All Chapters of My First Love is Paman (TAMAT): Chapter 31 - Chapter 40
101 Chapters
Part 31 mengapa?
DI RUMAH.... Setelah mengantar Syina pulang, Ira dan Lingga bergegas pulang menuju rumah kecil mereka, suasana dalam mobil saat ini sangatlah suram, Ira sempat merasa takut, sedari tadi Lingga hanya fokus menatap jalanan, berkendara tanpa sedikit pun membuka percakapan. "Aku sungguh tidak bisa hidup jika harus terus seperti ini," kutuk Ira dalam hati. Tanpa sadar, saat ini mobil hitam telah terparkir di halaman rumah sederhana, tepatnya milik pria di sampingnya saat ini. Tanpa basa-basi Lingga melangkah menuju dalam rumah, tak bisa di pungkiri saat ini Ira tengah cemas dengan sesuatu yang belum pasti, pikiran gadis itu tengah melayang tak terkendali membayangkan sesuatu hal yang sulit untuk dia genggam. "Bagaimana ini, Paman pasti sedang marah," gerutunya dalam hati. Punggung pria itu sudah semakin jauh dari pandangan, dengan cepat Ira mengikuti langkah pria itu menuju lantai atas. Setelah beberapa langkah Ira merasa sedikit bi
Read more
Part 32 rumah lama.
Jam dinding menunjukkan pukul 5 petang, setelah meraih kotak penuh debu itu, lantas Ira membersihkan kemudian membukanya pelan. "Lumayan ni buat calling." Ira membalikkan benda tersebut, tampak raut senang melihat benda itu masih terlihat sangat bagus. "Masih nyala gak ya," gumamnya sembari menepuk-nepuk sebuah ponsel. Setelah menyala, Ira membersihkan kembali kotoran hasil ulahnya. Dengan telaten dia membersihkan hingga tak sedikit pun meninggalkan bekas. "Aku harus memakainya dengan benar," batinnya. "Sudah, aku harus kembali lagi masalah seperti ini aku tak mau urus lagi." Fiolyn dengan santainya kembali menghilang, sudah lama dia tak berurusan dengan Lingga, apalah daya dirinya yang malas mengurus masalah percintaan satu arah ini, dirinya terlalu kesal jika harus melihat tatapan itu penuh ketakutan jika Ira sampai menyukainya. Dengan cepat Fiolyn segera melepas alih tubuh ini. Drtt... "Huh aku kembali." Ira
Read more
Part 33 kecewa
Kini Adri dan Davian duduk termangu di hadapan Ira dan Bu Nina, tampak merah merona di pipi mereka bagai bunga mawar yang mulai mengembang. "Apa yang kau lakukan Adri, sungguh memalukan," pekiknya dalam hati. Sedangkan di sisi lain Davian tengah mencubit Adri untuk segera membuka suara, kehadiran mereka yang begitu mengejutkan tentu saja mengundang banyak tanya. "Dri cepatlah katakan, itu... yang ingin kamu sampaikan," desak Davian. "Iya-iya," jawabnya dengan wajah kesal, sejenak Adri termangu seolah mempersiapkan diri untuk membuka suara. "Hmm...Bu, Davian minta minum katanya, dia haus," ucap Adri sembarang, sontak saja membuat Davian membelalakkan mata. "Owh Ibu lupa, bentar ya." Dengan langkah pelan, Bu Nina menyusuri lantai keramik menuju dapur. Saat ini tersisa Ira, Adri dan Davian, tampak atmosfer yang berubah kala hilangnya Bu Nina dari tempat ini. "Aku kan tidak secanggung ini dengan mereka," batin Ira merasa he
Read more
Part 34 bukti
Sepanjang perjalanan gadis itu termenung merasakan sakitnya dada ini, tak lelah dia menahan cairan yang seakan terjun dari pelupuk matanya, dengan sekuat tenaga Ira mencoba melawan diri menjadi kuat, tekadnya untuk tak cengeng adalah jalan baru yang akan menjadi tujuan langkah selanjutnya. "Lupakan! Tak ada gunanya memikirkan bocah bodoh itu," gerutu Ira dalam hati. Di tengah gerutunya, Ira mendengar samar suara langkah yang mulai mendekat, semakin lama terasa lebih jelas suara yang di hasilkan, seakan terus mengejarnya. "Ra!" Mendengar panggilan itu sontak Ira berjalan lebih cepat, tanpa membalikkan kepala Ira langsung tancap gas berlari sekencang-kencangnya. Usai lari kilat, di sebuah gang kecil yang sepi perlahan gadis itu berhenti seraya membalikkan kepala untuk sekedar memastikan. "Hosh..hosh...untunglah tidak ada siapa-siapa." Usai berlari bagai kilat dirinya tengah mengembalikan detak yang kini masih berpacu dengan cepat.
Read more
Part 35 liburan
Setelah meninggalkan sahabat kecilnya itu, Ira melangkah lesu menuju rumah yang tak terasa lagi kehangatannya. Ira menatap lekat rumah yang kerap dia tinggali setiap hari sejak kematian orang tuanya. "Huh..." Ira seketika di landa kekhawatiran yang tak menentu, usai mendengar penjelasan Adri, tak bisa di pungkiri dirinya kini tengah risau menanti penuturan Paman yang sebenarnya, jika di pikirkan kembali memang terasa ada yang janggal dari kematian orang tuannya, tiba-tiba tergeletak tak bernyawa di tengah keramaian apakah itu mungkin? Ya mungkin saja, namun hanya 3-4% saja kemungkinan yang ada. Walaupun pernah sekilas Ira mendengar, kematian itu terjadi karena sebuah kecelakaan tak di sengaja, namun ada pula hawar lain yang mengatakan karena preman jalanan yang sedang memalak. Dari semua hawar yang tak menentu itu, hati gadis itu memilih yakin pada hawar terakhir, pandangannya kala melihat kerusakan yang terjadi terlihat seperti sebuah kesengajaan di rusak de
Read more
Part 36 peristiwa
Selesai menyiapkan segala peralatan yang sekiranya di butuhkan, kini mereka tengah menunggu lift menuju lantai paling atas di hotel ini. Sesampainya di sini, mereka di kejutkan dengan wahana dan fasilitas mewah yang ada, hanya saja banyak dari pengunjung yang datang berasal dari luar negeri, lihat saja pakaian mereka, dengan santainya mereka memakai bikini yang tentu saja menampakkan hampir keseluruhan lekuk tubuh mereka. "Apakah kita cocok dengan tempat seperti ini?" tanya Ira merasa tak pantas. "Aku pun tidak tahu," jawab Syina yang masih tertegun melihat kunampakkan yang ada. "Mungkin berenang bisa kita coret dari daftar rencana." "Itu ide yang bagus, kita harus pergi dari sini secepatnya bukan?" Insting Ira merasa ada hal buruk yang mulai mendekat, rasa tak nyaman itu semakin lama semakin terasa. "Aku juga merasa tak nyaman berada di sini." "Mungkin itu yang membuatmu tak nyaman," ucap Ira, ucapannya tepat mengarah pada sek
Read more
Part 37 undangan
Mendengar perhatian Rian tanpa di sadari keluar cairan bening dari pelupuk matanya, tak di sangka seorang Rian yang dingin bagai kutub saja masih bisa peduli kepada wanita kotor seperti dirinya. "Ternyata masih ada orang yang peduli dengan anak ini," batin Agora terharu. Setelah itu Agora kembali tidur menghadap samping seraya menutup diri menyembunyikan tangis yang sengaja dia sembunyikan. Di balik selimut Agora teringat pada masa kelam di mana kehamilan ini tak di inginkan, detik di mana dia bersujud pada seorang pria yang tak pantas di sebut sebagai manusia. Detik itu... "Bram aku hamil!" ucap Agora girang seraya memperlihatkan testpack bergaris dua pada pria yang berada di kursi sana, namun berbeda dengan yang dia rasakan, pria itu malah menatap Agora dengan sorot mematikan. "Gugurkan." Mendengar hal itu, sontak Agora berkerut kening mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. "Apa kamu bilang?" tanya Agora memastikan.
Read more
Part 38 seminggu berlalu
Malam telah berlalu, Syina duduk termangu di sisi gadis yang tengah tertidur, jelas saja hatinya masih merasa bersalah pada gadis di sampingnya, liburan yang mestinya berjalan seru berbalik sendu. Ira sedikit membuka mata, dia melihat Syina yang tengah memperhatikannya. "Syina..." "Tidurlah, aku akan menjagamu." "Khmm...bolehkah aku memelukmu?" "Bodoh," ucap Syina seraya memukul kening Ira pelan, tahu kini Ira tengah menghiburnya. "Aww sakit..." Syina hanya melirik Ira yang cemberut kesakitan kemudian menarik selimut berbaring bersama menatap langit-langit. "Apakah kau tahu orang yang tadi menyelamatkanmu?" ucap Syina. "Aku melihatnya sedikit, bertubuh gagah berambut hitam dan panjang, itu yang aku lihat." "Tidak...menurutku dia sedikit mirip denganmu, hanya saja dia lebih putih dan tampan." "Kau mengejekku ya," timpal Ira menatap intens syina. "Haha... tidak-tidak kau juga cantik, kalau
Read more
Part 39 lelah
Pukul menunjukkan 21.00, Ira terdiam di ranjang seraya memeluk bantal dengan erat, usai berlari menanti Paman, ternyata tidak ada yang dia temui sepi di rumah ini seperti biasa. "Seperti ini lagi," batinnya seraya menenggelamkan wajah di balik bantal. Selama seminggu ini dirinya selalu melewati malam tanpa sedikit pun bunyi, semuanya terasa hampa tanpa ada dirinya. "Aku tak bisa melupakannya." Sementara itu di Aiga Company, Lingga masih setia menatap layar yang menujukan perkembangan saham Aiga Company. "Tuan, jika anda tidak akan pulang saya akan mempersiapkan semuanya," ucap Rian. "Jam berapa sekarang?" "Jam 21.00 tuan." "Kau sudah siapkan mobilnya?" "Sudah tuan." "Tunggu aku di bawah, lima menit lagi aku akan menyusul." "Baik tuan," jawabnya dengan anggukan badan kemudian pergi memenuhi perintah sang tuan. Kini Lingga bisa menghela nafas dengan tenang, Aiga Company sudah kembali pada m
Read more
Part 40 bersikap bodoh
Pukul menunjukkan 13.00 waktu yang tepat untuk gadis itu pulang. Ujian kali ini sungguh memuaskan, walaupun masih ragu, setidaknya taun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Ira mulai memasuki gang kecil, menyusuri jalanan di mana kakinya selalu melangkah, perasaan ini terasa lega, usai pertemuan kemarin bersama Lingga, sesekali dia tersenyum aneh melihat tingkah pamannya kemarin malam, sungguh tak bisa di percaya seorang Lingga bersikap lucu seperti waktu itu. Di tengah lamunan, hal yang paling menyebalkan tiba-tiba melintas, dia teringat akan bukti kematian orang tuannya yang bersangkutan dengan sosok Lingga, sekali dia ingat, senyum mengembang itu seakan lenyap tak membekas. Sepanjang perjalanan senyum manis tak terlihat mengembang lagi, sampai titik di mana dirinya berdiri tepat melihat pagar menjulang di hadapannya, dirinya masih tak bisa percaya Lingga pelaku di balik semua itu, jika memang benar, maka yang tersisa hanyalah antara cinta dan kecewa
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status