Semua Bab Pendekar Pedang Naga: Bab 251 - Bab 260
310 Bab
Masa Lalu Pelik
Rara menyuruh Asoka mendekat. Dia tahu kalau Asoka adalah sosok yang kelak akan meneruskan titah Bhagawad Gita. Itu terlihat dari tanda tiga api yang ada di leher kiri Asoka, namun tertutup lambang seperti iblis Yasa.“Ahh, siapa nama tadi, Gita atau apa?” Asoka pura-pura tidak paham. Padahal, dia sebenarnya tahu tentang Bhagawad Gita. Idola sekaligus dambaannya ketika masih menjadi murid di Perguruan Kabut Butana.“Bhagawad Gita,” lirih Rara. Dia tersenyum kepada Asoka karena dia tahu, Asoka cuma pura-pura.“Cukup! Jangan senyum lagi! Bisa-bisa aku jadi patung kalau terus melihat senyummu.” Asoka salah tingkah. Dibalik Gatra yang sangat sensitif dengan cewek cantik, Asoka pun juga sama.Memang tuan dan roh yang cocok! Sama-sama mesum, tapi sama-sama tidak kuat melihat kecantikan seorang perempuan!?“Baik, Kakang.” Rara kembali tersenyum.Seketika Asoka nggelundung dari tempat duduknya, hatinya
Baca selengkapnya
Rencana Penyergapan
“Tanah itu dulunya hampir menjadi saksi bisu dari era kehancuran bumi. Tapi Bhagawad Gita tidak ingin pertumpahan darah terjadi di depan mataku. Dia melesat jauh sehingga aku aman tanpa diketahui serikat pendekar.”Asoka mengangguk. Pantas saja dia merasakan aura aneh ketika berada di tanah luas antara dua tebing tadi. Mungkin energi bekas pertarungan dulu masih tersisa walau sedikit.Singkat cerita, Bhagawad Gita tak kunjung kembali hingga ratusan tahun lamanya. Rara menyesal terlanjur menitipkan selendang itu pada sang pendekar legendaris.“Mungkin cekungan yang dibilang Raden Kusuma itu yang jadi tempat penyimpanan selendang Rara,” bisik Barok sangat pelan.Mereka berdua langsung teringat ucapan Raden Kusuma dulu. Cekungan gaib yang ada di dekat padepokan diceritakan pernah disinggahi bidadari. Walaupun hanya selendang, mungkin saja barang berharga Rara itu ada di sana.Sepakat untuk tidak memberitahu Rara terlebih dahulu
Baca selengkapnya
Pedang Warisan Bhagawad Gita
“Tiga puluh menit lagi dan aku akan memberi perintah.”Salah satu pemimpin pasukan gerilya Perguruan Elang Hitam, membawa seberkas pasukan menyusup ke sela-sela semak belukar tinggi, pepohonan rindang, dan sela pelepah pohon pisang.Malam ini purnama, hari paling cocok untuk memulai penyerangan.Artinya orang-orang dari aliran hitam akan mendapat asupan kekuatan lebih. Oleh sebab itulah, para pendekar perguruan Elang Hitam memilih hari ini sebagai hari penyerangan padepokan Ajisaka.Mereka mengincar Asoka yang telah mengalahkan Sudra dan mempermalukan nama Wusasena di hadapan seluruh perguruan di tanah Jawa.Joko memimpin pasukan sayap kiri yang menyerang dari Timur, sementara di Barat ada Rekso dengan gerombolan pemanah Elang Hitam.“Tetua Joko, Tuan Wusasena meminta kita agar menahan serangan sampai Asoka menampakkan diri.” Seorang lelaki dengan dua pedang kecil mendekati Joko.“Aku tidak peduli. Menung
Baca selengkapnya
Serangan Fajar
Barok mengangguk paham. Di padepokan Ajisaka, mereka diajarkan jurus bola api. Siapapun yang berhasil mengembangkan jurusnya hingga menjadi api merah, maka mereka lah yang berhak diangkat menjadi tetua perguruan.Hal itu berhasil dilakukan Suryo dan Barok seorang. Sedangkan dua tetua lain adalah mantan murid Raden Kusuma saat masih menjadi Pertapa.Rara menyerahkan pedang itu pada Asoka. Asoka masih tidak percaya ada pedang sebagus ini di tanah Jawa. Keindahan yang dimunculkan Pedang Segoro Geni benar-benar membuat siapapun tertarik untuk memilikinya.Sayang, Asoka tidak begitu tertarik karena dia sudah memiliki Pedang Kalacakra pemberian Kong, teman akrabnya saat berada dalam jurang tanpa dasar dulu.Mata Barok berbinar. Dia tidak hanya kagum, melainkan ingin memiliki pedang berpendar biru dengan ukiran ombak di gagangnya. Warnanya sangat memukau.Rara menyadari ketertarikan mereka berdua. Tapi dia menangkap keraguan dalam benak Asoka. Di pinggang
Baca selengkapnya
Rogo Sukmo
Rekso menerima laporan bahwa serangan diundur sampai tengah malam. Artinya, empat jam dari sekarang mereka harus bersiap.Para pasukan pemanah menurunkan panah mereka. Busur beracun dikembalikan kembali ke tempatnya. Sementara panah yang sudah terlanjur dibakar api, dipadamkan, lalu dibuang agak jauh untuk menyamarkan bau.Ratusan pendekar aliran hitam yang mengelilingi padepokan Ajisaka tidur satu per satu. Joko berjalan ke arah Barat untuk menemui Rekso dan berdiskusi singkat.“Bagimana ini? Mereka tidak boleh tahu keberadaan kita di sini.” Joko seperti ketakutan. Wajahnya pucat mengingat adanya Langkir Pamanang di padepokan.Rekso menepuk pundak rekannya. Dia meyakinkan kalau misi ini akan berjalan lancar. “Kita sudah dilatih tuan Wusasena untuk menekan energi. Mereka pasti tidak tahu. Tenang saja, kita akan menyerbu kalau mereka lemah.”“Tapi, yang kita hadapi orang-orang terkemuka Ikatan Pendekar Nusantara. Apalag
Baca selengkapnya
Goa Kalong Runtuh
Rara membuka peti dan menyingkirkan pakaian biru di dalamnya. Setelah berucap dengan bahasa yang tidak dipahami Asoka dan Barok, peti itu memancarkan cahaya kebiruan dan bergetar. Sedetik kemudian, peti itu kembali normal. Rara tersenyum. Dia meraih sesuatu di dasar peti. Ada sebuah kitab yang memang disembunyikan sebelumnya oleh Bhagawad Gita. Itu adalah kitab tentang dasar latihan untuk menjadi seorang pendekar pedang hebat. “Di dalamnya juga terdapat beberapa jurus Pedang Segoro Geni yang mungkin akan berguna di lain hari.” Rara berucap sambil tersenyum dan menyipitkan mata. Asoka menerima kitab itu. Sampulnya hampir sama dengan kitab kuno yang ia temukan di goa, namun warna kitab ini agak kebiruan. “Baiklah, aku akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.” “Mmm, sepertinya agak sulit untuk pemula. Tapi jika kalian bekerja keras, pasti pedang itu bisa dikuasai.” Rara menatap Barok tajam. Dia tahu kalau Barok belum pernah belajar tentang ilmu pedang
Baca selengkapnya
Demi Pedang Segoro Geni
“Awas depanmu, Soka!” teriak Barok yang ternyata masih belum meninggalkan Goa Kalong.Asoka menoleh ke belakang dengan wajah merah. Dia sangat murka kepada Barok. “Kau pergilah lebih dulu! Biarkan aku yang menyelamatkan Pedang Segoro Geni.”“Tapi nyawamu lebih penting, Soka,” lirih Barok dengan wajah nanar.“Pergi atau kau kuhempaskan dengan kekuatan anginku!?” Asoka serius dalam hal ini. Matanya makin merah menyala, hingga membuat Barok gemetar ketakutan.Barok memutar badan. Dia berlari meninggalkan Asoka sendirian dalam goa. Yang ada di benaknya hanyalah, sebuah harapan agar Asoka bisa keluar dengan selamat, tak kisar apa dia berhasil menyelamatkan Pedang Segoro Geni ataukah tidak.Sambil menyingkirkan rumput tinggi di mulut luar goa, Barok menitikkan air mata. Dia sangat kesal terhadap sahabat barunya. Bagaimanapun juga, Asoka sangat egois.“Andai saja aku memiliki ilmu meringankan tu
Baca selengkapnya
Melesat Cepat
Asoka masih tidak percaya. Dia sudah berada di luar goa.Namun, di sana, api merah sudah membakar rerumputan tinggi. Tidak ada waktu lagi untuk bertanya ataupun khawatir. Asoka harus menggunakan ilmu meringankan tubuh dan Ajian Sepuh Angin.Dalam sekejap, dia melayang melewati api merah milik Barok. Dia juga berhasil melewati jembatan gantung yang rapuh. Namun, tenaganya terkuras hebat karena terlalu banyak digunakan untuk Ajian Sepuh Angin.“Di mana Barok?” tanya Asoka kembali. Dia sepertinya lupa kalau menyuruh Barok untuk terus berlari. Yang ada di pikiran Asoka, Barok lari menjauhi Goa Kalong, lantas menunggunya di seberang jembatan.Tapi, yang dipikirkan Barok, bertolak belakang dengan pikiran Asoka.Barok beranggapan, Asoka tidak mungkin selamat dari reruntuhan goa. Belum lagi, api membara yang membakar semak belukar tinggi. Mustahil ada pendekar dengan kondisi energi terkuras, bisa selamat dari dua marabahaya itu, walau sekelas p
Baca selengkapnya
Rencana Dilaksanakan
Joko bergerak memimpin hampir dua ratus anggota aliran hitam menuju padepokan Ajisaka. Suasana yang gelap gulita tidak membuat mereka kesulitan. Terlihat Joko mengambil lini paling belakang. “Bunuh semua orang yang kalian temui... jangan pernah sisakan satu kepala pun dalam pembantaian!” Mereka semua mengangguk. Sambil berjalan mengendap=endap, mereka sudah berada di dekat padepokan dan merapatkan tubuh ke dinding gubuk agar tidak diketahui keberadaannya. Sementara di dalam aula padepokan, Raden Kusuma akan memberi peringatan kepada seluruh muridnya agar bersiap dan pura-pura tidur. “Apa semua muridku sudah kau beritahu?” Tanya Raden Kusuma. “Semua sudah bersiap. Mereka membawa pedang masing-masing. Untuk pedang kawah putih, aku suruh mereka menyembunyikannya di dalam tanah.” “Kau memang bisa diandalkan, Langkir.” Di luar padepokan, Joko menyuruh anak buahnya berhenti belasan meter dari gerbang. Dia memusatkan tenaga di tanga k
Baca selengkapnya
Akulah Lawanmu!
Sesampainya di padepokan, Rekso dibuat terkejut karena separuh dari pasukan Joko sudah tumbang oleh seorang laki-laki. Auranya sangat kuat dan tekanannya terasa sekali. “Akulah lawan kalian sekarang,” ucap laki-laki tersebut. Dia tiba-tiba berdiri di belakang Rekso dan Joko di baris belakang pasukan Elang Hitam. Joko dan Rekso menoleh ke arah sumber suara. “Akhirnya kau keluar juga, Langkir bodoh! Ini adalah pembalasanku pada muridmu yang kurang ajar terhadap perguruan Elang Hitam!” Teriak Joko keras sekali. “Ahh, ternyata kau ditunggangi oleh tikus tengik bernama Wusasena itu ya... tidak buruk. Tapi ingatkah dulu kalian berdua pernah bersujud memohon ampun seperti pecundang?” “Jangan remehkan kami berdua, Langkir! Lima tahun berlalu dan kami sudah lebih kuat dari yang kau pikirkan. Ingatlah, ini adalah hari kematianmu!” Ki Langkir Pamanang sudah tahu kalau dirinya sedang dibidik oleh para pemanah di bagian Timur padepokan. Dia mengalihkan per
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2425262728
...
31
DMCA.com Protection Status