Keesokan paginya, suasana rumah masih dipenuhi keheningan. Delina menyiapkan sarapan seadanya, sementara Vano duduk di meja makan dengan wajah pucat, matanya kosong. Surat Maya yang mereka baca semalam tergeletak di sampingnya, seakan menjadi tamu tak diundang yang membelah hati mereka.“Van,” Delina membuka suara hati-hati, “aku tahu surat itu berat buat kamu. Tapi kita nggak bisa berpura-pura lagi.”Vano menatap surat itu, lalu mengalihkan pandangannya pada Delina. “Aku bahkan nggak tahu harus marah atau lega. Maya tahu… dan tetap mencintaiku. Itu membuat aku merasa lebih kecil dari apa pun. Seharusnya aku yang melindunginya, bukan dia yang menutup mata.”Delina menghela napas. “Maya memilih mencintaimu dengan caranya. Itu bukan salahmu, Van. Tapi sekarang, kamu harus tentukan: mau terus hidup dalam rasa bersalah, atau belajar lepas.”Vano menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, suaranya parau. “Aku takut, Din. Kalau aku lepas, berarti aku benar-benar kehilangan dia. Aku takut ak
Last Updated : 2025-09-28 Read more