All Chapters of Dipaksa Putus Karena Perjodohan : Chapter 31 - Chapter 40
99 Chapters
Bab 31. Istri
"Apa kabar? sudah lama sekali kita nggak pernah bertemu," ucap Azkia, sudah duduk di atas sofa di ruangan Adi, bersebrangan dengan pemilik ruangan yang tersenyum tipis beradu pandang. "Iya, lama sekali," jawab Adi, tak mengalihkan pandanganya, dari Azkia yang menunduk kembali membisu, tampak begitu ragu untuk membuka suara. "Lupakan Satria!" kalimat Adi, menyentakkan hati Azkia, membuat degup jantungnya tak karuan kembali bersitatap. "Jalan kalian sudah berbeda Az, biarkan Satria bahagia dengan kehidupannya, dan kamu juga bisa bisa bahagia dengan kehidupan kamu," "Satria mencintaiku Di, aku hanya perlu meminta maaf bukan? dia pasti bisa memaafkan aku. Meskipun aku harus menunggu beberapa saat untuk membuatnya bisa kembali menerimaku," jawab Azkia. Menciptakan seulas senyum tipis di bibir Adi menggosok dahinya perlahan membuang pandangannya. "Jangan berlagak b
Read more
Bab 32. Sebuah Ciuman
"Mau kemana kamu Ra?" sela Satria. Semakin menyentakkan hati Azkia, menatap lekat genggaman tangan kekasihnya membuatnya cemburu. "Keluar sebentar Mas," "Nggak perlu keluar," sahut Satria, segera mengalihkan pandangannya kembali menatap Azkia yang membeku. "Kamu mau bicara? bicara saja, istriku tetap di sini, dan nggak akan kemana-mana," "Istri?" spontan Azkia, dengan degup jantungnya yang tak karuan, di temani oleh deru nafasnya yang memburu, tak bisa percaya dengan kata istri yang baru di dengarnya. Tak terkecuali Alira, yang menolehkan kepalanya cepat, membulatkan matanya penuh tak menyangka dengan status pernikahan yang di ungkap suaminya. "Apa maksud kamu Sat? istri? istri apa maksud kamu?" "Alira istriku, aku sudah menikahinya enam bulan yang lalu," jawab Satria, mengulaskan senyum tipis di bibirnya, tak lagi me
Read more
Bab 33. Kecemburuan Alira
Suasana yang begitu sepi, sangat cocok untuk menyendiri mencari ketenangan hati setelah kesabaran yang telah loss tak terkendali. Masih di dalam gedung tinggi menjulang rumah sakit tempat suaminya di rawat, sudah tiga jam lamanya, Alira masih duduk sendirian di atas kursi yang letaknya berada di bagian sudut di dalam kantin, sudah menghabiskan dua mangkuk bakso pedas dan juga dua gelas es teh manis guna untuk menetralisir rasa kesal yang sempat menghampiri. Kembali terdiam dan termenung, duduk bersandar dengan pandangan menerawangnya tak bisa melupakan bayangan Satria yang menciumnya. "Kenapa sampai mencium segala sih? meskipun Azkia nggak percaya kan juga nggak masalah?" gumamnya, membuang pandangannya. Masih belum bisa menerima perlakuan suaminya yang begitu tiba tiba dan tanpa aba-aba, memancing rasa bersalah di dirinya kepada Adam yang jika tahu, pasti akan semakin marah dan tak bisa terima.
Read more
Bab 34. Usaha Satria
Gerimis hujan yang tak terlalu deras, berhasil membasahi jalanan kota yang terlihat lenggang, tak padat ataupun merambat. Tepat di sore hari, di pukul 15:00, terlihat sedan hitam Papa Bagaskara, melaju dengan kecepatan sedang menembus rintiknya gerimis di bawah kendali Pak Anam. Membawa serta Tuannya, Papa Bagaskara yang sedang duduk di kursi kemudi memejamkan mata dengan kedua tangan yang melipat di atas dada. Beserta Alira dan juga Satria, tampak tenang saling diam, duduk di kursi belakang tanpa pembicaraan. "Bagaimana jika Adam tahu? aku pindah ke rumah Papa dan tidur satu kamar dengan Mas Satria?" batin Alira pilu, semakin merasa bersalah, namun tak bisa berbuat apa apa. Hanya bisa pasrah, akibat status yang di sandangnya, tak mampu lagi menjaga hati dan perasaan kekasihnya. Kekasih yang masih di perjuangkannya, berpegangan pada perjanjian pernikahan yang
Read more
Bab 35. Terjepit
"Kamu duduk dulu ya Mas? tunggu sebentar, biar aku ambilkan jubah handuk kamu dulu," suara Alira, mengarahkan suaminya untuk kembali duduk di tepi ranjang. Tak membuat Satria bersuara, hanya menahan senyum mengangguk pelan. "Dimana tempatnya ya? aku lupa," "Ada di almari, pintu tengah di bagian bawah," "Oh iya, sebentar," lanjut Alira, segera mengayunkan langkahnya, hendak membuka pintu almari, untuk mengambil salah satu jubah handuk yang ada di dalamnya. "Kamu pakai dulu ya? aku siapin air nya dulu," lanjut Alira, sesaat setelah berdiri di depan suaminya, mengangsurkan jubah handuk yang baru diambilnya ke depan Satria. "Air hangat Ra," "Iya Mas," jawab Alira, menganggukkan kepalanya pelan, kembali mengayunkan langkahnya, hendak masuk ke dalam kamar mandi. Untuk mengisi bathup yang tersedia, meninggalkan Satria yang t
Read more
Bab 36. Kecemburuan Satria
"Kok belinya cuma satu Ra?" tanya Satria, masih duduk bersandar di atas ranjang, mengalihkan pandangan Alira yang sedang berdiri, membuka bungkusan ketoprak yang ada di atas nakas. "Lupa nggak bawa dompet Mas, ini aja masih untung nemu uang dua puluh ribu di saku celana," jawab Alira, menciptakan senyum di bibir Satria menyandarkan kepala. "Sampai segitunya kamu Ra, hanya untuk menghindariku sampai lari gitu aja nggak bawa apa-apa," sindir Satria, tak membuat Alira bersuara, hanya diam membisu segera melangkah untuk duduk di tepi ranjang di depannya. "Kamu mau nggak? aku hanya bisa beli satu Mas, kita bisa makan bersama," kata Alira. "Itu kenapa sendoknya ada dua?" tanya Satria, menunjuk sendok yang ada di tangan istrinya, mengalihkan pandangan Alira. "Biar kita bisa makan sama-sama Mas," "Ya nggak perlu sendok dua lah Ra, satu saja cukup kan? kasihan Bi Asih
Read more
Bab 37. Ceraikan Aku
"Mau kemana kamu?" tanya Satria, masih duduk di tepi ranjang, beradu pandang dengan mata sembab istrinya, baru keluar dari dalam kamar mandi hendak keluar kamar. "Keluar." "Kemana?" desak Satria, menciptakan helaan nafas di bibir Alira, merasa tak suka. Karena hatinya yang sedang tak baik baik saja, merasa terluka dengan semua keadaan yang terus saja memaksanya. Hanya ingin sendiri menenangkan diri tak melakukan pembicaraan. Hingga membuatnya terdiam, segera membuang pandangannya ke sembarang arah, menggigit bibir bawahnya menahan jatuhnya air mata. Tak menatap suaminya yang telah berdiri, hendak mengayunkan langkah mendekatinya. "Kenapa kamu nangis?" tanya Satria, tak membuat istrinya bersuara, hanya menundukkan kepala menitikan air mata. "Hei... kenapa kamu Ra? kenapa nangis begini sih?" lanjut Satria, semakin bingung dengan tangisan is
Read more
Bab 38. Kepanikan
Tok tok tok Suara ketukan pintu di gym room Satria, tak berhasil membuat Satria membuka mata, karena rasa sakit di kepalanya yang terasa luar biasa, berusaha menahan rasa sakitnya tak merubah posisinya. Tok tok tok  Suara ketukan di pintu kembali terdengar, membuatnya mengumpat kesal merasa terganggu. "Masuk!!!" teriak Satria akhirnya, segera menegakkan kepalanya, kembali merintih menyentuh kepalanya sendiri. "Mas Satria? Ya Allah.... kenapa Mas? kenapa pucat begini Mas?" teriak Bi Asih, sesaat setelah membuka pintu, menyaksikan putra dari majikannya yang terlihat lemah tak berdaya. Segera mengayunkan langkahnya cepat, memasuki ruangan gym mendekati Satria. "Ya Allah ya Robbi, kenapa jadi begini sih Mas? Ya Allah...," pekik Bi Asih kembali, terlihat begitu khawatir duduk berjongkok di sa
Read more
Bab 39. Alasan Tak Ingin di Tinggalkan
Langit telah menggelap sempurna, masih di temani dengan sang rembulan dan juga kerlipnya bintang, tanpa mendung yang bergelayut, sangat bertolak belakang dengan suasana hati Alira saat ini. Yang sedang mengayunkan langkahnya, baru menyelesaikan makan malamnya bersama dengan Papa Bagaskara, menaiki anak tangga sambil membawa nampan yang berisikan sepiring nasi beserta lauk untuk suaminya. Merasa begitu tertekan dengan keadaan yang menimpanya, rasa tak ingin kehilangan kekasih yang dicintainya, dan ketidak setuju an suaminya untuk menceraikannya sebelum perjanjian berakhir. Membuatnya semakin frustasi, dengan rasa bingung yang menguasai. Dan di tambah lagi dengan sikap suaminya yang tiba tiba saja berolahraga, mengacuhkan kesehatan yang belum pulih, hingga membuat kondisi suaminya itu drop lagi. Sama sekali tak bisa membuatnya mengerti, bagaimana bisa? suaminya itu menyiksa diri se
Read more
Bab 40. Iya, Aku Mempersulitmu
Sementara itu di kamarnya di lantai dua, Satria masih terdiam, menarik nafasnya panjang menengadahkan kepalanya masih bersandar. Berusaha berpikir, sambil memejamkan matanya dalam, mencari cara untuk memisahkan istrinya dengan Adam. Sebelum menegakkan kepalanya cepat, berusaha menerka kelemahan Alira, ingin menghubungi seseorang yang sangat di hormati dan juga di takuti istrinya. "Ibu, ya ibu, mungkin Ibu bisa membantuku sekarang," gumam Satria. Segera meraih ponselnya yang ada di atas ranjang, ingin menghubungi ibu mertuanya. Hanya menunggu beberapa detik sebelum... "Assalamualaiku Bu," salam Satria, sesaat setelah panggilan teleponnya tersambung. "Waalaikum salam Satria," Jawab Bu Rani dari dalam ponsel, menciptakan seulas senyum di bibir Satria menyandarkan kepalanya. "Gimana keadaan kamu Sat? Ibu sama Ayah minta m
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status