sangat bersyukur," ucap Lintang. "Lintang ... Ayah tidak salah memberi nama ini untukmu. Kamu menerangi hati ayah juga." Lintang memeluk ayahnya, menyandarkan kepala di dada Farid. "Kapan kamu mau kasih ayah cucu? Aku sudah terba
Baca selengkapnya
124. Kabar Tak Menyenangkan
Lintang, Bimo, dan Syifa, saling bersalaman memberi ucapan selamat untuk keberhasilan mereka akhirnya menuntaskan studi. Perjuangan yang panjang akhirnya sampai di ujungnya. Senyum lebar dan tawa riang menghiasi perbincangan mereka."Segera sana naik pelaminan. Aku siap buatin kue pernikahan buat kalian. Yang spesial," gurau Lintang, tapi itu harapannya memang. Dia ingin melihat Syifa dan Bimo segera menikah."Iya, udah di-planning. Ya, kan, Syifa?" Bimo memeluk bahu Syifa."Ya, Lin, kamu yang dapat undangan pertama. Kamu kantong Doraemonku." Sesekali Syifa masih memanggil Lintang begitu.Lintang tersenyum lebar mendengar itu. Hari yang istimewa, yang tak mungkin dilupakan. Satu babak baru menanti, menapak masa depan yang sudah direncanakan dan makin dekat di depan mata.
Baca selengkapnya
125. Meluluhkan Hati Ayah
"Alin, sudah pagi. Ayo bangun." David berbisik di telinga Lintang. Lintang membuka matanya. David ada di depannya, sudah mandi, harum, dengan senyum tampannya memandang Lintang. Lintang duduk seketika. Dia melihat jam dingin di kamarnya. "Ya ampun ... ini jam berapa, Kak? Hah? Hampir jam tujuh pagi?" "Kamu tidur lelap sekali. Aku ga tega mau bangunin. Sebentar lagi aku berangkat, jadi aku harus pamitan sama istri cantikku ini." David mengecup puncak kepala Lintang. "Kak Dave sudah sarapan?" tanya Lintang lagi. "Belum. Nanti di rumah sakit saja, ga apa-apa," jawab David. "Tunggu, aku buatkan sarapan. Roti lapis saja. Sepuluh menit siap." Lintang cepat turun, pergi ke kamar mandi, lalu segera ke dapur.
Baca selengkapnya
126. Ketegangan yang Makin Jadi
"Nanti kalau aku ... ketemu Tyas ... aku bisa cerita ... aku punya anak laki-laki ... yang luar biasa ... suaminya ... kamu, Farid ..." "Romo ..." kata itu meluncur dari bibir Farid. "Ya ..." Andiarga tersenyum. "Aku sudah tenang ... bisa ketemu Tyas ... dan ibumu ... kalau Tyas tanya ... aku bisa bilang ... anakmu ayu ... Bojomu gagah ..." lanjut Andiarga. "Romo ..." ulang Farid. "Heehhh ..." Tiba-tiba Andiarga merasa dadanya sesak. Dia menarik nafas dengan tersengal-sengal. "Romo ..." Farid agak kaget melihat Andiarga jadi sulit bernafas. "Panggil dokter, Ayah," ucap Lintang yang ikut panik.
Baca selengkapnya
127. Pertemuan di Saat Tidak Tepat
Rumah besar dan mewah itu berduka. Keindahan yang biasa ditampilkan tak lagi dinikmati oleh mereka yang lalu lalang di sana. Semua sedang fokus dengan kedukaan karena kepergian Andiarga Angkasajaya.Andiarga menghembuskan nafas terakhir tanpa pesan apa-apa pada putra-putri dan cucu-cucunya. Menurut Surya, Andiarga hanya memandang satu-satu anak, mantu, dan cucu yang berkumpul di ruangannya sebelum akhirnya dia menutup mata selamanya.Farid, Lintang, Wulan, dan David hadir di rumah duka. Tapi mereka memilih duduk di bangku deretan belakang. Farid sengaja mengajak begitu, karena tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Selama ini orang pasti mengenal siapa saja keluarga Angkasajaya. Jika mereka muncul dalam deretan keluarga besar itu pasti akan memunculkan banyak pertanyaan pada para tamu.Hingga acara pemak
Baca selengkapnya
128. Perjanjian yang Tidak Perlu
Ridwan terenyum tipis. Dia sudah bisa menebak seperti apa reaksi anak-anak Andiarga saat tahu bagian yang baru saja dia paparkan pada mereka. "Kamu tidak percaya silakan, baca sendiri." Ridwan menunjukkan surat itu. "Mas Farid, pikirkan lagi." Sekarang Mega ikut bicara. Sekarang, Bayu, dan Langit menatap ayah dan dua anaknya itu. Buah simalakama. Farid memandang lurus ke depan. Dia tak mengira Andiarga masih bermain seperti ini bahkan saat dia sudah ada di liang lahat. Jika dia terima, dia akan jadi milyader mendadak. Namun hidupnya akan terus bersinggungan dengan orang-orang gila harta ini. Jika dia tolak, dia pun akan dibenci mereka karena membuang kekayaan keluarga untuk orang lain. Lintang memandang Farid. Wulan juga melihat ayahnya. Yang lain yang ada di ruangan
Baca selengkapnya
129. Kok Ketus Banget?
Kembali ke rumah, kembali tenang. Begitu nyaman di rumah sendiri. Sederhana, tidak banyak barang mewah, tapi selalu ada senyum ceria. Pagi ini Lintang bangun pagi sekali. Belum setengah empat dia sudah terjaga dan tidak bisa tidur. Dilihatnya David begitu lelap. Lintang merapatkan tubuh pada David, berharap dengan sentuhannya David akan terbangun. Nyatanya bergerak pun tidak. "Iih ... masa ga terasa,sih ..." ucap Lintang. Lagi dia menempel lebih dekat, sampai menenggelamkan kepalanya di dada David. "Hmm ... tidur, Sayang." David menggumam. Dia melingkarkan lengannya pada pinggang Lintang. "Kak ..." ucap Lintang. Sedikit kesal karena David ga juga bangun. Lintang mencubit pipi David.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status