Semua Bab Dipaksa Putus Karena Perjodohan : Bab 21 - Bab 30
99 Bab
Bab 21. Video Syur
Langit telah menggelap, bertaburkan bintang yang bersinar, bersama dengan sang rembulan, tampak begitu indah menampilkan bentuk sabitnya. Terlihat Alira, sedang menghidangkan dan menata beberapa menu lauk dan juga nasi yang baru di masaknya di atas meja makan. tampak begitu bahagia, mengulum senyum di bibirnya mengingat momen pertamanya bekerja di perusahaan suaminya. Flashback di Antariksa Group. "Ahhh," pekik Alira, yang terkejut, akibat tarikan seseorang di tangannya, begitu tiba-tiba, tepat di saat dirinya keluar dari toilet wanita. "Ssssttt," sahut Adam, memberikan kode kekasihnya itu untuk diam, dengan membekap mulut Alira yang berdiri, dan bersandar di dinding toilet, sebelum menarik tangan kekasihnya cepat, untuk di bawanya masuk ke dalam pintu darurat yang tak jauh dari toilet. "Adam?" batin Alira, membulatkan matanya, seraya mengayunkan langkahnya cepat
Baca selengkapnya
Bab 22. Kecewanya Hati Satria
Kantin perusahaan tak lagi ramai, terlihat semakin sepi, karena jam makan siang yang hampir habis. "Kita balik ke ruangan Dam," Kata Anton, masih duduk di tempatnya hendak berdiri dari kursi. Di ikuti dengan Adam, sesaat setelah mengangguk pelan. Sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Alira, kekasihnya yang sedari tadi diam dan melamun. "Ra," panggil Adam, dengan intonasi lembutnya. Tak mengalihkan pandangan Alira, masih saja diam, dengan pandangannya lurus kedepan, tak bisa melupakan video syur yang baru saja di lihatnya. Dengan durasi yang tak lebih dari lima menit, sangat cukup buat Alira, mengenali wajah cantik dari pemain video yang terlihat merem melek, menikmati permainan lelaki bertubuh sedikit dempal. "Alira," lanjut Adam, menyentuh bahu Alira menyentakkan hati kekasihnya, "Ha?" "Ayo balik, jam istirahatnya
Baca selengkapnya
Bab 23. Kecelakaan
"Pak Satria nya sedang keluar Bu, sampai sekarang belum kembali," "Keluar?" "Iya," jawab Sekretaris mengangguk pelan. "Sudah lama ya?" "Dari jam sebelas siang tadi," jawab Sekretaris Satria, dengan begitu sopannya mengetahui status Alira. "Terimaksih ya," kata Alira, mengulaskan senyum tipis di bibirnya, sesaat sebelum mengalihkan pandangannya, ke arah suara lelaki yang memanggilnya. "Pak Adi?" gumam Alira, kembali mengulaskan senyum tipisnya, seraya menganggukkan kepalanya pelan menyapa Adi, tangan kanan sekaligus sahabat dari suaminya. "Cari Satria Ra?" "Iya Pak," jawab Alira, menganggukkan kepalanya pelan mengiyakan. "Kita bisa bicara Ra? ada yang ingin aku bicarakan sama kamu," kata Adi, dengan gurat wajah seriusnya. Menghilangkan sikap bercandanya yang biasa dilakukannya.
Baca selengkapnya
Bab 24. Sindiran dan Pesan Bu Rani
"Alira!" panggil Bu Rani, dengan degup jantungnya yang tak karuan, berdiri di lorong yang menyambungkan antara pintu lift dan juga unit apartement menantunya.Mengalihkan kompak pandangan Adam dan juga Alira yang tersentak."Ibu?" gumam Alira, mebulatkan matanya, tak menyangka dengan kehadiran ibunya saat dirinya bersama dengan Adam, membuatnya begitu gemetar."Bu...," lirih Alira lagi, beradu pandang dengan sorot tajam mata Bu Rani yang terdiam, bersama dengan Aksa yang berdiri di belakang ibunya menatapnya dalam."Kalian masih berhubungan? dari mana kalian?" tanya Bu Rani, berusaha bersikap tenang, tak bisa percaya dengan apa yang di lihatnya.Bagaimana bisa? putrinya? yang sudah menjadi istri orang, ketahuan jalan bersama dengan mantan pacar? apa yang sudah Alira lakukan?"Selamat malam Tante," sapa Adam, menelan salivanya pelan menyapa ibu dari kekasihnya.Seraya mengulurkan tangannya ke d
Baca selengkapnya
Bab 25. Perhatian Alira
Malam semakin larut, menambah suasana yang begitu hening, tanpa suara di dalam ruangan rawat Satria. Karena Alira, hanya duduk termenung sendiri di atas sofa, bersama dengan Aksa yang tertidur, meringkuk di atas sofa di sampingnya. Masih setia menunggu, menemani suaminya yang belum juga membuka mata, entah karena efek obat yang di beri Dokter dia pun tak mengetahuinya. Karena pikirannya yang melayang, tampak menari-nari, berusaha memahami semua yang terjadi namun tetap tak bisa di mengerti. "Kamu sudah menjadi istri Ra, sudah tugas kamu untuk berbakti dan taat kepada suami kamu, jaga Satria, rawat Satria, jangan menyakitinya, karena surga kamu ada di tangan Satria Ra, ada di tangan suami kamu," Kalimat Bu Rani, terus saja terngiang di kepalanya. Membuatnya semakin sedih, dengan kondisi hatinya yang merana, tak bisa melupakan kalimat demi kalimat Ibunya yang menyalahkanny
Baca selengkapnya
Bab 26. Berbagi Rasa Sakit
Pagi kembali menyapa, dengan sinarnya yang menghangat, menembus jendela kaca kamar rawat Satria yang tak tertutup gorden.Terlihat Alira, masih duduk di sebelah ranjang, sedang memainkan ponselnya, berkirim pesan dengan kekasihnya Adam.Hanya sendiri, tanpa Aksa, yang sudah pamit pulang lebih dulu, untuk memulai aktifitas sekolah sebagai pelajar SMA."Ra," panggi Satria, baru membuka mata.Kembali merintih, merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Terutama di bagian kepalanya yang di perban menegakkan kepala Alira."Mas... sudah bangun?" tanya Alira, sesaat setelah meletakkan ponselnya di atas meja.Menyentuh lengan Satria, menanyakan apa yang di butuhkan suaminya."Mau minum? aku ambilkan minum ya?" tanya Alira, tak membuat Satria bersuara, hanya menganggukkan kepalanya begitu pelan mengiyakan."Sebentar ya?" lanjut Alira, segera berdiri dari duduknya, hendak menarik tuas di belakang
Baca selengkapnya
Bab 27. Menyakiti Hati Adam
Semilirnya angin di siang hari, bertemankan sinar mentari yang tak begitu terik. Akibat dari mendung yang bergelayut pertanda akan turunnya hujan. Terlihat Anton, sedang mengayunkan langkah, hendak memasuki ruangan sahabatnya, Adam. "Ayo Dam," ucap Anton. sesaat setelah membuka pintu, mengalihkan pandangan Adam. "Jadi?" "Jadilah, kita berangkat sama Gladis dan Pak Adi," jawab Anton, masih berdiri di balik pintu ruangan yang terbuka, menganggukkan kepala Adam. Sementara itu di rumah sakit, terlihat Alira, duduk di kursi sebelah ranjang, duduk bercanda, mengupas jeruk yang di bawa orang tuanya, untuk di berikannya kepada Satria. "Gimana Sat jeruknya? manis?" tanya Bu Rani, duduk di atas sofa, bersama dengan suami dan juga besannya, ikut menikmati buah yang di bawanya. "Manis Bu, kayak saya," jawab Satria, menciptakan tawa semuanya, termasuk
Baca selengkapnya
Bab 28. Dilema Alira
"Ehem!" suara deheman. Menyadarkan Alira dan juga Satria, mengalihkan pandangan mereka kompak ke arah suara. "Adam...," batin Alira, membulatkan matanya. Dengan degup jantungnya yang tak karuan, spontan berdiri dari duduknya mengetahui keberadaan kekasihnya. Yang terdiam dan membisu, hanya berdiri di depan pintu kamar rawat yang terbuka, di belakang Adi. Bersebelahan dengan Anton dan juga Gladis, menatapnya tajam menahan amarah. "Duh duh duh... yang lagi di manja...pakai di suapin segala...," goda Adi, mencebikkan bibir Satria. Bersamaan dengan Alira, yang menundukkan kepalanya, tak berani menatap kekasihnya yang membisu terlihat murka. "Ayo Di, Gladis, An, silahkan duduk," sahut Papa Bagaskara, sebelum terdiam tak mengenali Adam. "Ini Manager baru itu ya?" lanjut Papa Bagas, menunjuk Adam yang mengangguk pelan. "Iya
Baca selengkapnya
Bab 29. Putus Atau Becerai
"Kamu nggak papa kan?" tanya Bu Rani, sesaat setelah Alira membuka pintu, menatap wajah basah putrinya oleh air dengan kedua mata yang memerah. "Nggak papa Bu, aku hanya lelah, ingin istirahat," jawab Alira. "Kamu duduk dulu Ra," "Nggak Bu, aku ingin pulang, aku ingin tidur Bu, kepalaku pusing," kilah Alira, ingin sekali menemui Adam untuk menjelaskan semuanya. Sebelum mengalihkan pandangannya, menatap suaminya yang bersuara. "Kamu mau pulang Ra?" tanya Satria, masih tak ingin di tinggal sama istrinya beradu pandang. "Iya Mas, aku pulang dulu ya Mas? hanya sebentar, nanti malam aku kesini lagi," jawab Alira, berusaha bersikap tenang, menata hatinya sendiri yang gelisah, menatap suaminya yang terdiam membuang pandangan. "Saya pulang nggak papa kan Pa?" tanya Alira, kepada Papa Bagaskara yang mengangguk pelan. "Nggak pa
Baca selengkapnya
Bab 30. Dilema Alira 2
Malam belum terlalu larut, masih berada di pukul tujuh, tanpa bintang dan juga rembulan. Karena derasnya hujan. Bersamaan dengan petir yang sedikit menggelegar, menemani perjalanan Alira yang sedang duduk terdiam di dalam taksi online yang di tumpanginya. Baru pulang dari apartemen kekasihnya, membawa sebuah rasa dilema yang begitu besar, membuatnya begitu bimbang dengan keputusan yang harus di ambilnya. Bercerai atau putus? sebuah pilihan yang begitu sulit, bukan karena dirinya yang telah mencintai suaminya, tapi karena kondisi suaminya yang tak mungkin bisa di ajaknya berkomunikasi mengenai perceraian mereka yang belum pada waktunya. Dan putus? sungguh, sebuah kata yang sangat menyakitinya, karena dirinya yang mencinta, tak ingin kehilangan lelaki pujaan hatinya, lelaki yang sangat dicintainya. "Ya Allah...," batinnya, menyeka buliran bening yang terjatuh di pipi. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status