All Chapters of Sang Junjungan: Chapter 21 - Chapter 30
82 Chapters
Nyi Retno
   "Ayo, Sum! Kita sekarang boleh pulang!" ajak Tini.Aku bingung, jauh-jauh ke sini hanya bertemu dengan perempuan enggak jelas yang cuma mengabarkan Bang Adi akan pulang secepatnya. Aah, aku meragukannya."Tenang saja Sum! Nyi Retno sangat sakti, dia bisa tahu keberadaan seseorang walau hanya lewat nama atau fotonya saja," sahut Tini, yang sekali lagi seakan mengerti isi pikiranku."Ya, sudah kalau begitu, Tin. Sekarang kita pulang, yuk! Perasaanku enggak enak lama-lama di sini." "Tunggu, ya, Sum. Kayaknya Nyi Retno mau bawain sesuatu buat kamu, katanya sih, ramuan agar suamimu lebih sayang." Tini mengkerlingkan mata, menggodaku. Aku tersenyum simpul. Menutupi kegundahan hati.Aku menunggu di luar bangunan, saat Tini masuk untuk mengambil ramuan tersebut. Di samping bangunan besar terdapat lorong panjang yang dihiasi simbol-simbol, sepertinya aku pernah melihat, tetapi entah di mana."Sum, Sumi!
Read more
Tatapan Mpok Lela
"Mbak Sumi, tumben beli sarapannya sendiri. Biasanya sama Mas Adi?" tanya seorang Ibu yang sama-sama sedang mengantri bubur ayam."Iya, Bu. Mas Adi sedang tugas luar kota, jadi saya sendirian saja." Aku berusaha tenang menjawab, khawatir menjadi ajang gosip di lingkungan tentang keadaanku akhir-akhir ini."Aduh, istri lagi hamil, kok, ditinggal-tinggal, sih?" tanya si ibu itu lagi."Enggak apa-apa Mpok! Mencari nafkah untuk keluarga ini, kok! Dari pada nganggur bengong di rumah kayak Bang Bian, suaminya Mpok!" Tiba-tiba Mang Ujang mengeluarkan celetukannya, membuat si ibu merah padam wajahnya. Kemudian berlalu membawa semangkok bubur."Mpok, uangnya mana!?" teriak Bang Ujang."Ngutang!" Si Ibu teriakannya tak kalah kencang. Bang Ujang hanya bisa mengurut dada."Mbak Sumi, cuekin saja, kalau ada orang nyinyir begitu, ya," ujar Bang Ujang. Aku mengangguk dan tersenyum. Usai membayar sejumlah uang serta mengucapkan terima kasih, aku pun pulang.
Read more
Mpok Lela Bunuh Diri?
 Aku bingung dengan sikap Tini, terlihat sekali rasa tidak sukanya. "Omongin baju serta acara pernikahan anaknya yang seminggu lagi diadakan. Kenapa memangnya, Tin? Kok, kamu kayak benci gitu sama Mpok Lela?" tanyaku penuh selidik."Eeeh, enggak apa-apa, Sum. Bagaimana sudah dapat kabar tentang suamimu?" Tini terasa sekali mengalihkan pembicaraan, tetapi kupikir sudahlah mungkin hanya perasaanku saja."Alhamdulillah, sudah. Tadi teman Bang Adi datang, katanya tugas luar kota.""Tuh, kan! Memang Nyi Retno itu sakti. Omong-omong ramuannya sudah diminum belum, Sum?" Pertanyaan Tini sedikit mengejutkanku, aku saja lupa tentang cairan merah pekat itu. Kalau tidak salah ingat masih tergeletak di lantai pojokan dapur, belum kurapikan."Belum, Tin. Lagian baru besok Bang Adi pulangnya," jawabku malu-malu."Buruan diminum, Sum. Ya, sudah aku pamit, ada keperluan. Besok aku ke sini lagi. Kebun pamanku panen, nanti aku bawakan pisang
Read more
Kangen, Bang.
"Dek Sum, nanti pulang dari sini oleskan kunyit ke kedua telingamu, ya," bisik Mbak Pur yang ikut melayat denganku."Kenapa memangnya, Mbak?" tanyaku penasaran."Sudah turuti saja, ini demi kebaikanmu dan janin yang ada di kandungan." Mbak Pur bukannya menjawab malah membuatku tambah penasaran, tetapi kuputuskan tidak bertanya lagi karena khawatir suaraku menganggu pelayat lainnya.Namun, ada kejadian yang membuatku shock hingga orang-orang akhirnya beramai-ramai mengantarku pulang, yakni saat hendak meletakkan amplop berisi uang takziah di wadah dekat jenasah Mpok Lela, tiba-tiba kain jarik penutup wajah si mayit terbuka. Matanya terbelalak menatap ke arahku, membuat kakiku lemas dan terjatuh bersimpuh di hadapannya."Bagaimana sekarang, Dek? Masih lemas?" tanya Mbak Pur, setelah sampai di rumahku."Alhamdulillah, sudah membaik Mbak. Saya tadi hanya kaget saja.""Kalau begitu, kita pulang, ya. Ingat pesanku, Dek." Setelah memastikan aku dal
Read more
Mpok Lela gentayangan?
"Bang, lama banget, sih? Kemana saja?" rajukku manja. Mengkhawatirkan laki-laki tercintaku."I-iya, Abang tugas luar kota, Sum." Aku merasa aneh dengan nada suara Bang Adi, tetapi semua kuabaikan karena rasa rindu yang telah menumpuk. Kemesraan kami terhenti sesaat kala Mas Gondo dan Tini pamit pulang.Selepas kepulangan Mas Gondo dan Tini, aku menarik tangan Bang Adi masuk ke rumah. Setelah kupastikan pintu terkunci, aku merangsek, menciumi pipi dan tubuh Bang Adi."Bang, aku kangen." Desahan mengiringi ucapanku. Bang Adi membalasnya dengan ciuman yang tak kalah panasnya."Abang, juga kangen Sayang." Bang Adi mengangkat tubuhku masuk ke dalam kamar, meletakkan perlahan di atas ranjang. Melucuti seluruh pakaianku lalu menciumiku seluruh tubuhku dari atas hingga bawah. Aku sangat menikmati setiap sentuhan yang dilakukan suamiku. Namun, ketika ragawi mulai menyatu dan merasakan sensasi kenikmatan. Bang Adi mendorongku hingga terjatuh, wajahnya menyiratkan k
Read more
Rumahnya Berhantu?
Aku memandangi tubuh Bang Adi hingga menghilang di ujung jalan. Seperti hari-hari sebelumnya, dia pamit kerja tanpa ritual yang dulu aku lakukan. Apalagi tadi aku sempat membangunkannya untuk Salat Subuh, tetapi yang kuterima malah bentakan. Membuat aku tergugu di sudut dapur. Pisang goreng di wajan menjadi hangus, tak kuperdulikan padahal itu makanan kesukaan Bang Adi.Setelah Bang Adi berangkat, aku segera bersiap. Tujuanku hari ini, ingin memeriksakan kandungan. Jadwal ke Bidan yang seharusnya kulakukan dua hari lalu.Aku merasa langkah menjadi pendek, tempat praktek Bu Bidan terasa jauh dari rumahku. Padahal biasanya hanya ditempuh tidak lebih lebih dari lima belas menit, tetapi kenapa sekarang terasa lama? Aku terus saja berjalan, perasaanku semakin tidak enak karena sejauh ini tidak ada orang atau kendaraan lewat, biasanya jam-jam seperti ini ramai.Keringat mulai membasahi kening dan tubuhku. Aku menghapusnya dengan ujung jilbab yang kukenakan. Perut pun
Read more
Kecurigaan Sumi
Alhamdulillah, setelah aku lanjutkan terus membacanya. Lambat laun suara-suara tersebut menghilang seiring azan Ashar berkumandang. Gegas, aku melanjutkan menunaikan salat karena masih dalam keadaan suci.Tak lama Bang Adi pulang kerja, tetapi balik lagi katanya ada barang yang harus diantar kembali. Dari dalam rumah kulihat truk putih yang terparkir di halaman terlihat berasap dan warna putihnya penuh bercak darah. Aku mengucap kalam Ilahi serta mengkerjapkan mata. Sontak pemandangan mengerikan itu hilang."Sum, aku jalan, ya!" Bang Adi berjalan cepat ke arah truk, setelah menepuk bahuku."Bang, tunggu! Ada yang mau kuceritakan!" Aku berteriak seraya menyusul Bang Adi tetap dia seakan tak menghiraukan, menutup pintu truk, menyalakannya dan berlalu meninggalkanku.Bang, kenapa kamu sekarang berbeda? Aku meratap dalam hati. Melangkah pelan memasuki rumah, duduk di kursi panjang sambil melihat foto pernikahan kami yang terpajang di dinding. Otakku berpikir,
Read more
Hantu Mpok Lela
Aku berjalan tergesa-gesa pulang ke rumah, tetapi anehnya langkahku malah memutar melewati kebun tempat Mpok Lela gantung diri. Entah mengapa bukannya berjalan, aku malah berhenti dan memandang pada pohon kecapi besar yang di dahannya melambai-lambai seutas tali tambang."Sumiii ...." lirih terdengar suara yang kukenali.Aku memejamkan mata berusaha menetralisir diri bahwa pendengaranku salah, tetapi kini sosok yang kukhawatirkan muncul di hadapanku. Sama penampakannya seperti malam itu, wajah pucat menyeramkan dengan tali tambang terikat di lehernya. Tubuhku lemas tidak bisa menahan ketakutan. "Mbak, ngapain di situ?"Sosok laki-laki bertopi menegurku, sepertinya dia pencari rumput. Aku tidak menjawab, mengedarkan pandangan. Hantu Mpok Lela telah menghilang. Hati terasa lega, buru-buru pulang ke rumah. Sebentar lagi senja datang.Rasa lega menghampiri saat seiring azan Magrib, aku tiba di rumah. Setelah mandi dan salat, aku merenung di kamar
Read more
Bayang-bayang
Ketika kami asik bercengkrama, suara deru mesin mobil terdengar dari ujung jalan. Truk putih yang tampak gahar mendekat ke rumah."Bang, kok, dibawa truknya?" tanyaku sesaat, Bang Adi memarkirkan kendaraannya."Iya , aku malas balik ke perusahaan. Sudah tenang, ada aku ini," ujar Bang Adi yang langsung masuk ke rumah setelah berbasa-basi sebentar pada Tini.Hatiku rasanya jadi tidak tenang, teringat peristiwa  mengerikan saat awal truk putih datang. Aku pun berprasangka penyebab kejadian-kejadian di rumah adalah berasal dari makhluk tak kasat mata penunggu truk."Sum, aku pamit pulang, ya. Oh, iya sudah diminum ramuan dari Nyi Retno?" tanya Tini sesaat dia hendak pulang. Aku hanya mengangguk, lidah tak mampu berbohong."Bang, makan dulu. Tadi aku buat kue sama telur balado," ucapku saat Bang Adi keluar kamar mandi."Entar saja, Sum. Aku capek banget." Bang Adi masuk ke kamar. Memang terlihat sekali kelelahan di wajahnya. Khawatir mengan
Read more
Rizky anakku
Benar saja, tak lama terdengar teriakan panik dari sahabatku, Tini. Entah dapat kekuatan dari mana, dia mengangkat tubuhku dan meletakkan di jok belakang mobil yang dibawanya."Sabar, ya, Sum! Tenang yang penting kamu sudah minum ramuan Nyi Retno pasti semua akan baik-baik saja." Aku terkejut mendengar ucapan Tini, sempat-sempatnya dia berkata seperti itu di saat aku dalam keadaan menahan sakit. Tanpa menunggu jawabanku, Tini segera menyalakan mesin mobil, mengendarai dengan kecepatan penuh diiringi pandangan aneh orang-orang di jalan."Suami ibu, mana? Biar azanin anaknya dulu!" Seorang wanita muda berpakaian perawat menghampiri dan bertanya padaku. Aku menggeleng lemah sambil berkata, "Kerja." Untung saja semua orang di rumah sakit sigap serta baik. Perawat laki-laki menggendong anakku sambil mengucapkan Kalam Illahi.Air mataku berderai menyaksikan pemandangan di hadapanku. Di saat moment mengharukan itu, tiba-tiba Tini menerobos masuk. Matanya terbelalak mel
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status