Semua Bab Pesona Duda Keren: Bab 31 - Bab 40
52 Bab
31. Tragedi di Kampus
"Assalamua'alaikum ...?" sapa dosen Ahem begitu berada di depan kelas. "Waalaikum salam, Pak ...!" jawab mahasiswa serempak. "Kita lanjut ke masalah proposal ya? Kemarin kita belum selesai membahas proposal kan?" tanya dosen. "Iya Pak ...!" jawab para mahasiswi kompak sambil mata tertegun menatap sang dosen. Memang dosen duda itu sangat keren membuat para kaum hawa klepek-klepek. Wajahnya sangat tampan, cold penuh karismatik. Memang perangainya dingin dan keras bagai gunung es. Meskipun duduk di kursi roda tetap membuatnya menarik, apalagi kalau mengenakan setelan jas berkelas warna biru tua atau hitam sangat mempesona. Banyak mata tertegun tak berkedip bila sang dosen sedang mengajar. "Diantara kalian pasti mengenal proposal. Apalagi kalian yang aktif di organisasi pasti sering membuat ini. Ada sayembara buat kalian, barang siapa yang bisa mengerjakan proposal dalam waktu 90 menit ada hadiah laptop buat kalian. Ini laptop yang kupakai speknya
Baca selengkapnya
32. Si Culun Menjadi Pusat Perhatian
Bukan saja Bagus, bahkan ketujuh anggota geng dan preman kampus itu keluar mengerumuni Tiffara. Semua orang ikut tercekam membayangkan kebrutalan para preman itu. Tidak perduli seorang gadis mereka tetap tidak punya hati. Dua bulan yang lalu ada seorang gadis yang mendapat perundungan dari mereka akhirnya bunuh diri melompat dari atas gedung dengan sebuah surat di genggaman tangannya. "Dasar wanita gila, cari mati, dia bakal bernasib sama dengan Maria!" gumam salah seorang mahasiswa yang berdiri di dekat kursi roda Dosen Ahem. "Siapa Maria?" tanya Dosen Ahem. "Mahasiswa sastra, Pak, dua bulan yang lalu bunuh diri karena dipermalukan oleh mereka, Pak," jawab mahasiswa itu. "Ada urusan polisi tidak?" tanya Ahem penasaran. "Sudah Pak, tapi nyatanya tidak ada tindak lanjutnya. Mereka masih bebas berlenggang," jawab mahasiswa yang lain. "Hei cewek Culun, apa kamu sudah bosan hidup? Emang siapa kamu berani-beraninya berteriak keras m
Baca selengkapnya
33. Kehadiran Dania
Ketujuh preman kampus itu dipaksa menurunkan motor Tiffara. Para bodyguard Ahem mengawasinya dengan geram. "Cuci motornya sampai bersih, cepat!" teriak Aris memerintah. "Baik, Pak," beberapa orang menjawab serempak. "Big Bos, Mbak Melody pulang sendiri naik motornya," ujar Lukman sang bodyguard. "Ya sudah kita pulang, sekarang!" sahut Ahem. "Big Bos, di rumah nanti ada tamu, tadi Mas Virgo menghubungi saya," ujar Lukman lagi. "Tamu? Siapa?" tanya Ahem kaget. "Nona Dania, Big Bos," jawab Lukman. "Hah? Ada apa lagi dia?" gumamnya datar.  Ahem bersama bodyguard pergi meninggalkan kampus setelah melihat Tiffara menghampiri motornya. "Dasar gadis tidak punya otak, basa-basi bilang makasih kek, udah ditolong, dibelikan alat mandi dan baju, nyelonong aja pulang tanpa ba-bi-bu," gerutu Ahem ngedumel. Tiffara dengan tergesa-gesa melajukan motor scoopynya. Disusul mobil Ahem melaju mendahuluinya. Di t
Baca selengkapnya
34. Ingatan Yang Terlintas
Semenjak pengakuan Ahem bahwa dirinya impoten, suasana jadi berubah. Armand tersenyum puas, bahkan dia berpikir dengan melenyapkan dua bocah kecil itu maka tumpaslah keturunan Abidin. Tidak ada lagi keturunan sebagai generasi penerus tahtanya. Keluarga Dania pulang dengan hati kecewa, keinginan meneruskan rencana perjodohan itu akhirnya batal. Terbersit rencana Armand untuk tetap  melanjutkan perjodohan itu tapi bukan lagi dengan Ahem melainkan dengan Virgo. Tapi Dania minta waktu untuk berpikir, demikian juga dengan Virgo. Tiffara yang mendengarkan pengakuan Ahem bahwa dia sekarang impoten, dia terperanjat dan turut bersedih. "Salah satu diantara mereka adalah mantan suamiku siapakah dia? Mungkinkah Ahem? Tapi kenapa aku belum bisa mengingat apapun?" batin Tiffara. "Melo ...!" teriak Ahem memanggil Tiffara. "Saya, Big Bos!" jawab Tiffara datang tergopoh-gopoh menghampirinya. "Ambilkan flashdisk di laci kamar atas!" perintah Ahem.
Baca selengkapnya
35. Pertemuan Ahem dan Diva
Ahem dengan mengenakan handuk kimono siap untuk keluar dari kamar mandi."Melo ...!" teriak Ahem."Iya Big Bos, jangan teriak aku masih disini," kata Bodyguard Melo.Melo membuka pintu kamar mandi dan harus membantu Ahem keluar dari kamar mandi. Tangan Ahem mulai meraih leher Melo untuk berpegangan. Sontak Melo menepis dan menjerit."Aaah! Big Bos!" teriaknya menjerit."Kamu ngapain sih? Teriak-teriak nggak jelas, nanti dikira orang ngapain coba?" hardik Ahem."Jangaan pegang leher, Big Bos, geli tahu!" jawab Melo menghardik."Ribet amat sih jadi orang, atau jangan-jangan kamu tuh banci ya?" umpat Ahem."Big Bos!" pekik Melo. "Orang aneh, asal nyeplos nggak punya perasaan!" gumamnya lirih."Selalu saja kayak tawon laceng, mbengung nggak jelas! Ayo cepat keburu tamunya datang, Melo!" desak Ahem."Big Bos biasa saja nggak perlu ke leher, pundak saja ya?" pinta Melo. "Terlalu banyak permintaan kamu, cepe
Baca selengkapnya
36. Cinta Virgo Yang Tulus
Kini mereka berempat berkumpul di meja makan untuk menikmati makan malam bersama.  "Anak-anak sudah makan, Melo?" tanya Virgo kepada Melo.  Memang tidak diragukan lagi sayang dan perhatiannya kepada Ruhi dan Arjun. Benar-benar menyayangi tulus seperti buah hati sendiri. "Sudah Bos, bersama suster baru saja selesai makan," jawab Melo tegas. "Ternyata kalian berdua adalah musuh dalam selimut. Ini yang dimaksud Mas Bagas saya harus hati-hati, karena musuh dia adalah kakak yang paling di sayangi," batin Melo. "Bagaimana aku pernah dekat dengannya? Apakah perselingkuhan? Apa mungkin aku selingkuh dengannya dan akhirnya Ahem memveraikan aku?" lanjutnya membatin. "Lama tidak ada kabarnya, Diva? Kemana aja?" tanya Armand. "Bantu papa buka cabang di Batam, Paman," jawab Diva dengan bangga. "Oh ya? Hebat dong! Emang kalian tidak saling kontak sama Ahem?" tanyanya lagi. "Aku berkali-kali menghubungi ponsel Ahem tidak per
Baca selengkapnya
37. Dosen Duda Menyebalkan
Tiffara bangun kesiangan gara-gara pulang kerja kemalaman. Semalaman Tiffara capek mengawasi kedekatan Ahem dengan Diva. Kedekatan mereka membuat Tiffara cemburu berat. Apalagi Diva memutuskan bermalam di sana, semakin membuat Tiffara tercekam cemburu.Tiffara berdandan asal karena dia sudah kehabisan waktu harus segera pergi kuliah. Dosen yang terkenal killer itu selalu angker dan tidak punya ampun bila terlambat.Tiffara berlari melewati hold, ada sebuah motor Scoopy baru terparkir di tengah-tengah hold. Tapi dia terus berlari dengan tas punggung yang lumayan berat karena ada laptop dan tugas-tugas di dalamnya."Melody, itu motor baru kamu!" teriak salah seorang mahasiswa saat melihat Tiffara."Apa? Aku masih ada jam kuliah, nanti saja ya? Masalahnya dosen killer nih bisa mampus aku nanti," teriak Melody masih terus berlari seperti mengejar pencopet.Ahem mendengar dan melihat apa yang sedang dilakukan Melody. Dia hanya tersenyum sinis. Apalagi d
Baca selengkapnya
38. Ahem Berbohong Kepada Diva
Tiffara keluar dari ruangan Ahem menuju hold. Dia menghampiri motor baru dari Bagus. "Melody, apa kamu nggak perlu minta ijin dulu kepada Bagus?" tanya salah seorang temannya. "Nggak perlu, dia kan sudah memberi catatan ini," jawab Tiffara sambil melipat kertas yang tergantung di motor dan memasukannya di tas. "Iya juga sih, dia menghancurkan motormu juga tidak minta ijin," sahutnya kemudian. Tiffara mengambil motor itu, dia segera mengendarainya tanpa ragu. Ahem hanya menatapnya dari jauh. Dia sempat berpikir bahwa gadis culun itu adalah Melo sang bodyguardnya.  "Penampilannya sih boleh culun, tapi kelihaiannya yang berduel itu Melo banget gitu," batin Ahem. "Lihat saja kukerjai kamu, biar kapok," lanjut Ahem mengancam. Ahem sambil mengamati dari jauh dia mencoba menelepon Bodyguard Melo. Dia berpikir kalau Melody si culun itu benar bodyguard nya pasti dia akan mengangkat teleponnya. Melody menghentikan motornya, dan meng
Baca selengkapnya
39. Memori Yang Kembali
Kini Melo terjatuh duduk di pangkuan Ahem. Handuk kimono sekedar menumpang di pangkuan Ahem. Tatapan mereka beradu, ada debaran jantung yang terdengar kuat diantara mereka. "Kamu mantan suamiku, dulu aku pasti juga merasakan masa-masa indah bersamamu. Kenapa aku belum bisa mengingatnya," batin Melo. "Ternyata gadis culun di kampus itu kamu, bodyguardku. Kenapa kamu harus menyamar? Tapi matamu, bibirmu, aku mengenal sekali kenapa seperti bibirnya Tiffara?" batin Ahem. Mereka asik dengan lamunan masing-masing sehingga lupa kalau tubuh mereka saling menempel bahkan Ahem sedang memangku tubuh mungil itu. "Wangi parfum ini adalah parfum kesukaan Tiffara," kembali Ahem membatin. "Apakah kamu Tiffara? Kalau kamu bisa menyamar sebagai lelaki ada kemungkinan juga kamu adalah Tiffara yang menyamar sebagai Melody," batin Ahem lagi. Melo tersadar dari lamunannya, dia menarik tubuhnya hendak berdiri. Tapi Ahem justru dengan kuat menariknya kembali. Sehingg
Baca selengkapnya
40. Arjun dan Ruhi Berjuang Hidup
"Jangan halangi semua rencana paman, Virgo! Dalam bersaing jangan gunakan perasaanmu bila kamu ingin menang. Hidup ini kejam, Virgo, siapa yang lemah dialah yang tertindas!" ujar Armand dengan tatapan dingin. "Tapi jangan sakit anak-anak tidak bersalah, Paman!" sahut Virgo memohon. "Justru mereka yang berbahaya untuk generasimu kelak, Virgo," kata Armand menjelaskan. "Mereka calon-calon pemimpin perusahaan neneknya. Selama mereka ada, kamu dan anak-anakmu tidak punya kesempatan sedikitpun," lanjutnya. "Apa yang akan paman lakukan?" tanya Virgo. "Kamu tidak perlu tahu, Armand, karena kamu pasti akan menghalang-halangi!" bantah Arman. "Tapi saya sudah menyayangi mereka seperti anakku sendiri , Paman," jawab Virgo. "Tapi sadarlah, dia bukan apa-apa kamu. Menikahlah dan punya anak sendiri, itu jalan keluatnya. Menikahlah dengan Diva atau Dania, mereka dari keluarga kaya raya," saran Arman. "Menikah dengan mereka? Bahkan aku kenal s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status