Semua Bab Tafsir Waktu: Bab 11 - Bab 20
102 Bab
Chapter 11
Aku menggumpalkan tangan kanan lalu menempelkan dibibirku beberapa kali. Seolah mentransfer energi ketegaran menghirup atmosfer kota. Langkah kaki yang gugup perlahan mulai santai. Kedua bola mataku perlahan berani menantang kilau mentari senja.  Sorotan sang senja, menyinari Kota Tua, tanah harapan banyak orang. Terlihat gedung-gedung menjulang tinggi, kontras dengan perumahan kumuh yang landai, menggoreskan garis imajiner tegak lurus. Entah dalam arti sosial atau finansial. Pandanganku beralih pada pengemis yang berkeliaran dipinggir kota. Langkah kakiku terhenti, aku mengamati anak-anak manusia yang terabaikan. Wajah belia mereka tertutup bayangan kemiskinan.  Mereka bergelut dengan nasib, menertawakan nestapa dengan luka dan air mata: ketidakberdayaan. Melihat napas mereka yang naik turun, aku berpikir bahwa mereka juga merasa lelah. Lelah karena ketidakberdayaan atau bahagia karena lelah? Lelah dalam kebahagiaan atau bahagia dalam kelelahan? Entahlah.
Baca selengkapnya
Chapter 12
Di bawah lampu jalan yang menyala redup.Jantungku terkadang berdegup kencang ketika berjalan sendirian menuju rumahku. Semacam perasaan aneh yang tiba-tiba datang. Aku mempercepat langkahku. Aku ingin agar segera sampai dirumah. Untuk segera beristirahat karena sudah terlalu lelah. Aku memalingkan mataku ke arah lain di sekitar trotoar. Tidak ada siapa-siapa. Sunyi, sementara malam semakin larut. Jam di lenganku menunjuk pukul 23.00. Aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Suara sepatuku menggema memecah kesunyian. Angin bertiup semakin dingin. Mendung menghalangi bintang-bintang. Di langit, bulan separuh berwarna pucat. Cahayanya dihalau awan yang didera angin.  Angin malam memainkan rambutku. Beberapa langkah kemudian dalam sekejap mataku tertuju kepada banyak orang yang berkumpul diujung jalan. Terdengar suara wanita berteriak melewati telingaku saat itu "Aaaaahhhh... Siapa saja tolong aku!!!" Aku menghentikan langkahku lalu terdiam
Baca selengkapnya
Chapter 13
Aku sudah pasrah saat itu, dalam pikiranku pasti malam ini aku akan mati ditangan mereka dengan peluru menembus dikepalaku. Mungkin ini akhir hidupku sesaat aku mengingat segala sesuatu dari masa lalu, "Ini adalah akhir hidupku, penderitaanku akan selesai disini.""Aku tidak takut padamu!!" lirih suaraku menahan semua rasa sakit yang ada.Terlihat dengan mataku pria tersebut seperti akan menarik pelatuk pistolnya, dan pria lain yang berada disekelilingku tertawa jahat ketika melihat penderitaanku. "Hahaha!!!"Aku memejamkan mataku untuk siap mati, namun tiba-tiba saja terdengar suara sesuatu dari atas. Aku pun membuka mata seketika cahaya yang begitu terang menyilaukan mataku dan berandalan yang sedang didekatku. Tidak tahu itu apa, tapi cahayanya hampir membuat mata ini tak sanggup melihatnya, aku pikir apakah itu bintang jatuh dari atas langit. Kalau benar pasti aku akan mati mengenaskan sektika.Semakin dekat, cahanya semakin memudar mataku terbelalak
Baca selengkapnya
Chapter 14
Aku gundah dan gelisah. Aku menggigil ketakutan, seluruh tubuhku gemetaran. Terduduk lemah dikursi dalam kamarku, aku berusaha menenagkan diri setelah apa yang terjadi. Namun, kenyataan memburuku dengan ketakutan tak terperikan. Seperti benang kusut yang seolah mustahil bisa diurai. Aku lemas dan merunduk. Dadaku terasa sangat sesak dan sakit. Keringat membasahi keningku, mengalir dari pelipis hingga leher. Tengkukku basah, mataku basah.Angin berembus kencang. Pohon-pohon diluar condong searah angin. aku menutupi wajah sebelah kanan dengan telapak tanganku. Sesaat tiba-tiba saja aku mengingat suara desing peluru dan pria tua yang tadi. Saat itu aku baru saja melarikan diri dengan segenap kekuatan kakiku yang mulai lemas ini. Sebagian besar manusia memang tak bisa melawan rasa takutnya, dan kadang-kadang itu bukan sesuatu yang buruk. Kesadaran menyelamatkan diri merupakan hal yang begitu alami.Jalan hidupku masihlah sangat panjang, panda
Baca selengkapnya
Chapter 15
Aku tercengang, bukan hanya karena dia seperti bisa membaca pikiranku. Semua yang dikatakan olehnya baru saja membuatku terheran-heran. "Apa maksudmu ilmuwan yang lain? apa ada seseorang yang menjelajah waktu selain dirimu?""Apa kau sudah percaya sekarang Akira!? kalau aku adalah seorang penjelajah waktu." katanya, secara tidak sadar aku seperti terbawa atas apa yang dia bicarakan."Ma..m.. maksudku, bukan seperti itu!" gagap aku sampai tidak bisa berkata-kata."Sudah aku sudah tau itu!""Apa maksudmu sudah tau? apa kau bisa membaca pikiranku?" cetus aku."Tidak! itu bisa kulihat semuanya diwajahmu." katanya dengan senyuman yang aneh itu.Aku tidak percaya dengannya, aku rasa dia benar bisa membaca pikiranku. Karena beberapa kali dia melakukan hal itu. Kalau dia bilang hanya bisa melihatnya dari mimik wajahku, sekarang aku pun merasa bisa membaca mimik wajahnya kalau dia sedang berbohong saat ini. "Aku yakin dia bisa membaca pikiranku." ber
Baca selengkapnya
Chapter 16
Melihat kesekitar, aku pun tercengang karena kembali kemasa lalu. Tanpa perlu bukti seketika aku melirik jam yang aku kenakan ditanganku, benar itu pun berbeda waktu itu masih pukul 19.30. Aku sampai tidak percaya jika aku berada ditahun 1960 beberapa tahun yang lalu aku tinggal dikota ini. Aku berhasil mental kebelakang menuju tahun ini, aku masih tidak percaya, Hingga aku mulai berdiri diatas dua kakiku. Kupandadangi dengan mata telanjang apa yang ada disekelilingku, sungguh menentramkan jiwaku. Mataku terpejam sejenak sembari merasakan udara yang merambat pelan melewati aliran darah dalam tubuh ini. Tak akan bosan kelima indera ini menikmati indahnya udara disekeliling yang menebarkan aroma kelembutan disekitar. Mataku akan tetap bisa merasakan indahnya dunia walau terpejam sekalipun.Masih terlihat mobil keluaran lama yang ada ditahun ini dan kereta kuda yang berlalu lalang, mereka yang sudah lama menjadi saksi hidupku dijalan masih ada dan aku kemb
Baca selengkapnya
Chapter 17
Pria tersebut melepaskan tembakan. suara tembakan mengoyak malam yang remang, dua peluru meluncur berlawanan arah umpama garis nasib yang tak bisa dibendung, menembus tubuh ayahku. Beberapa detik setelahnya, tubuh ayahku tergeletak diatas bangku taman didekat satu pucuk revolver juga selongsong peluru yang kosong. Setelah melepaskan tembakan pria itu melarikan diri begitu saja.Mataku terbelalak melihatnya, tak sanggup berkata-kata lagi. Taman yang tadinya tidak banyak orang, tiba-tiba saja orang-orang berdatangan satu persatu berkerumul disekitar tubuh ayahku. Seperti tanpa kesadaran aku melangkahkan kakiku, melewati keruman itu, disana aku bisa melihat ayahku yang sudah tidak bernyawa.Aku tidak ingat kalau malam itu adalah malam dimana ayahku terbunuh oleh seseorang dan tenyata yang membunuhnya adalah berandalan yang pernah aku temui dan yang aku tahu sekarang ia pun telah tewas juga.Ayahku tergeletak tanpa nyawa dengan wajah tersenyum. Aku menyadari sesuatu
Baca selengkapnya
Chapter 18
Waktu menunjukkan pukul tiga. Aku tidak perlu bingung sekarang siang atau malam. Suara jam yang berdetak terdengar begitu jelas pastilah malam hari. Tak lama sesudah itu, aku masih berdiam diri. Memikirkan beberapa hal dan merenung. Aku masih belum bisa tertidur.Bagai pertapa ulung, hampir tiap detak waktu dalam sisa waktu malam kini aku habiskan untuk merenung. Mengulang kembali kisah-kisah dimasa silam. Berkuyup keringat dalam perang meredamkan bara dendam dalam dada. Bahkan, menimang-nimang semua harapan adalah aktifitas rutin yang setia menemani kesendirianku kini. Aku merenung, dan terus merenung.Pada suatu sisi, aku memang selalu meyakini bahwa kepasrahan adalah satu-satunya cara untuk menghadapi pahit getirnya takdir, sambil melakukan hal-hal yang baik. Sehingga dengan itu, menurutku seburuk apapun takdir itu, aku akan menjadi baik dalam keburukanku sendiri."Ah persetan dengan semua ini, mungkin ini sudah jalan hidupku. Aku akan melakukan apa yang aku
Baca selengkapnya
Chapter 19
Suasana berubah canggung. Otak seketika berhenti memerintah mulut dan kerongkongan untuk bersuara. Senyum yang indah bak peragawati. Matanya lentik seperti permata biru. Alisnya serasi. Bibirnya merah dan terlihat lebih gres. Pipinya ranum. Hidungnya mancung. Kulitnya putih seperti polesan pualam. Senyum kami berduel mesra dalam indahnya pandangan pertama. Sungguh, semua yang terlihat adalah bukan imajinasi. Bukan juga sebuah delusi, atau ilusi. Ini adalah kenyataan. Kenyataan yang sempurna. Aku seraya berangan tanpa harapan pasti, ruang mulai terasa pengap, suara mulai gaduh beriring seirama dengan berputarnya waktu. Aku sekarang sedang menatap takjub. Mataku kini berbinar-binar, aku baru saja menemukan sesuatu yang selama ini ada dalam benak ini. "Hey! kau tidak apa?" terdengar suara itu membangunkan aku dari lamunan. "Oh! iya kenapa?" gagap aku menjawab. "Hem.. mantelku basah, apa kau bisa meyimpannya untukku?" katanya sambil melepaskan mantel
Baca selengkapnya
Chapter 20
Tanpa peduli dengan namanya perasaan cinta, karena perasaan menurutku hal tercengeng yang pernah kumiliki sebagai manusia umumnya, dan sosok wanita yang begitu membelalakkan mataku ini, telah membuat perasaanku tumbuh menjadi sebuah pohon misteri yang terkadang terasa menakutkan untuk aku ungkapkan, bagaimana tidak! Akar-akar pohon itu telah beberapa kali merobek kisi demi kisi hatiku yang kubangun secara sempurna sejak aku dikenalkan dengan apa namanya kehidupan secara logika dan fakta-fakta nyata, namun sekarang hancur sekejap tak tersisa tertindih batang pohon raksasa yang berlabel cinta. Apa aku telah munafik atau kah ini sebuah kebetulan yang patut aku abadikan untuk dapat membentuk sejarah dunia. Aku tetap bingung dan bimbang, kenapa diri ini begitu lemah dan tak berdaya, lalu dengan apa aku bangkit dari papan putih tertata rapi yang menopang hidupku, ketika benar-benar bisa mendengar suara merdu dan wajah cantik yang begitu sempurna sekarang ini, “aku sungguh merasa t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status