All Chapters of Mengandung Bayi Bos: Chapter 21 - Chapter 30
49 Chapters
Part 21. Kemurkaan Abah
"Abah ...?""Rimar, kenapa? Tumben telepon Abah malam-malam?""Baaah ...?""Kenapa? Anak Abah nangis?"Aku tak bisa menahan isak tangis yang disebabkan Mas Gio. Hatiku benar-benar seperti ditusuk ribuan jarum."Baah, Rimar mau pulang ....""Kenapa pulang? Tak betah di sana?""Rimar mau pulang saja, Abaaah ...." Air mataku terus berderai. Aku berbaring dengan posisi miring dengan ponsel di antara telinga dan bantal."Ya sudah, Rimar di mana sekarang? Abah jemput ke rumah si Gio itu, ya?""Rimar ... Rimar di rumah sakit, Bah.""Astaghfirullahal'adzhiim!" Suara Abah memekakkan telinga. "Kenapa di rumah sakit?! Siapa yang bikin anak Abah dirawat di sana?!""Dokterlah, Baah.""Terus si Gio ke mana?""Hm ...?""Tuh, kan! Pasti gara-gara anak gila itu. Sudah, sekarang Abah jemput ke rumah sakit, ya?""Iya, Bah."Aku terpaksa melepas jarum infus yang menempel di lengan walau
Read more
Part 22. Tetangga Rese
Mata Abah begitu membesar dan bulat sempurna karena terhenyak dengan ucapan menantu yang tak diharapkannya itu. Ia menaikkan kaki hendak melangkahi meja."Gio!" Namun, mama mertuaku bergerak lebih cepat. Beliau menarik bahu putranya, mendorong ke kursi, lalu--PlakDua kali tamparan menyerang pipinya."Ma ...?""Jangan bicara lagi! Mama tak pernah mengajarkan kamu menjadi anak yang kurang ajar. Mama sekolahkan kamu tinggi-tinggi supaya berpendidikan dan beradab. Tapi nyatanya, kamu hanya mempunyai pangkat tanpa etika! Mama malu dengan tingkah kamu, Gio!""Ma, sudah. Mas Gio hanya berkata yang sebenarnya. Mungkin dia sedang emosi jadi tidak sadar berkata seperti itu.""Kamu jangan membela suamimu kalau dia bertingkah seperti ini, Sari?! Mama tidak mau kelak cucu Mama diwariskan sifat kurang ajarnya.""Kenapa selalu Gio yang disudutkan, Ma? Apa Mama lebih sayang Rimar daripada Gio--anak Mama, sekarang?!"
Read more
Part 23. Mengamati Mbak Sari
"Coba lihat dulu yang ini ...." Mbak Indah menunjukkan bagian video yang membuatku langsung tercengang.[Baiklah, anggap Mama tahu asal-usulnya, tapi siapa yang tahu juga kalau anak yang dikandungnya bukan benar-benar anak Gio, Ma. Kita tidak bisa membaca akal busuk dan hatinya ....]Mbak Indah menarik ponselnya dengan gesit saat aku mencoba merebut untuk menghapus video itu. Sial. Aku kalah cepat."Jadi, bener, kan kalau kamu simpanan Pak Sergio?""Bukan urusanmu, Mbak.""Wah, berita besar banget ini, sih?""Kenapa, sih, kalian selalu ikut campur urusan orang! Apa untungnya buat kalian!""Kamu tanya untung? Jum, kalau berita ini dijual kira-kira dapat harga berapa, ya?" Mbak Indah membolak-balikkan matanya ke kanan dan kiri sambil bertanya pada Jumini teman sesama biang gosipnya."Lumayan, Ndah. Mungkin bisa beli motor baru. Ya, kan? Apalagi berita terpanas bulan ini dari seorang pengusaha produk kecantikan yang udah ter
Read more
Part 24. Widuri
Mbak Sari dan lelaki tadi sudah duduk di dalam mobil. Mereka terlihat sedang berdiskusi serius dengan posisi si lelaki duduk menghadapnya.Kemudian, tangan si lelaki menyentuh rahang Mbak Sari, menolehkan wajahnya agar bisa saling berhadapan.Si lelaki mendekatkan wajah, menatap intens, lalu mengusap lembut pipinya. Aku bisa melihatnya dari jauh kalau tatapan mereka tak biasa, terutama si lelaki. Akan tetapi, Mbak Sari malah mengembalikan posisi duduk ke semula menghadap ke depan. Tampaknya, ia sedang menangis karena wajahnya langsung tertunduk. Lelaki berpakaian kasual dengan paras eksotis itu mengusap air mata di kedua pipi Mbak Sari. Lalu, meraih dan merapatkan tangan Mbak Sari ke wajahnya.Siapa lelaki itu? Sikapnya tampak drastis sekali, sangat berbeda 180 derajat dari lelaki yang berusaha mengejarku kemarin. Sepertinya, dia baik. Aah, aku ini bodoh, mana ada lelaki baik kalau mendekati istri orang lain.Dia Widuri atau L? Aku tak bisa m
Read more
Part 25. Tenggelam
“Lisa?! Apa yang kamu lakukan?”Lisa terperangah mendengar namanya dipanggil dari arah belakangku.“Eh, Mama. Em ... ini ... cuma lagi mengobrol aja sama Mbak Asri dan Kak Rimar.” Dia bilang mengobrol? Sejak tadi dia sibuk mencerca dan mengata-ngatai masakanku, bisa-bisanya dia berkilah.“Mengobrol apa sampai teriak-teriak begitu?”“Emh ....”“Lisa? Mama tidak mau, ya, kamu punya sifat buruk suka mencela orang.”“Aku gak mencela, Ma. Aku cuma kasih tahu Kak Rimar kalau masakannya terlalu pedas.”“Standar pedas orang, kan, beda-beda, Lisa. Lagi pula, kenapa kamu minta kakak iparmu memasak? Di sana, kan, ada Mbak Asri dan asisten lainnya juga. Sejak kapan kamu jadi bertingkah begini, sih, Lisa? Mama tidak pernah mengajarkanmu untuk menghina orang lain, apalagi mencela makanan! Kalau tidak suka, cukup diam dan tinggalkan. Paham?!Kulihat Lisa bergeming d
Read more
Part 26. Kedua kalinya
“Mas, jangan tidur.” Aku memanggilnya ketika melihat ia merebahkan tubuh di ranjang. “Memang kenapa? Saya lelah seharian tadi bertemu klien.” “Ini sudah mau Magrib. Sebaiknya, Mas salat dulu, lalu makan malam.” “Salat?” “Iya ... salat. Kenapa? Kok, kelihatan bingung?” Mas Gio yang sedang telentang dengan dua tangan bertumpang tindih di bawah kepala mengubah posisinya mejadi setengah duduk. “Kenapa? Kamu tidak salat?”  Dia hanya bergeleng-geleng menjawab pertanyaanku. Aku dibuatnya semakin bingung.  “Selama ini?” Dia juga hanya mengangguk membenarkan tebakan asalku. “Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun.”Aku spontan berseru menyebut nama Allah. “Siapa yang meninggal?” Ya, ampuun ... dia malah bertanya dengan polosnya. Ya, Allah apa benar ia suamiku? Salah apa aku sampai ditakdirkan dengan lelaki tampan, kaya, garang dan tak pernah salat seperti ini? Aku berharap mendapatkan suami
Read more
Part 27. Jadwal Operasi
“Mas, jangan tidur.” Aku memanggilnya ketika melihat ia merebahkan tubuh di ranjang.“Memang kenapa? Saya lelah seharian tadi bertemu klien.”“Ini sudah mau Magrib. Sebaiknya, Mas salat dulu, lalu makan malam.”“Salat?”“Iya ... salat. Kenapa? Kok, kelihatan bingung?”Mas Gio yang sedang telentang dengan dua tangan bertumpang tindih di bawah kepala mengubah posisinya mejadi setengah duduk.“Kenapa? Kamu tidak salat?” Dia hanya bergeleng-geleng menjawab pertanyaanku. Aku dibuatnya semakin bingung. “Selama ini?”Dia juga hanya mengangguk membenarkan tebakan asalku.“Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun.”Aku spontan berseru menyebut nama Allah.“Siapa yang meninggal?” Ya, ampuun ... dia malah bertanya dengan polosnya.Ya, Allah apa benar ia suamiku? Salah apa aku sampai ditakdirk
Read more
Part 28. Mas Gio yang Aneh
Dengan senang hati aku bergegas pergi menuju kantor. Langkahku menjadi lebih ringan karena berbekal secuil informasi yang kudapatkan tadi. Sedikit demi sedikit, aku akan terus menggali informasi walaupun aku tak tahu ini untuk kepentingan siapa.“Rimar ....” Seseorang menyentuh bahuku saat hendak meninggalkan tangga terakhir bangunan rumah sakit. Aku menoleh cepat.“Eh ... Pak Adit?” Aku terperangah.“Apa yang kamu lakukan di rumah sakit? Ini, kan, jam kerja.”“Aah ... i-itu saya sedang kurang sehat, Pak. Jadi, saya minta resep dokter dulu.” Duh, aku jadi terpaksa berbohong. Apa aku ajak Pak Adit saja untuk menyelediki Mbak Sari? Lumayan, kan, bisa meringankan bebanku.“Sudah dapat resepnya?” “Sudah, Pak. Ngomong-ngomong Bapak sedang apa di sini?”“Saya ada janji bertemu orang di dekat sini, tapi mendadak orangnya berhalangan dan menunda pertemuan sian
Read more
Part 29. Antara Mas Gio dan Pak Adit
“Emm ... Rimar. Bisa saya minta bantuan kamu?” Ia melepas kacamatanya dan bertanya dengan serius.“Boleh. Apa yang bisa saya bantu, Pak?” “Silakan duduk dulu.” Aku belum menuruti perintahnya dan malah berjalan mundur. Sementara itu, dia membuka-buka lacinya mencari sesuatu, lantas berdiri menghampiri aku yang masih berdiri. Mau apa dia?“Permisi, Rimar.”“Maaf, Pak.” Apa maksudnya permisi? Apa yang akan dia lakukan?“Permisi ... Rimaar. Saya mau membuka lemari di belakangmu.”“O-oh. Maaf.” Aku langsung menyingkir dari hadapannya. Malu sekali aku karena sudah berpikiran yang tidak-tidak. Aku memperhatikan Pak Adit membuka-buka pintu lemari besi dan mengambil segepok amplop putih yang bertumpuk di antara banyaknya map.Ia meletakkannya di meja, kemudian kembali bergelut dengan pekerjaannya. Tak lupa ia mencantolkan kaca mata di hidungnya yang seper
Read more
Part 30. Kejutan Tak Terduga
“Itu ... Mbak Sari, kan, Mas?” Aku menunjuk ke arah kanan depan yang agak jauh dari mejaku.Mas Gio menoleh, tanpa berkata-kata dia langsung mengambil langkah tanpa ragu. Sementara itu, aku mengikuti langkah cepatnya. Tanpa ekspresi apa pun, Mas Gio berjalan menghampirinya. Akan ada kejutan seperti apa hari ini? Dengan jarak yang semakin dekat, aku merasa ada yang janggal. Perawakan, paras, suara, dan ... sebuah geretan. Sekilas otakku berpusat pada suatu lokasi; penginapan serta pukulan itu. Hatiku mengerut seketika. Aku pun beringsut ketika tersadar dan kembali dari sebuah kejadian. Inisial “L”, gumamku.Bergegas aku duduk membelakangi di kursi terdekat tanpa menghampiri mereka. Aku hanya menyelisik dengan jarak tak lebih dari dua meter. Seharusnya, cukup untuk hanya mendengar percakapan mereka dengan jelas“Selamat siang, Pa?”“Oh, Gio?! Apa kabar, ayo duduk.” Kudengar suara kursi bergeser.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status