Semua Bab Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang: Bab 31 - Bab 40
57 Bab
Tiga Puluh Satu
Persidangan perceraian Ayu dan Damar berlangsung cepat. Tidak membutuhkan waktu lama karena Damar tidak hadir dalam persidangan. Begitu juga Ayu, dia tidak datang dalam persidangan keduanya.Ketuk palu pun sudah sah setelah beberapa bulan persidangan. Mereka resmi bercerai, hak asuh menjadi milik Ayu dan Damar wajib menafkahi mereka. Ayu bernapas lega, kini ia menyandang single parent. Ibu kuat yang harus memenuhi kebutuhan kedua anaknya. Ada kesepakatan antara dia dan Damar untuk nafkah anak mereka. Namun, Ayu tidak yakin Damar akan memenuhinya."Sudah lega, Yu?" tanya David saat menghampiri meja kerja Ayu. "Lega apanya?" Ayu mengangkat kepala."Sah jadi Janda." Kedua alis David terangkat, seolah-olah menggoda Ayu."Sial, kamu. Senang aku jadi janda?" "Hmm ... bagaimana, ya? Hahahah ...." David hanya tertawa melihat Ayu merengut kesal. Menurutnya, Ayu sangat menggemaskan
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Dua
"Mba Ayu, jangan dengerin dia. Mba Hana itu emang naksir berat sama Pak David. Baru jadi artis tik tok aja belagu," ujar Bu Irma."Oalah, aku sih santai aja. Nggak nanggepin juga. Lagi pula memang aku nggak kenal dan nggak pernah lihat dia." Ayu menambahi."Pokoknya kita mah, nggak ada yang suka sama dia. Sebelas dua belas sama Mba Erika, lah." Lagi, Irma menambahkan.Ayu bergeming, lalu tertawa mengingat Erika. Pasti wanita itu sedang mencari cara untuk bisa dinikahi oleh Damar."Biarin aja, Mba. Urusan mereka."Tidak lama ponsel Ayu bergetar. Sebuah pesan masuk dari David membuatnya mengernyitkan dahi.[Jangan di dengar sih Hana. Aku tidak ada hubungan dengannya]Ayu mengetik balasan pesan David.[Ada juga nggak apa-apa]David terlihat mengetik balasan pesan Ayu.[Dih, yakin nggak cemburu?]Ayu tersenyum tipis. "Apasih?" Sembari menaruh ponsel,
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tiga
Suasana kantor masih sangat sepi. Ayu sengaja datang lebih awal karena mengerjakan beberapa pekerjaan yang tidak tuntas kemarin. Namun, ternyata sang bos sudah datang sangat awal. Dengan secangkir cokelat hangat, David sudah duduk manis di samping meja kerja Ayu. Tidak peduli beberapa karyawan menatap mereka."Cokelat hangat untuk kamu." David menyodorkan cokelat hangat untuknya."Berhenti memberi perhatian di depan semua orang. Nanti mereka berpikir kita ada sesuatu," ucap Ayu."Memang kamu nggak mau ada sesuatu antara kita?" David menarik turunkan kedua alisnya.Ayu menarik napas dalam. Tidak menyangka jika David begitu agresif dengannya. Namun, ia tidak tahu dan tidak mau terlalu berharap dari pria itu."Nggak salah kalau aku dekat sama kamu, kan sudah resmi sendiri, bukan?" David sedikit berbisik."Iya, tapi kamu ada Hana. Wanita yang dijodohkan oleh kedua orang tuamu, kan?" Pertanyaan Ayu membuat
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Empat
"Permisi, saya banyak pekerjaan." Ayu pamit dan langsung pergi dari ruangan David. David mengejanya hingga ke depan ruangan."Ay, tunggu!" titah David.Ayu menghela napas. Ia masih sabar menghadapi mereka, tetapi di tengah perbincangan, ia mulai kesal. "Pekerjaanku banyak, tidak cukup untuk mengurusi hal itu. Lagi pula, kalau mau beracting, kenapa tidak bicara dulu?" tanya Ayu."Siapa yang acting? Aku sungguhan dengan apa yang aku katakan di depan mereka. Aku--"Ayu mengangkat tangan agar David diam dan tidak meneruskan ucapannya. Bagaiamana jika ada karyawan yang mendengarnya? Tentu hal itu akan menjadi bahan gunjingan dan gosip gratis."Nanti kita bicarakan. Aku hanya ingin profesional, pekerjaan selesai nanti kita bicara." Setelah itu, Ayu kembali ke ruangannya.Menarik napas panjang, Ayu mencoba sabar menghadapi hari ini. Apalagi dengan cercaan yang begitu menyakitkan dari Hana.
Baca selengkapnya
Tiga puluh lima
Hari yang di tunggu-tunggu Erika telah tiba. Sebuah pernikahan sederhana yang digelar di rumahnya. Kebaya putih dengan riasan di wajah, membuat dirinya tampak cantik. Sejak tadi, ia sudah tak sabar menunggu hari bahagia itu."Cantiknya anak Ibu, duh, nggak sabar deh ngelihat wajah kamu semakin glowing setelah menikah," ujar sang ibu."Iya, Bu. Ibu juga pasti akan lebih enak nanti kalau tinggal sama aku. Pokoknya, rumah Mas Damar itu bagus. Lebih bagus dari kontrakan kita." Lagi, Erika tersenyum pada sang ibu."Memangnya kamu sudah bicara sama dia kalau nanti ibu ikut kalian?" tanya sang Ibu."Belum, sih. Cuma, nanti gampanglah, Bu. Pokoknya, Ibu pasti tinggal sama Erika," ucap Erika.Sang ibu bahagia karena Erika sudah menikah lagi dan menemukan suami yang kaya. "Pengantin, siap?" tanya panitia pernikahan."Siap, Mba." "Ayo, aku bantu ke luar. Calon suaminya sudah menunggu."
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Enam
Sesampai di rumah, sang ibu masih saja mengomel. Damar tidak bisa lama-lama karena Erika sudah menunggunya."Pokonya Ibu nggak bisa terima, Mar. Masa numpang hidup sama kamu?" Lagi, sang ibu kembali bersuara.Asih yang mendengarnya ikut merasa pusing juga. Ia ikut menenangkan sang ibu, tetapi tetap saja dibuat kesal juga."Bu, biarkan rumah tangga Mas Damar berjalan sesuai keinginan dia. Bukan keinginan Ibu," ujar Asih."Asih, kamu tahu apa? Ibu hanya menyelamatkan dia dari pengeluaran yang lebih banyak. Kamu pikir, nggak doubel pengeluaran kalau begitu?" "Oh, seperti kita dulu, saat Mas Damar membiayai kita. Aku dan Ibu saat masih bersama Mba Ayu? Sama, kan? Ada bedanya nggak? Apa sebelum Mba Ayu nggak keberatan?" "Diam kamu Asih!" "Bu, sudah cukup. Aku akan tetap membiayai ibu walau ada ibunya Erika. Lagi pula, kan kami makan bersama. Jadi, apa yang aku makan, dia juga makan. Sama saja,
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tujuh
Wajah Damar masih saja ditekuk setelah kejadian di swalayan tadi. Ia memasukan beberapa belanjaan yang di beli Erika. Namun, ibu mertuanya begitu saja masuk ke rumah tanpa membereskan terlebih dahulu."Ibu kamu nggak merapikan dulu?" tanya Damar."Ehm, mungkin ibu lelah. Besok mungkin, biar aku saja yang merapikan." Erika gegas ke dapur membawa beberapa barang.Walau sedang kesal, Damar melangkah ke dapur dan membantu Erika membereskan belanjaan miliknya. "Lain kali, aku mau kamu irit. Bukan karena aku pelit, tapi aku juga pernah berumah tangga. Apalagi anakku sudah dua, wajar aku merasa keberatan dengan belanjaan sebanyak ini." Sembari merapikan, Damar terus menasihati Erika."Ini masih wajar, Sayang. Lagi pula biar kita nggak belanja lagi." "Ya, kata kamu begitu. Coba lihat beberapa hari atau Minggu? Satu lagi, kalau bisa kita sarapan nggak usah beli nasi uduk. Lebih baik bikin sendiri, nasi goreng atau
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Delapan
"Kamu masih mau membahas yang kemarin, Vid?" tanya Ayu. Wanita berhijab hitam itu menaruh ponselnya setelah bervideo call bersama kedua anaknya."Iya, apalagi kamu kemarin bilang kalau aku calon suami kamu," ucap David sambil menggoda."Astaga, itu, kan hanya di depan Ibunya Mas Damar." Ayu mencoba memberi penjelasan."Aku maunya sungguhan." Lagi, David mencoba meyakinkan Ayu.Ayu terdiam, ia teringat perbincangan dengan kedua anaknya tadi malam. Si kecil bertanya tentang sang ayah, kemudian di susul dengan yang besar, ikut bertanya dan ingin bertemu dengan ayahnya. Walau bersama sang ibu, mungkin sosok ayah sangat mereka butuhkan.Sejak sibuk dengan pernikahannya, Damar belum sempat bertemu dengan kedua anaknya. Memang, pernah ada pesan dari Damar, kalau mungkin bukan ini ia sibuk. Nanti, setelah itu akan bertemu dengan kedua anaknya."Yu, masih dengar, aku, kan?" Panggilan David membuat Ayu terbangu
Baca selengkapnya
Tiga puluh sembilan
Setelah menikah, Erika masih bekerja. Namun, dengan catatan berbeda kantor atau cabang dengan Damar. Akhirnya sang suami yang mengalah dan pindah di cabang Jakarta Selatan, sedangkan Erika masih tetap di cabang Jakarta Barat."Pengantin baru, hawanya adem kayanya," goda Bu Dinda pada Erika.Sementara, Erika hanya bisa tersenyum saat wanita paruh baya itu menggodanya. Hari pertama masuk ia sudah diberikan banyak tugas. Pekerjaan yang tertunda dan pekerjaan baru.Erika mengusap keringat yang membasahi dahi. Sejak semalam ia tidak bisa tidur karena sang ibu ngambek tidak mau masak dan hanya ingin memesan masakan online saja. Ia bangkit untuk mengambil air hangat ke pantry, sembari netranya mencari seseorang untuk bertanggung jawab pada hidupnya."Ayu, tunggu!" Erika menghampiri Ayu yang baru saja datang dan mau masuk ke ruangannya.Ayu menghentikan langkah dan menunggu Erika menghampirinya."Ada apa?" ta
Baca selengkapnya
Empat Puluh
"Kenapa diam?" Oma begitu sinis melihat mereka.Mereka terdiam dan tidak berkutik. Keluarga Hana pun tidak berani banyak bicara. Setelah selesai, mereka semua langsung pamit untuk meningkatkan restoran.Oma Meria tidak meneruskan pertanyaannya. Ia punya cara untuk meyelesaikannya sendiri. "Oma, saya terima kasih untuk makan siangnya," ujar Ayu sekaligus pamit untuk pulang. "Saya yang berterima kasih." Oma Meria tersenyum pada Ayu.Oma Meria mengamuk saat meeting tadi. Ia tidak menyangka selama lima tahun ada yang bermain di perusahaan miliknya. Menyalahgunakan uang perusahaan dan tidak bertanggung jawab."Setelah mengantar Ayu, temui Oma di ruang kerja Oma, Vid!" titah Oma."Baik, Oma."David pamit mengantar Ayu pulang. Sementara, Oma Meria menatap tidak suka pada Bu Jasmin. Wanita itu nampak sedang gugup dan menyembunyikan sesuatu. Bagaimana bisa, saham milik Ayahnya Hana dikatakan p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status