All Chapters of Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang: Chapter 11 - Chapter 20
57 Chapters
Sebelas
Sebelum ke rumah Ayu, aku mampir ke rumah ibu untuk mengajaknya untuk meminta maaf pada Ayu. Hanya berharap semua selesai hari ini. Kupastikan Ibu harus ikut denganku kali ini."Bu, ikut aku ke rumah Ayu." Tanpa basa-basi aku langsung berbicara niatku untuk datang sore ini."Ibu sudah bilang nggak akan mau ke sana. Dia siapa memang, harus gitu ibu meminta maaf. Adanya dia, mantu nggak berguna," oceh ibu.Aku tidak mau berdebat lagi. Cara halus tidak berhasil, sepertinya Ibu harus mendapat terapi sedikit."Terserah, kalau Ibu nggak mau datang, ya, sudah. Mulai bulan besok, aku tak mau memberi Ibu jatah uang bulanan. Apa itu yang Ibu mau?" Kupastikan dia akan setuju.Raut wajahnya masam. Sepertinya kesal dengan ancamanku. Harusnya sejak kemarin aku melakukan itu. Kenapa baru terpikir kali ini? Aku beri waktu berpikir lima menit. Kerutan di wajahnya sudah begitu terlihat. Bibirnya komat kamit sendiri. Entah apa yan
Read more
Dua belas
POV AyuSetelah kemarin membuat mentalku down, kini aku harus kembali bekerja. Kesepakatan dengan Mas Anton membuat aku harus bertemu juga dengan Mba Laras. Namun, sepertinya mereka biasa saja.Pukul 09.00 aku sudah sampai di kantor mereka. Sebuah perkantoran kecil yang mereka bangun berdua, seperti yang kini aku lakukan bersama Mas Arfan. Untuk sementara, Mas Arfan memperbolehkan aku mengambil beberapa job untuk menambah wawasan dan pengetahuanku di bidang keuangan. Apalagi, kami perusahaan baru yang tidak begitu banyak pekerjaan. Aku butuh uang untuk membesarkan kedua anakku. Sementara, ayahnya tidak bisa aku andalkan. Biarkan saja dia menghidupi ibu dan adikknya. Mau lihat akan sehebat apa Asih nanti. Kalau memang berhasil, kuancungkan jempol karena dia membela mati-matian untuk kepentingan kuliah Asih. Namun, jika sebaliknya, ingin sekali aku tertawa di depan Mas Damar da
Read more
Tiga belas
POV AYUMobil Mas Damar terus saja memepet mobil Pak Erik. Bagaimana ini? Aku takut terjadi sesuatu yang membahayakan. Mobil berhenti saat Mas Damar sudah menepi di depan mobil yang kami tumpangi. Bagaimana bisa akan terjadi pertumpahan darah.Mas Damar turun dari mobil dan menggedur kaca ini. "Sebaiknya selesaikan masalah kalian, Bu Ayu," pinta Pak Erik. "Baik, Pak, maaf."Aku turun dari mobil, begitu juga Pak Erik. Dia bilang tidak akan ikut campur, tapi hanya berjaga-jaga supaya Mas Damar tak berlaku kasar padaku."Turun juga kalian! Kamu ikut aku Ayu!" Mas Damar menarik lenganku kasar."Lepas, Mas!" titahku. Mas Damar seperti kesetanan. Ia masih saja mencengkram lenganku dengan kencang. Pak Erik mencoba membantu, tetapi Mas Damar seperti tidak terima."Lepas, Mas! Kamu menyakiti aku!" Lagi, aku mencoba berteriak."Bukan
Read more
Empat Belas
Mundur perlahan, dari pada aku dibuat malu dan di maki di depan umum oleh Mas Arfan. Sungguh emosi saat melihat Ayu bersama dengan Pak Erik. Bagaimana tidak, Ayu meminta cerai dan hari ini aku melihatnya dengan bosku.Aneh bukan? Namun, kali ini aku tidak berhasil mengungkap perselingkuhan mereka. Lihat saja Ayu, kalau sampai benar dugaanku, hak asuh Bagas dan Anita akan kuambil. Getar ponsel menghentikan langkahku. Pesan dari Arman membuat aku tertegun.[Bro, di mana? Gila Lo, main kabur aja. Kerjaan belum kelar. Mana main baku hantam si bos pula! Mati aja karir Lo]Aku mengacak rambut kasar. Sial sekali hari ini. Cemburu buta membuat aku tak berpikir siapa yang aku hantam tadi. Ayu, kenapa kamu buat aku seperti orang gila? Melangkah cepat untuk ke parkiran dan langsung melajukan mobil kembali ke kantor. Harap-harap cemas dengan apa yang sudah kulakukan. Sial sekali hidupku saat ini, kehilangan istri, bahkan seperti
Read more
Lima Belas
Mba Laras dan Mas Anton sudah menungguku di depan UGD rumah sakit. Sementara, Ibu sepertinya berada di dalam menemani Asih sebab tidak terlihat berada di sana."Asih kenapa?" tanyaku. Wajah Mba Laras tak begitu enak di pandang. Ada sesuatu yang membuat dia seperti itu, pastinya Asih berulah sampai dia kesal."Seharusnya kita tidak usah peduli. Bikin waktu Mba terbuang saja." Bukannya menjawab pertanyaanku, Mba Laras malah terus ngedumel."Ada apa, Mba?" Aku mencoba bertanya lagi."Temannya bilang, Asih di hajar orang," ujar Mas Anton.Mendengar itu, aku merasa geram. Siapa yang berani berbuat hal separah itu pada Asih, adikku. "Siapa?" "Nggak usah emosi, Asih yang salah. Lagian pacaran sama laki orang. Resiko dihajar istri sah sama anaknya. Heran, masih muda kok ada ya, pikiran jadi pelakor! Nggak ada otaknya!" Mba Laras terus saja mengumpat."Apa? Jadi, Asih jalan sa
Read more
Enam Belas
POV AYUAku dan Mas Arfan menemui Pak Erik di kantornya. Namun, aku sama sekali tidak melihat Mas Damar. Ah, biarkan sajalah. Toh, kami sudah harus berpisah.Kedatanganku untuk meminta maaf pada Pak Erik tentang kejadian beberapa hari lalu. Memang dia bilang tidak masalah, tetapi kami merasa tidak enak.Mas Arfan pun mengajakku datang ke kantor itu. Walau beberapa orang menatap aneh, aku tak peduli. Mungkin masih masalah kemarin, sungguh Mas Damar membuat keributan yang sangat parah."Saya, kan sudah bilang nggak masalah Pak Arfan. Bukan Bu Ayu yang salah, tapi Damar yang salah," ujar Pak Erik."Saya tetap nggak enak, gara-gara adik ipar saya. Dan maaf juga karena saya nggak bilang kemarin, kalau Damar suami Ayu karena saya pikir tidak usahlah. Toh, mereka akan berpisah."Aku menyenggol Mas Arfan. Tidak usahlah masalah seperti itu dibahas. Lagi pula, tidak baik juga."Damar sudah mengundurk
Read more
Tujuh Belas
"Bu, nggak masak?" Aku bertanya kala bangun tidur belum ada sarapan untukku. Malas pulang akhirnya memilih menginap di rumah ibu saja. Lagi pula pulang ke rumah pun tidak ada yang dirindukan. Kangen anak-anak juga. Mau bagaimana lagi, Ayu tetap kekeh meminta cerai."Bu, kok ditanya malah diam saja." Kembali aku menyapa Ibu."Kamu, kan belum kasih jatah bulan ini. Bagaimana bisa makan?" "Emang masak mie atau beli nasi uduk aja nggak ada uang, Bu? Harus nunggu jatah bulanan gitu? Ibu tahu aku lagi nggak kerja." Kuambil uang di kantung, 2 lembar 10.000."Beli apa segini?" tanyanya dengan wajah kesal."Nasi uduk aja, dapat 4 kalau masih 5.000-an," jawabku asal.Tanpa menjawab ibu pergi dari hadapanku. Pusing juga kalau nasi uduk yang murah saja harus aku yang mengeluarkan uang. Duh, nasib otw bujang.Sejak tadi notifikasi grup alumni SMA tak kunjung berhenti. Sejenak aku tengok sudah 300
Read more
Delapan Belas
Kurapihkan baju yang sudah kuletakan di lemari bajuku. Lalu, kembali kumasukan ke dalam koper. "Loh, kamu mau ke mana?" tanya ibu yang menyumbul dari balik pintu."Pulanglah." Aku menjawab santai."Loh, kok pulang? katanya mau lama di sini? Lagian, kan di rumahmu nggak ada siapa-siapa, Mar." Ibu membujukku agar aku mau tetap tinggal. Namun, maaf, Bu. Aku tidak bisa karena aku sudah pusing melihat kondisi rumah ini. Setiap saat hanya uang dipikiran ibu."Aku mau nginep di rumah Mba Laras. Pusing sama Ibu sebentar-sebentar minta uang," kataku kesal.Wajah ibu masam mendengar penuturan dariku. Sudah tahu anaknya sedang kesusahan, bukannya berhenti meminta uang. Ini malah kaya kesempatan. "Terus, yang ngasih Ibu uang siapa?" tanyanya."Nikah lagi Aja cari kakek-kakek kaya. Biar Ibu ada yang nafkahi," jawabku asal.Aduh, dengan kesal ibu menoyor kepalaku. Apa yang salah, a
Read more
Sembilan Belas
Aku lupa jika mereka pernah bersitegang. Mba Laras tidak menyukai Erika. Bagaimana jika dia tahu aku akan bertemu dengannya? Apalagi mendapat pekerjaan di kantor tempat ia bekerja. Ah, aku tak peduli hal itu, yang penting bisa bekerja dahulu mengumpulkan pundi uang untuk biaya hidup. Apalagi semakin hari ibu semakin banyak permintaan. Sudah lama aku tidak menikmati sarapan pagi, terakhir saat Ayu masih berada di rumah itu pun hanya telur goreng. Setelah itu ya, dengan nasi goreng. Walau itu lagi, itu lagi yang penting irit deh. Kenapa aku jadi memikirkan Ayu? Sedang apa dia? Bagaimana responnya saat aku akan mengenalkannya dengan Erika? Dia harus tahu jika aku akan baik-baik saja saat dia pergi. Kamu pikir aku tidak bisa mencari yang lebih baik. Hanya karena uang bulanan saja kamu marah. Lagi pula dia tidak aku dengan ibuku. Semoga saja Erika bisa akur dengan ibu. Itu, kan yang ibu mau mendapat menantu yang bekerja. Pastilah ibu akan senang. “Mar, mau
Read more
Dua puluh
Aku cukup menarik, dengan wajah menawan, pasti Erika akan tertarik padaku. Interview kali ini harus berhasil karena aku pun butuh uang. Namun, bagaimana pun hasilnya, memang semua ketentuan Allah. Senang sekali rasanya bisa satu kantor dengan Erika. Memang Ayu saja yang sudah move on? Lihat saja, Yu, aku akan perkenalkan kamu dengan Erika.Pukul 07.00 aku sudah berada di kantor tempat Erika bekerja. Demi cepat sampai, aku tidak sempat sarapan dan bertemu dengan Mba Laras. Netraku melihat sosok cantik yang datang menghampiri. Senyumnya membuat pagi semakin cerah "Kamu sudah lama menunggu, ya?" tanya Erika."Iya, ngak apa-apa." Demi apa pun, kamu cantik Erika. Dengan blouse cokelat dan netra dengan soft lance. Duh bikin aku ingin kembali ke masa lalu. Bodoh sekali pria yang menceraikannya. Wanita seperti Erika dia sia-siakan."Yuk, ketemu bos aku," ujar Erika."Eh, iya."Berdoa sembari berharap dapa
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status