All Chapters of SELALU SALAH: Chapter 11 - Chapter 19
19 Chapters
Bab 11
Bab 11 KruuukCacing di perutku berdemo, menuntut haknya. Mas Adit masih terkapar, di sampingku. Kupungut pakainku lalu berjinjit menuju kamar mandi. Tak ingin mengganggu tidur Mas Adit. Sepertinya dia sangat kelelahan. Aku pun tak tega mau membangunkannya. Selesai mandi, kulihat Mas Adit masih tertidur. Mungkin dia memang benar-benar lelah. Kutinggalkan Mas Adit yang masih pulas, menuju balkon, menikmati hangatnya mentari. "Mas, bangun!" kugoyangkan tubuhnya. Belum ada reaksi, padahal perutku sudah tidak bisa diajak kompromi ini.  "Mas, ayo cepat bangun!" Mas Adit hanya menggeliat sebentar, namun matanya tetap terpejam. "Mas, aku kelaparan. Kalau gak mau bangun, aku cari makan sendiri aja," bisikku di telinganya. Sontak Mas Adit langsung membuka matanya.  "Mas sudah bangun," ucapnya seraya mengucek m
Read more
Bab 12
"Ya udah ayo, kita temui Papa dulu!" Kami berjalanan beriringan. Namun, aku masih menyimpan penasaran. Berbagai prasangka singgah di benakku.  "Selamat pagi, Pak," sapa seorang karyawan. "Pagi," Mas Adit menjawab ramah. "Ada pengantin baru, nih," sapa seseorang lagi. Sepertinya dia kenal dekat dengan Mas Adit. Buktinya, dia tidak memanggil Mas Adit dengan panggilan Bapak, seperti halnya pegawai yang lain. "Pagi, Bu, saya Raka, pegawai teladan dan tertampan, di sini," ucapnya berseloroh. Ku jabat tangannya. "Udah, jangan lama-lama," Mas Adit menarik kasar tanganku. Melarangku bersentuhan dengan Raka. "Sensitif amat pengantin baru." "Biar saja." "Jangan panggil Bu, aku masih muda," aku tidak suka dipanggil dengan sebutan, Bu.  "Sorry, aku gak bisa datang ke resepsi kal
Read more
Bab 13
bab 13 "Tedy...," aku tak percaya. Ternyata ada Teddy, teman satu kelompokku magang dulu. "Aku kerja di sini, Rei," ucapnya. "Wah, ternyata dunia itu kecil, ya. Seneng deh bisa ketemu lagi. Ada teman satu kelompok lain, yang kerja di sini juga, gak?" "Gak ada, cuma aku kayanya." "Hem," Mas Adit berdehem. Aduh, aku lupa saking asiknya ngobrol sama Tedy. "Kenalkan Ted, ini suamiku," aku merangkul lengan Mas Adit. Semoga saja dia tidak marah karena aku tidak sengaja bertemu Tedy. "Tedy, teman kampus Reina," ucapnya ramah sambil menjabat tangan Mas Adit. "Saya Adit, suaminya Reina," Mas Adit memeluk bahuku. "Kamu nikah kok gak undang-undang, Rei?" ku jawab dengan senyuman terpaksa karena raut muka Mas Adit sudah masam. "Tedy, kami permisi dulu, ya. Buru-buru soalnya," ku akhiri sa
Read more
Bab 14
Pagi ini, kami tidak jalan-jalan. Pegal semua rasanya badan kami, karena kelelahan. Kami ingin menghabiskan waktu berdua saja hari ini. Sekedar mengobrol ringan sambil di temani camilan khas kota Batu, keripik apel. Sebenarnya, selain keripik apel, banyak lagi buah-buahan yang di jadikan keripik, yaitu keripik salak dan nangka.  "Nanti jangan lupa beli oleh-oleh, Yang!" Mas Adit mewanti-wanti.  "Mama sama Papa dibelikan apa, Mas?" "Gak usah dibelikan apa-apa. Mama sama Papa cuma pengen cucu aja," matanya mengerling nakal. "Semoga saja cepat diberi kepercayaan, Mas," ucapku sambil menulis daftar oleh-oleh dan penerimanya. Tak banyak, tetangga sekitar dan teman-teman mengajar. Mereka sudah berpesan, untuk membawakan oleh-oleh khas Batu jika aku sedang berkunjung. "Lihat daftarnya, Sayang!" kuserahkan kertas kepada Mas Adit. "Banya
Read more
Bab 15
  Tok tok tokPintu diketuk. Gegas kubuka pintu, dan nampak Mbok Yah. "Ada apa, Mbok?" "Ada Mas Raka sama Ibu, di bawah. Mbak sama Mas Adit disuruh ke bawah!" "Mas Adit tidur, Mbok. Ya udah aku aja yang turun. Terima kasih, Mbok." Aku menuruni anak tangga. Tampak Mama dan Raka tengah mengobrol santai. "Siang, Ma," kujatuhkan bobotku di sofa tepat di samping Mama. "Adit, mana?" "Masih tidur, Ma. Biar gak ngantuk nanti nyetirnya." "Kecapekan dia, Tante. Lembur terus sih," canda Raka. "Biar nanti sama Raka ke Kedirinya, buat teman ngobrol," ucap Mama mengejutkan Raka. "Kok sama aku, Tante. Gak ah." "Kasihan Adit kalau harus nyetir sendiri. Dia sedang capek, kalau ada kamu, kan bisa gantian," ucap Mama enteng. 
Read more
Bab 16
"Kalian mau lanjut honey moon di Mobil?" Aku mengerjap. Ternyata sudah sampai rumah. Kulirik arloji, ternyata sudah pukul tujuh. Perasaan baru terpejam sebentar."Kok cepet sampainya?" Mas Adit mengerjap."Buruan, mana kunci rumahnya, pegel nih kakiku!" seru Raka.Kurogoh tas selempangku, mencari keberadaan benda yang dicari-cari Raka. Hap, akhirnya ketemu. "Nih!" seruku sambil melempar kunci rumah padanya.Pakdhe Nur menurunkan barang bawaan dari bagasi, sementara Raka, langsung nyelonong masuk. Tak ada angin tak ada hujan, Mak Ida datang ikut nimbrung. Membantu menurunkan barang-barang dari bagasi. "Sehat, Mak?" tanyaku basa-basi."Kamu gak lupa oleh-oleh, buat Mak kan?" tanyanya tanpa basa-basi. Aku memutar bola malas. Baru saja satu detik bertemu, sudah membuat moodku ambyar. "Mak Ida gak mau tanya kabarku?" "Lha wong kamu sehat gitu, ngapain ditanya," ujarnya tanpa dosa. "Kurang piknik tuh, nenek-nenek," sahut Raka, yang langsung ditoyor kepalanya oleh Mas Adit."Dia Budhe
Read more
Bab 17
Aku yang merasa risih, buru-buru membuka pesanan Mak Ida. Tak tanggung-tanggung, apel, jeruk, dan aneka kripik apel, diambilnya. Mau melarang, kesannya aku pelit, tapi gak dilarang, makan hati."Mak ambil yang ini, ya!" Kusodorkan satu kantong besar padanya."Dikit amat, itu masih banyak!" Gerutunya. "Teman-temanku juga mau, Mak, bukan Mak Ida saja," sungutku kesal. Bagimana gak kesal, orang baru sampai, masih capek, sudah direcokin. "Dasar pelit!" Ejeknya sambil berlalu pulang. Kakinya dihentak-hentakan, saat berjalan. "Sabar!" Mas Adit mendekat, meredam emosiku yang siap menyembur.Aku melangkah ke kamar, membersihkan badan, berganti baju, lalu rebahan. Ah, rasanya nikmat sekali, setelah lama duduk di mobil. Tak lama, Mas Adit menyusul ke kamar, dengan wajah tak kalah lelah."Raka sama Pakdhe, tidur di mana? tanyanya. "Di kamar satunya saja. Sebentar, aku bersihkan."Setelah berkata demikian, aku beranjak membersihkan kamar, yang akan digunakan Raka. Meski tubuh amat letih, baga
Read more
Bab 19
DrtttGawaiku bergetar, tak hanya sekali, namun sudah berkali-kali. Mataku masih sangat lengket, sekedar untuk dibuka, namun karena getarannya sudah sangat mengganggu, terpaksa aku bangun.Ternyata aku tadi malam memasang alarm. Jam di gawaiku, sudah menunjukan pukul empat pagi. Bahkan, adzan juga belum berkumandang. Segera aku bangun, menyiapkan sarapan, karena Mas Adit dan rombongannya, akan pulang pagi ini juga.Tepat setelah aku selesai mandi, adzan shubuh berkumandang. Kutunaikan terlebih dahulu, kewajibanku.Setelah memasak nasi, aku bergegas ke warung Ratna. Di sana lengkap, menjual sembako, sekaligus aneka sayuran. Rencananya, aku mau masak bening bayam dan ayam goreng."Eh, kapan datang, Mbak Reina?" tanya Mak Romlah. "Tadi malam, Mak. Tumben belanja pagi-pagi?" tanyaku heran, karena biasanya dia belanjanya siang, bareng geng rempongnya Mak Ida."Oh, ini mau ngirim orang kerja di sawah, jadi harus masak pagi.""Oh ...," jawabku sambil menyomot seikat bayam."Mbak Reina, oleh
Read more
Bab 20
Dengan langkah tergesa, kulangkahkan kaki menuju rumah Mak Ida. Rumah yang hanya berjarak beberapa langkah saja. "Mak, kembalikan makananku!" Gertakku, langsung masuk ke dapurnya lewat pintu samping.Mak Ida yang sedang menata piring, kaget bukan kepalang, melihat kedatanganku. Bahkan, piring yang dipegangnya hampir merosot jatuh."Mana makanan yang Mak ambil tadi? Demi Allah, aku gak ikhlas.""Kamu ini, main nyelonong aja. Gak punya sopan santun. Makanan apa yang kamu tuduhkan?" sengitnya."Jangan pura-pura deh, Mak. Semua makanan di mejaku, tiba-tiba menghilang. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan anda?" tuduhku dengan geram.Rencananya, sayur dan lauk akan kubuat sampai makan siang. Dengan sesuka hatinya, Mak Ida membawa semuanya."Bisa jadi kucing yang makan," belanya tak mau kalah. "Kucing berkepala manusia?" ejekku. Mak Ida mencebik tak suka. "Menghina kamu!" Tunjuknya tepat di mukaku."Jadi betul kan? Gak mungkin juga, kucing bisa menghabiskan ayam dan sayur bersamaan. Lagian,
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status