All Chapters of Bukan Simpanan CEO: Chapter 61 - Chapter 70
99 Chapters
#60 Tersadar
Tiga hari yang lalu.Hal yang pertama dirasakan saat kesadarannya mulai pulih adalah rasa sakit di belakang kepalanya, pergelangan tangan, dan kakinya. Dengan susah payah kelopak matanya bergerak membuka.‘Di mana ini?’Tempat usang yang sama sekali tidak dikenalinya menjadi pemandangan pertama saat membuka mata.“Wah, wah... putri tidur udah bangun rupanya,”Ia berkedip sejenak, berusaha menjernihkan penglihatannya. Dengan gerakan lemah menoleh ke sumber suara.“Vanka...” ucapnya lirih, masih terganggu rasa nyeri di kepala.“Gimana tidurnya? Nyenyak? Yah beberapa hari ini lo harus banyak-banyak istirahat sebelum mulai berpesta.”“Lo... ergh...” Aneth mengerang karena kepalanya terasa semakin nyeri saat ia mencoba berpikir. “Kenapa?” Akhirnya hanya satu kata itu yang dapat keluar dari mulutnya.“Kenapa apa sayang?” Gadis mungil y
Read more
#61 Obsesi
Lapar. Ia belum makan sama sekali. Tubuhnya lemas dan terasa lengket karena keringat. Tapi juga tidak bisa protes. Dalam situasi seperti ini tidak tahu harus berbuat apa. Aneth betul-betul bingung sejak pertama membuka mata dan terbangun di tempat ini. Dengan pengkhianatan terbesar dua orang koleganya.Pintu kemudian terbuka, menampilkan sosok Ivanka yang berjalan masuk diiringi seseorang di belakangnya. Wanita tinggi semampai, berparas cantik nan angkuh dengan tahi lalat tipis di sudut atas bibirnya. Rambut panjang balayage bergelombang membingkai wajah tirusnya.Aneth kontan terbelalak melihat siapa yang datang bersama Ivanka. Musuh sesungguhnya mungkin bukanlah Ivanka. Melainkan wanita ini. Adeline Foresta.‘Mereka saling kenal?’Wanita itu lalu menoleh ke arah Aneth. “Gimana rasanya diikat? Sakit? Tapi belum sesakit hati gue waktu di-blacklist dari semua perusahaan Leovin, kan?”“Tenang a
Read more
#62 Run, Aneth!
Tubuhnya bergidik ngeri. Tidak ingin kejadian kelam dan pahit yang pernah menimpanya terulang kembali. Apa nasibnya benar-benar akan berakhir seperti ini? Sebenarnya kesalahan apa yang telah diperbuatnya selama hidup? Jika dosanya memang sebesar itu hingga harus menanggung hal yang berada di luar kendalinya, dia hanya bisa memohon ampun pada Sang Pencipta. Aneth memejamkan mata, meresapi napas kehidupan yang masih mengalir di tubuhnya. “Kamu berharga.” Ucapan terakhir Yuka terngiang begitu saja di kepalanya. Air mata mulai luruh seiring teringat kalimat sederhana yang begitu menyentuh nuraninya. Kali pertama seseorang mengatakan kalau dia berharga. Bahkan selama ini, ia tidak benar-benar menyayangi dirinya sendiri. Aneth mulai menyesali setiap kata menusuk yang diucapkannya pada Yuka. Kata ‘terakhir kali’ yang sempat diucapkannya dalam pikiran seolah menjadi kenyataan. Bukan. Bukan seperti ini ‘terakhir kali’ yang diharapkanny
Read more
#63 Found You
Sempat merasa lega ketika berpikir Elden kembali datang mengunjunginya. Tapi sesaat kemudian napasnya tercekat di kerongkongan melihat siapa yang datang. Potongan melon yang akan ditusuk menggunakan garpu dengan tangan kirinya yang tidak dibebat meleset dan jatuh ke ranjang. Perasaan ini bukan hanya sekadar perasaan senang. Ada seberkas rindu. Sedikit tanda tanya, rasa takut, juga beragam perasaan lainnya yang membuat matanya menatap kaku bergeming. “Aneth,” panggil suara itu, seolah berjuta kembang api sedang meledak-ledak di dadanya. Aneth tertegun saat laki-laki itu melangkah masuk dan menghampirinya. Tatapan mata mereka saling mengunci, menatap satu sama lain. Rupanya tidak hanya Aneth saja yang merasakan warna-warni perasaan ini. Laki-laki itu mendekat, mengambil potongan melon yang terjatuh di ranjang. Membungkusnya dengan tisu dan membuangnya ke tempat sampah. Mulut Aneth terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi suaranya tidak keluar. Seluruh fo
Read more
#64 Infinity War
“Saya aja sus,”“Biar gue aja, kok lo nggak pulang-pulang?” Elden jelas menyatakan perang sejak tadi. Yuka dapat menangkap sinyalnya.“Lo ngusir?”Aneth hanya bisa menghela napas sepanjang mendengarkan perdebatan kedua lelaki di depannya, saling berebut mengambil alih mangkuk bubur untuk makan sorenya. Sebenarnya mereka lelaki usia berapa sih?Sejak terbangun dari tidurnya, atmosfir di antara dua orang itu sudah memanas. Kamar Aneth yang sejak kemarin seperti suasana mengheningkan cipta mendadak bagai pasar kaget.Perawat yang bertugas membawakan makanan Aneth pun hanya tersenyum sambil memandangi dua makhluk tampan yang  beradu mulut. Kapan lagi ia disuguhkan lukisan empat dimensi seindah ini.Yang satu berwajah kebarat-baratan dengan rambut coklat gelap, selaras matanya yang keemasan saat tersorot cahaya lampu. Tinggi, kekar, seksi, bergaya santai dengan kaus hitam polos lengan pendek dan jins robek
Read more
#65 Penjelasan
Keheningan menyapu ruangan setelah Elden meninggalkan mereka berdua. Ingin bicara, tapi tidak tahu mulai dari mana. Yuka sempat membuka ponselnya sebentar, meminta tolong pada Becca untuk mengirim ponsel baru beserta kartu perdana ke rumah sakit.“Pak,”“Neth,”Keduanya tiba-tiba memanggil berbarengan.Yuka agak tersentak saat Aneth kembali memanggilnya dengan jabatan. Merasa dianggap asing oleh wanita itu.“Kenapa panggilnya begitu lagi?” Akhirnya ia protes. “Dan lagi, kenapa Elden tau ukuran...” Kejengkelannya kembali naik ke permukaan mendapati fakta bahwa Elden lebih tahu tentang Aneth dibanding dirinya. Apa lagi tahu hingga dalam-dalamnya Aneth.Sialan!Dia bahkan hanya pernah berciuman dengan Aneth.“Jangan mikir aneh-aneh!” keluh Aneth jutek. “Itu... karena cuma dia kemarin yang bisa dimintain tolong. Saya mana bisa keluar sendiri?” Wajahnya
Read more
#66 Kebodohan yang Hakiki
Aneth terdiam kaku tidak mampu menjawab. Tubuhnya mulai meremang mendengar pertanyaan yang paling sensitif untuknya. Dicengkramnya erat selimut yang menutupi separuh badannya dengan tangan kiri yang bergetar. Sekali lagi ia melupakan hal itu. Hal yang membuatnya berusaha mati-matian menjaga jarak dari Yuka. Masa lalu kelamnya yang ia takut sewaktu-waktu akan terungkap dan membuat laki-laki itu berbalik menjauhinya. “Neth.” Suara merdu laki-laki itu membuatnya terlonjak. Dengan bibir yang bergetar, Aneth berusaha menjawab. “Aku tau kamu udah banyak membantuku. Tapi... tolong....” Ia menjeda kalimatnya. “Jangan bertanya lebih dari ini. Please... jangan cari tau tentangku.” Jawaban itu lagi. Permintaan yang membuatnya seperti dihempas menjauh. Yuka berada dekat dengan Aneth, tapi di saat yang bersamaan juga terasa sangat jauh dari gadis itu. Benteng tinggi yang dibuatnya seolah membatasi mereka. Tidak sampai hati melihat raut waj
Read more
#67 Pengganti
“Bego! Dasar tolol! Kenapa bisa-bisanya dia kabur, hah?! Padahal tangan, kaki dia aja diikat. Lo kenapa nggak becus amat sih?!” Amukan seseorang terdengar dari ujung telepon. “So-sorry, Dele,” Gadis mungil itu meringkuk sambil berjongkok gemetaran di kamar, bersandar pada bingkai ranjangnya. Selimut melilit seluruh tubuhnya yang menggigil meski ruangan itu tidak terlalu dingin. “Bodo amat! Kerjaan lo nggak ada yang beres satu pun tau, nggak?! Gue nggak perlu kata sorry lo, sialan! Jangan temuin gue lagi! Gue bakal stop kirimin upah lo!” “Tapi Dele—“ “APA?! Udah gobl*k nggak tau diri! Jangan libatin gue, awas aja lo bawa-bawa nama gue. Abis lo! Sana biar kalian berdua aja yang dicari polisi! Semuanya kan gara-gara kalian. Lagian paling lama juga hukumannya cuma setahun.” “Dele, bantuin gue, please... Gue butuh...” Klik. Sambungan telepon telah terputus. Ivanka menatap layar ponselnya dengan frustrasi.
Read more
#68 Kecemburuan
Yuka mengeluarkan laptop dan meletakkannya di meja. Beruntung fasilitas yang didapatkan Aneth di rumah sakit tersebut cukup memuaskan. Ada meja dan bangku yang layak untuk dipakai bekerja. Meski memang tidak senyaman di kantor, tapi setidaknya lebih baik daripada tidak ada sama sekali.“Eh, apa Aneth pindah ke VIP aja ya,” gumamnya pada diri sendiri. Namun masih cukup terdengar jelas oleh Aneth.“Udah deh, nggak usah aneh-aneh. Kalo nggak nyaman pulang aja,” Aneth tidak ingin berutang lebih banyak lagi pada laki-laki itu.Merasa salah bicara, Yuka akhirnya diam. Larut dalam pekerjaannya. Sesekali melirik Aneth yang menonton drama di ponsel. Sesekali juga berbicara dengan Aneth.Saat Aneth selesai makan siang, ia sempat berhenti sejenak dan pindah ke ranjang Aneth membawa laptopnya. Yuka duduk di sisi kirinya sambil memanfaatkan meja makan Aneth yang sudah kosong untuk menaruh laptopnya. Senang rasanya berada di sebelah gadis itu.
Read more
#69 Aneth dan Elden
Sembilan tahun lalu.Seperti biasa, Aneth terkadang menghabiskan waktu menggambar di halaman gedung sekolah lama. Duduk di dekat tumpukan meja dan bangku yang tidak terpakai. Dia terlalu malas pulang ke rumah.Kadang, beberapa kakak kelas juga memanfaatkan halaman belakang gedung lama yang sepi untuk merokok. Biasanya ia akan masuk ke salah satu ruang kelas dan hanya diam tanpa menunjukkan diri dan tanpa suara agar tidak ketahuan sedang berada di sana. Dia tidak mau berurusan dengan mereka. Tapi, siapa sangka. Hari itu adalah pertama kalinya mereka tahu Aneth ada di sana.Saat itu dia yang sedang menggambar mendengar suara beberapa orang yang mengobrol mendekat ke arah gedung lama. Ini berarti saatnya dia harus pindah ke dalam kelas. Ia hapal betul dengan pola ini. Suara kakak kelas yang berkasak-kusuk agar tidak ketahuan memasuki area itu, bau asap rokok, dan obrolan tidak berbobotS mereka yang membicarakan teman lain atau perempuan.Aneth lalu
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status