All Chapters of Mengandung Bayi Bos: Chapter 31 - Chapter 40
49 Chapters
Part 31. Bertemu Inisial "L"
Dia menyeringai.Langkah kaki ini refleks bergerak mundur dengan tangan membentur daun pintu karena terkejut. Gejolak di dalam dada seketika bergemuruh hebat.“P-p-pak? A-ada apa?” Bibirku bergetar memaksakan diri untuk bertanya.Tanganku yang lain mengepal di dada, mencengkeram kain kerudung. Di depanku, pria tua itu berdiri kaku masih dengan seringainya dan tak bergerak sedikit pun. Justru, sikapnya itu semakin membuatku dilanda kepanikan.Mataku beredar mencari keberadaan orang lain selain kami. Namun, tak kutemukan seorang pun. Nahas! Ia mengikuti arah pandanganku untuk memastikan tak ada orang lain juga di sekitar sini, kemudian ia kembali melihatku dengan tatapan bengisnya yang mengerikan.Tangannya bergerak memegang erat bahuku.“Kamu Rimar? Perkenalkan, saya Akala Palevi.” Tunggu! Akala? Lalu inisial L itu apa? Bahkan dalam namanya tak ada satu pun berinisial L. Mbak Sari pasti memiliki makna ters
Read more
Part 32. Kejujuran Pak Adit
“Rimar, bukannya tadi kamu pergi dengan Sergio? Kenapa kamu lari? Apa dia melakukan sesuatu yang buruk?”“Kalau boleh jujur ... iya.”Pak Adit mendadak menginjak pedal rem sampai membuatku terlonjak, untung saja seat belt sudah terpasang kuat melintang di badanku.“Hal buruk apa? Dia menghina kamu?” Sebuah pertanyaan yang tegas keluar dari mulutnya.“Lebih dari itu, Pak.” Lebih tepatnya, Mas Gio sama sekali tak pernah menganggapku sebagai keluarganya. Siapa yang tidak tersinggung mendengarnya? Dia seolah lupa dengan apa yang telah dilakukannya kemarin malam. Dia menikmatinya sendiri, aku ingat betul. “Jangan bilang ... dia melecehkanmu?”“Bisa dibilang seperti itu. “Kali ini, pedal gas diinjaknya dalam-dalam membuat mobil berwarna silver yang dikemudikannya melesat jauh dan menempuh kecepatan hampir tujuh puluh kilometer perjam. Aku memegang handle di
Read more
Part 33. Mas Gio Hilang
Suara pintu mobil ditutup terdengar cukup keras yang berasal dari belakangku dan Mbak Sari.“Adit, Apa benar yang kudengar?”Selain aku yang terperangah, rupanya Mas Gio juga terkejut dengan apa yang baru saja dilontarkan Pak Adit. Apa aku juga tidak salah dengar? Mungkin saja ucapannya hanya candaan demi mendengar sesuatu yang penting dari Mbak Sari Mas Gio melangkah tegap ke arah kami. Kenapa dia memarkirkan mobil di tengah-tengah begitu? Mentang-mentang sultan, dia bisa berbuat semaunya.Di antara kami bertiga tidak ada yang menyadari kedatangan Mas Gio. Maka dari itu, Pak Adit bisa berbicara mengenai perasaannya seperti tadi. Aku tidak yakin dengan ucapannya, siapa pun bisa berbicara seperti itu. Namun, dalam hati siapa yang tahu?Mbak Sari menghampiri Mas Gio, menyambut dengan rangkulan di pinggang serta menggenggam tangannya. Kali ini, dia berperan sebagai istri yang manja. Padahal, tidak pernah kulihat dia bermanja-manjaan
Read more
Part 34. Terjebak di Kantor
“Rimar, kamu enggak ketemu Gio?” Mama mertuaku menghampiri dan bertanya.Aku menggeleng dengan perasaan bingung. “Memangnya, Mas Gio belum kembali dari tadi pagi?” Seketika, aku juga ikut cemas memikirkannya.“Belum, Rimar. Kami sudah menghubungi semuanya, tapi tidak ada yang tahu keberadaannya.”Aku melirik waktu yang ditunjukkan di arlojiku, sudah hampir jam setengah sembilan malam. Ke mana perginya dia?“Mama sudah hubungi hubungi nomornya?”“Sudah, tapi masih dialihkan sampai sekarang, Rimar.”Walaupun sikapnya seperti itu, tapi kalau sampai tidak ada kabar begini, aku jadi ikut cemas. “Ma, Rimar pergi dulu. Rimar coba cari di tempat lain, ya?”Aku segera melangkah lebar dan cepat. Mama mertuaku memanggil-manggil supaya aku pergi diantar dengan mobil saja karena waktu sudah malam, Ditambah lagi, aku adalah wanita yang sedang hamil. Namun, ak
Read more
Part 35. Mas Gio Terluka
“Tolooooo—“ Tidak! Kini dia ada di belakangku, merengkuh, dan tangannya menutup mulutku rapat-rapat. Kenapa dia harus membekapku dalam kesempatan seperti ini.  Tangan panjangnya melingkar erat di depan perut, mengikat kedua tangan agar tak bisa bergerak. Kini, aku tak berkutik. Air mata ketakutan mengalir dari kedua sudut mata. Dia bergerak memaksaku untuk mengikuti arah langkahnya ke arah kanan kami. Dia pasti akan bersembunyi. Ke mana Mas Gio? Aku tak mendengar suara khasnya lagi bahkan sepertinya, sudah tak ada siapa pun yang berusaha membuka pintu. Bagaimana ini? Sampai kapan aku harus di sini bersama pria ini. Suara gebrakan pintu yang tiba-tiba terbuka dan membentur lemari di belakangnya membuatku terkejut. Aku juga mendengar embusan napasnya di dekat telingaku ketika si pria tersentak dan reaksinya merasakan keterkejutan. Kemudian, dua orang pria masuk dan terlihat memandangi keadaan kantor yang gelap. Kemari, Mas, aku mohon. Aku m
Read more
Part 36. Ucapan Terima Kasih Pertama
“Kalau saya yang mengganggu demi kepentingan saya sendiri boleh?”“Ah ... em ...?” Sekilas, aku mengingat ucapan Pak Adit di parkiran waktu itu. Aku gugup dan tak tahu harus menjawab apa karena diri ini mendadak jadi salah tingkah.Tak bisa dibiarkan! Aku harus mengalihkan arah pembicaraan ini, segera.“Pak Adit, sudah tidak marah dengan saya?”“Marah? Kapan saya marah denganmu?”“Itu ... waktu saya membentak-bentak Pak Adit di mobil karena tidak mau Bapak ikut campur urusan saya dengan Pak Gio ....”“Saya tidak marah, Rimar. Saya ... hanya memberi waktu supaya kamu bisa menenangkan diri. Maafkan saya karena waktu itu terlalu dibawa perasaan dan merasa ingin ikut campur, walaupun saya tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Saya hanya tidak suka melihat wanita tersakiti dan menangis, itu saja. Rimar, bukannya kamu yang kesal karena sikap saya waktu itu, ya?”Aku t
Read more
Part 37. Apa Mas Gio Gegar Otak?
“Rimar!” Suara panggilan yang mengagetkanku. Seketika itu juga aku terbangun dari lelapnya tidur sambil mengusap-usap wajah karena takut ada sisa air liur yang menempel.“Ini orang gimana, sih! Niat gak, jagain kakakku? Lihat itu Kak Gio lagi apa? Malah enak-enakan tidur!”Mas Gio sedang sarapan seorang diri ketika aku menoleh ke arahnya. Memangnya jam berapa, kok, sudah ada makanan? pikirku dengan kondisi masih setengah sadar. Akhirnya, aku melirik jam berbentuk persegi di dinding dekat televisi, ternyata sudah jam setengah delapan pagi. Pantas saja kalau makan pagi sudah diantar, biasanya jadwal makan pagi diantar sekitar jam enam. Selepas salat Subuh, Mas Gio membiarkanku tertidur lagi saat melihat kedua mataku yang begitu kuyu. Maka dari itu, aku pun langsung terlelap begitu kepalaku bersandar di sisi ranjang seperti sebelumnya.“Mama, Mbak Sari, Lisa, kapan kalian datang? Maaf, saya ketiduran,” ujarku sambil
Read more
Part 38. Orang Tak Dikenal
“Tapi ... aku harus kerja, Mas.”“Di kantor maupun di sini, kamu sama-sama bekerja untuk saya. Dengarkan saja dan turuti!”Akhirnya, dengan terpaksa aku mengikuti perintahnya. Aku tidak masalah dengan pekerjaan, tapi ... apa iya aku tidak mandi dan ganti pakaian? Aku tidak ada baju ganti sama sekali. Apalagi, setelah semalam berhadapan dengan si pria gelap, badanku berkeringat dan kini sedikit gatal-gatal. Untung saja, AC di kamar rumah sakit membuatku tak kegerahan lagi.***Setelah empat hari dirawat di rumah sakit, Mas Gio bisa pulang dan aku bisa kembali bekerja. Akan tetapi, Mas Gio masih harus beristirahat selama seminggu di rumah sampai benar-benar pulih dan tak ada keluhan lagi.Selama aku menemaninya di rumah sakit waktu itu, ternyata Mas Gio diam-diam memerintah asisten rumah tangga untuk menyiapkan kebutuhanku; salah satunya pakaian dan underware. Lalu, semuanya itu diantar oleh supir ke rumah sakit.
Read more
Part 39. Penusukan Mama Mertua
Kami yang ada di atas hanya memperhatikannya. Namun, tiba-tiba mertuaku tersungkur dan tak berdaya di anak tangga terakhir. Tangannya terlihat memegang perut yang sudah berlumur darah. Sementara itu, si pengemudi berlari cepat ke motor yang ditumpangi temannya, lalu melesat dengan kecepatan tinggi.Beberapa orang yang melihat kejadian itu berusaha mengejar motor, termasuk para security. Selain itu, aku dan Pak adit serentak menuruni tangga untuk menolong mertuaku.“Ma ....?!” Refleks aku memanggil namanya.Teriakanku juga membuat si sopir dan Pak Adit menatapku bersamaan. Tanpa memedulikan mereka, aku langsung menahan tubuh mertuaku sebelum menempel ke lantai. Kupegang perutnya yang ternyata terdapat luka sobekan, darahnya terus mengalir, dan bulu kudukku ikut merinding. Padahal, bukan aku yang mengalaminya, tetapi kaki ini rasanya lemas seketika saat melihat cairan berwarna merah tua di tanganku. Kebingungan membuatku tak bisa berpikir jernih dan be
Read more
Part 40. Operasi Mama Mertua
Mas Gio mendekati, menarik tangan, lalu membawaku ke tempat yang agak sepi. Dia melepas tangan dengan kasar dan mengempaskan tubuhku ke tembok.“Awh, Mas?”“Apa yang kamu lakukan di sini dengan Adit? Mau pamer kedekatan kalian, hah!”“Enggak, Mas. Kami ke sini sama-sama karena khawatir dengan Mama. Apa itu salah?”“Apa datang kemari harus dengan cara saling berpegangan tangan begitu?”“Mas, dia hanya membantuku menemukan ruangan Mama. Dia juga yang sudah sukarela mengantarku ke sini, masih untung aku gak digendongnya.”“Apa maksudmu digendong? Kamu sebagai istri tidak tahu diri sekali! Apa kamu tidak punya malu?!”“Kenapa aku harus malu?! Tidak ada orang yang tahu tentang hubungan aku dan kamu. Selama Mas masih menyembunyikan kenyataan ini, selama itu juga aku aman dari prasangka buruk orang-orang. Mas enggak ingat apa yang Mas lakukan di depan perusahaan se
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status