All Chapters of Rahasia Gubuk Belakang Rumah Mertua: Chapter 11 - Chapter 20
40 Chapters
Part 11
POV Ubay*** “Ya ampun … sinyal kok susah bener! Ck!” keluhku seraya mengangkat gawai tinggi-tinggi. “Tetap nggak dapat apa-apa? Huft! Kayak gini harus cari sinyal nih. Mumpung Arsya sudah tenang sama bundanya.” Pandanganku sesaat melihat ke arah Arsya dan Fira. Kini aku melangkah menuju ke jalan. Aku akan mencari sinyal sampai dapat. Selama tiga minggu ini, aku meminta untuk cuti liburan. Sebenarnya bebas bagiku untuk bersantai tanpa memikirkan pekerjaan. Aku adalah owner sebuah warung makan yang sudah mulai terkenal. Selama di sini pekerjaanku sebenarnya sudah kupasrahkan segalanya kepada asisten pribadi. Ya, meski begitu aku tak bisa berdiam diri.
Read more
Part 12
Perlahan tapi pasti, kaki ini kubawa masuk ke dalam gubuk. Meski sudah ada matahari, suasananya tetap saja membuat bulu kuduk berdiri. Sengaja kubiarkan pintu terbuka lebar agar cahaya di luar bisa masuk dan memberikan penerangan di dalam gubuk. Meski sudah ada jendela tempat masuk bola yang ditendang Arsya tadi dengan sekuat tenaganya, tapi jendela itu tertutup tirai dan menghalangi cahaya masuk. “Bismillah, ya Allah,” gumamku. Aku mencari bola disekitaran  jendela. Bola itu masuk menembus tirai di jendela, pasti tidak jauh dari tempat itu. Sambil mencari bola, aku melihat-lihat isi di dalam gubuk. “Hanya ada barang-barang tak terpakai, kenapa ibu melarang masuk ke da
Read more
Part 13
“Nda, sebenarnya ada apa di dalam gubuk itu? Waktu kamu keluar dari sana, wajahmu terlihat sangat pucat. Mangkanya aku khawatir banget sama kamu, Nda. Apa alasan ibu melarang kita masuk ke sana sih, Nda? Lalu, kenapa wajahmu tadi sepucat itu?” Mas Ubay sangat penasaran dengan apa yang baru saja kualami. “Nda, kok lama banget? Cari bolanya susah ya, Nda?” Arsya datang menghampiriku saat melihatku muncul dari arah samping rumah. “Iya Sayang. Bunda sampai pusing cari bolanya nggak nemu-nemu. Maaf ya, kalau Bunda lama.” Aku harus pintar berakting dihadapan putra semata wayangku. Padahal semua y
Read more
Part 14
POV Ibu ***  ‘Fira, kenapa malah kamu mencari masalah sih? Padahal aku sudah menenangkannya dengan susah payah. Ck! Anak itu memang ya, sudah kularang tetap saja nekat masuk ke dalam gubuk,’ batinku seraya masuk ke gubuk. Aku tak peduli jika Ubay dan Fira mulai curiga kepadaku. Yang kuharapkan mereka baik-baik saja dan segera pergi dari sini. Mungkin kejadian ini membuat mereka berpikir untuk segera meninggalkan tempat ini. Ya, semoga saja mereka berpikir seperti itu. Biar aku di sini yang menanggung segalanya, asal mereka bahagia. Di dalam gubuk pemandangnnya sudah seperti kapal pecah. Dia pasti marah tapi tak bisa melukai Fira. Syukurlah dia masih mau menurutiku.
Read more
Part 15
Beberapa saat setelah melihat ibu membawa tampah kecil beserta ayam hitam yang masih hidup, aku masih ragu untuk mengatakannya kepada mas Ubay. Aku berusaha menepis rasa curiga dan meneruskan permainan yang kami lakukan. Tapi, apa yang kulihat tadi selalu mengganggu pikiranku. “Udah turun semua Yah, ayo kita ambil tanahnya lagi di sana. Aku menang ‘kan, Yah?” Arsya sangat bersemangat kala bermain mobil-mobilan dan tanah bersama kami. “Ayo, tapi Arsya sendiri yang masukin tanah ke mobilnya ya? Bunda mau ngomong penting dulu sama ayah.” Aku menyela pertanyaan Arsya yang ditujukan kepada ayahnya. &l
Read more
Part 16
“Bunda, kita harus melakukannya biar semuanya jelas. Kalau benda itu sudah ada pada kita, ibu pasti nggak bisa menyangkal lagi. Ibu akan menceritakan segalanya. Setelahnya kita bakar benda itu dan membawa ibu pulang bersama kita. Semua pasti akan baik-baik saja, Nda. Kita bismillah saja ya?” “Iya Yah, tapi Bunda tetap saja merasa takut, Yah.” “Nggak akan terjadi apa-apa, Nda. Masih ada Tuhan yang melindungi kita. Secepatnya akan Ayah lakukan, Nda.” Mas Ubay sudah bertekad, bagaimana pun keadaannya, dia tetap akan melakukan misinya itu. Aku hanya terdiam, bingung, akan mendukung atau justru menolak rencananya. Yang pasti ada rasa takut bersemayam di lubuk hati. 
Read more
Part 17
Mas Ubay masuk ke kamar ibu dangan mengendap-endap. Sebisa mungkin jangan sampai menimbulkan suara. Aku yang melihatnya ikut merasa tegang. Rencana awal harus sukses tanpa ada hambatan. Kini mas Ubay sudah tak terlihat olehku. Dia sudah masuk dan mungkin mulai mencari kunci yang disimpan. Aku celingukan memastikan keadaan tetap aman. Dari arah kamar mandi belum terdengar ada suara guyuran air. Sepertinya ibu masih sibuk dengan pakaian sehingga belum memulai untuk membasahi badannya dengan air. “Semoga saja mas Ubay berhasil menemukan kunci itu sebelum ibu selesai mandi. Beliau saja sepertinya belum memulainya. Ya, pasti rencana ini berhasil.” Aku bergumam dan sangat berharap semua terjadi sesuai harapan. 
Read more
Part 18
“Yah, nggak tidur dulu?” tanyaku saat sudah didekatnya. Mas Ubay sedang duduk tanpa melakukan apa-apa. Sinyal saja susah, percuma jika harus memegang gawai. “Belum ngantuk, Nda. Sana Bunda tidur dulu.” Dia justru memerintahku. “Sama, aku juga belum ngantuk, Yah.” Aku duduk di sebelahnya. “Arsya sudah tidur, Nda?” “Sudah. Tadinya minta ke sini, tapi tetap saja kuajak tidur.” Mas Ubay manggut-manggut tanpa mengucapkan kalimat lain. &ldqu
Read more
Part 19
“Bismillah, Nda.” Perlahan kami melangkah memasuki gubuk. Di dalam sama gelapnya seperti di luar. Tidak ada lampu penerangan di dalam sini. “Nda, aku cari gawai dulu di tas. Gelap gini susah carinya. Kita harus cepat-cepat mendapatkannya.” Aku tak menjawab perkataannya. Pikiranku kembali teringat akan kejadian tadi pagi yang baru saja kualami. Aku di dalam sini bersama sosok nenek bermuka seram penuh luka. Aku tak mau mengingatnya, namun kejadian itu muncul dengan sendirinya. Mas Ubay berhasil mendapatkan gawai dan segera mencari lampu senter yang ada di gawai itu. “Alhamdulillah, kita bisa melih
Read more
Part 20
“Astaghfirullah, Yah! Kenapa lampunya mati? Apa yang terjadi! Yah, kamu dimana, Yah? Aku mendengar suara menakutkan itu lagi, Yah! Aku takut, Yah!” Dalam kegelapan, tanpa ada cahaya sama sekali, aku histeris. Sosok itu seakan tak jauh dariku. Kudekap Arsya erat-erat. Aku takut sosok itu akan melukai Arsya. “Nda! Ayah kesitu, Nda. Bunda tenang dulu ya? Banyakin doa, Nda.” Suara mas Ubay menyahut perkataanku. Mungkin dia sedang mendekatiku. Mata ini sama sekali tak bisa melihat apapun. Gelap gulita. Gubrak! “Aduh! Sakit!” pekik mas Ubay. 
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status