Pagi itu, rumah mereka terasa seperti rumah sungguhan. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, diselingi suara tertawa kecil Alea yang duduk di kursi bayinya. Delina mengenakan daster panjang dengan apron penuh motif bunga, sementara Vano berdiri di sebelahnya, mencuri roti hangat langsung dari loyang.“Mas Vano, itu belum dingin,” tegur Delina, separuh tertawa.“Justru itu yang enak,” jawab Vano, menggigit pinggiran roti dan mengerling nakal. Ia menyeka remah di bibirnya lalu dengan spontan mencium pipi Delina. Wanita itu kaget, pipinya memerah, tapi tak menjauh. Sudah dua hari berturut-turut mereka saling berbagi pelukan, ciuman, bahkan malam-malam mesra. Namun, pagi-pagi seperti ini justru terasa lebih intim.Setelah sarapan, Vano mengantar Alea ke taman kecil di blok belakang. Ia membiarkan putri kecil itu duduk di pangkuannya sambil menunjukkan burung dan kupu-kupu di antara semak. Delina melihat mereka dari jendela dapur, hatinya penuh rasa syukur.Namun, kedamaian itu mula
Last Updated : 2025-07-13 Read more